JAKARTA– Desah kecewa sontak memenuhi Istora
Senayan, Jakarta. Ketika Gregoria Mariska Tunjung mengakhiri laga babak pertama
Indonesia Masters 2020 dengan kekalahan. Tunggal putri terbaik Indonesia itu
benar-benar mengoyak emosi fans saat melawan unggulan kedua Akane Yamaguchi.
Sempat mendominasi, sempat leading, tetapi lagi-lagi dia gagal menutupnya
dengan kemenangan.
Skor 21-12 yang dibukukan Jorji—sapaan
Gregoria—pada game pertama memang memantik energi positif dan harapan dari
sektor ini. Dia tampil meyakinkan. Di sisi lain, sejak cedera pertengahan tahun
lalu, Yamaguchi belum kembali ke penampilan terbaiknya. Setelah menjuarai Japan
Open Juli lalu hingga kini, pemain nomor tiga dunia itu belum pernah masuk
final di turnamen mana pun.
Yamaguchi mengungkapkan, kekalahan di game
pembuka itu karena kondisi fisiknya belum bisa menyesuaikan intensitas gerakan.
“Stamina drop drastis gara-gara terlalu lama nggak latihan. Makanya endurance
di lapangan nggak seperti dulu. Karena memang kebugaran belum balik seratus
persen,” ungkap Yamaguchi.
Hal itu seharusnya dimanfaatkan Jorji.
Faktanya, pada game kedua, Yamaguchi malah bangkit. Dia tidak lagi banyak
melakukan kesalahan sendiri. Penampilan mantan pemain nomor satu dunia itu
mulai solid. Jorji dibikin keteteran untuk mengejar.
Jorji punya tren buruk jika bermain rubber
game. Dia pasti akan unggul poin, bahkan tak jarang mencapai match point
terlebih dahulu. Namun, entah dengan cara apa saja, dia terkejar oleh lawan.
Dan kalah. Nah, hal itu benar-benar tadi malam…
Pemain kelahiran Wonogiri, Jawa Tengah, itu
awalnya memimpin 18-15. Yamaguchi menyamakan kedudukan. Jorji leading lagi
19-18. Namun, Yamaguchi membalikkan kedudukan 20-19. Jorji tak mau menyerah.
Dia memaksakan deuce. Dari sinilah ketegangan dimulai. Dia selalu mengejar
angka Yamaguchi. Sayang, pada fase kritis itu, Jorji memilih bertahan.
Sementara Yamaguchi berkali-kali melontarkan serangan-serangan tajam. Jadilah
pemain peringkat 24 itu kandas 22-24.
“Dua poin terakhir, saya mikirnya kan dia
tipikal pemain yang susah dimatikan. Pasti bakal alot. Jadinya terakhir
ngoyo-ngoyoan aja, main tengah-tengah nggak apa-apa asal nggak mati sendiri,”
tutur Jorji. ”Cuma finishing sama spekulasi dia selalu lebih pas. Saya
beberapa kali ingin spekulasi, tapi bola sambungan ternyata nggak bisa matiin,
sementara dia dapat terus,” curhatnya.
Di mata Yamaguchi, penampilan Jorji kian
membaik dalam setiap pertemuan mereka. Kemarin merupakan turnamen keempat yang
mempertemukan keduanya. “Dia dulu sering banget error nggak penting dan
selalu main bola-bola rendah. Tapi gaya mainnya sudah lumayan berubah dan
semakin baik. Error juga sudah jauh berkurang dibanding dulu,” puji Yamaguchi.
Meski dipuji, pemain 20 tahun itu tak mampu
menyembunyikan kekecewaannya. Tersingkir di babak pertama, dalam turnamen di
rumah sendiri membuatnya terpukul. Sebab, di Istora ini, Jorji bertekat
membayar kekalahan di babak 32 besar Malaysia Masters.
“Di sini target
pengen delapan besar, walau nggak gampang. Pokoknya pengen tembus dulu,” ucap
dia. ”Dari dulu kalah tiga set, unggul duluan, lalu kekejar. Tadi saya pengen
lewatin dulu tegang-tegangnya. Cuma ya pasti tiap main selalu menyiapkan (diri
untuk) menang atau kalah. Yang penting bisa tampilkan permainanku di
sini,” ujar Jorji. (feb/na/jpg)