25.2 C
Jakarta
Saturday, April 20, 2024

Politik Identitas Keagamaan Tidak Boleh Digunakan Sebagai Alat Politik Praktis

PALANGKA RAYA, PROKALTENG.CO– Tahun 2023, merupakan tahun politik. Tahun di mana partai-partai politik dan kader-kadernya mulai bergerilya mencari simpati masyarakat. Berbagai cara dilakukan. Mulai dari pendekatan personal ke wargawarga, dan ada juga yang mendekati kelompok atau organisasi yang menurut mereka punya lumbung suara.

Yang menjadi kekhawatiran publik adalah agama yang dijadikan kendaraan politik. Masykuri Abdillah, Guru Besar dan Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta pernah menulis, Keterlibatan agama dalam politik dapat dibedaaan antara legitimasi keagamaan dan politisisasi agama.

Legitimasi keagamaan adalah penggunaan agama sebagai alat untuk memperkuat pemikiran dan tindakan seseorang atau suatu kelompok, baik dalam bentuk aspirasi politik, keputusan politik, atau gerakan politik melawan kezaliman. Sedangkan politisasi agama adalah penggunaan agama atau simbol-simbol agama sebagai alat untuk mendapatkan tujuantujuan politik atau untuk memobilisasi massa dalam memenangkan calon tertentu dalam pemilihan jabatan publik.

Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kalteng, H Bulkani Ardiansyah menyampaikan pandangannya soal politisasi agama. Politik identitas keagamaan tidak boleh digunakan sebagai alat politik praktis, seperti kampanye dan lain sebagainya.

“Hal itu berpotensi dapat membawa perpecahan di kalangan umat beragama yang ada di Kalteng. dan harus dicegah, karena bisa jadi pemicu perpecahan di kalangan umat beragama. Jangan sampai itu terjadi di Kalteng,” kata Bulkani kepada Kalteng Pos (grup prokalteng.co) lewat pesan WhatsApp, Sabtu (14/1).

FKUB Kalteng punya peran besar dalam mencegah pemanfaatan identitas keagamaan itu agar tidak dijadikan alat politik praktis. Melalui upaya membangun narasi yang menyejukkan dan moderat di tengah masyarakat, serta edukasi tiada henti untuk dapat membentuk para pemilih cerdas. Untuk itu penyelenggaraan politik praktis yang bebas dari unsur membawa-bawa identitas keagamaan dapat dilakukan.

Baca Juga :  Serahkan BLT DD di Tumbang Manjul, Bupati Seruyan Berpesan Begini

Bulkani menyebut selama ini pihaknya telah mengupayakan beberapa hal agar dapat mencegah dan menanggulangi politik beridentitas keagamaan ini, salah satunya seperti melakukan edukasi melalui sekolah moderasi yang melibatkan berbagai tokoh agama dan tokoh masyarakat.

Sekolah moderasi itu diadakan sebagai wadah komunikasi masyarakat lintas agama yang bertujuan untuk menanamkan pandangan keagamaan yang moderat, dengan cara memahami agama dan aliran keagamaan orang lain. Bulkani menyebut sekolah moderasi itu sudah dilakukan pada tahun 2022 kemarin dengan dua kali pertemuan.

Setiap pertemuan membawa materi tentang agama dan aliranaliran keagamaan. Adapun pemateri dalam sekolah moderasi itu berasal dari pemuka lima agama yang ada di masyarakat. “Pesertanya sendiri adalah seluruh pengurus FKUB se-Kalteng, plus tokoh-tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, masyarakat umum, itu kita laksanakan secara daring,” bebernya.

Sekolah moderasi menyediakan ruang komunikasi terbuka bagi seluruh elemen masyarakat yang ada. Lewat komunikasi intens itu akan terhindar kesalahpahaman, gesekan, atau politik identitas keagamaan yang dapat mengganggu kerukunan antarumat beragama.

Hal itu karena sudah terbentuk pemahaman yang baik untuk saling menghargai dan menjaga persatuan di tengah masyarakat. Politik praktis yang berbau identitas keagamaan, di mana pihak tertentu merasa superior atau inferior terhadap agama yang ia peluk, akan terhindar.

“Dari pemahaman itu akan muncul saling pengertian dan saling menghormati, tanpa melunturkan nilai-nilai kepercayaan atau aqidah masing-masing. Salah satu implementasinya di lapangan adalah upaya menghindari penggunaan agama dalam kegiatan politik praktis,” jelasnya.

Agar penyelenggaraan politik praktis ke depannya bebas dari pembawaan identitas keagamaan, Bulkani, atas nama FKUB Kalteng mengimbau kepada segenap pihak terkait dan elemen masyarakat di Bumi Tambun Bungai agar dapat menghindari penggunaan identitas keagamaan dalam politik praktis.

Baca Juga :  Perda Dinilai Beri Kepastian Hukum

“Harapannya melalui itu nantinya masyarakat pemilih dapat dibuat lebih cerdas dalam memilih, sesuai dengan kapasitas dan kapabilitas orang atau partai yang akan dipilih, jauh dari pemikiran politik yang membawa identitas agama,” tandasnya.

Mencegah dan mengupayakan agar politik identitas berbau agama tidak marak di masyarakat tidak hanya harus diupayakan oleh masyarakat, orang yang bergerak di dunia politik, ormas, dan pemerintah saja, melainkan juga para tokoh agama sendiri. Kementerian agama (Kemenag) harus bersih dari penyelenggaraan politik praktis, apalagi yang berbau keagamaan.

Hal itu karena Kemenag merupakan garda terdepan untuk memberikan contoh di tengah-tengah masyarakat. Hal itu telah sebelumnya telah diutarakan oleh Kepala Kanwil Kemenag Kalteng H Ahmad Noor Fahmi. Ia mengatakan karena tahun ini mendekati tahun politik pihak Kemenag RI berikut tokoh agama yang ada di dalamnya betul-betul menjadi garda terdepan di tengah-tengah masyarakat untuk memberikan contoh bahwa orang Kemenag jangan ikut berpolitik dan perlu dilakukan pencegahan jika ada politik yang masuk ke rumah-rumah ibadah.

“Itu sangat bertentangan sekali dengan aturan sehingga mari kita jaga kerukunan umat beragama di Kalteng ini agar dikedepankan kerukunan umat beragama baik interen ataupun antar umat beragama,” ujarnya usai menghadiri upacara Hari Amal Bakti ke-77 di Kantor Gubernur Kalteng, dua pekan lalu. Untuk mencegah agar politk itu tidak masuk ke rumah ibadah, Fahmi menyebut pihaknya melakukan imbauan kepada pengelola rumah-rumah ibadah agar jangan sampai masuk politik praktis seperti kampanye dan lain-lainnya di rumah ibadah.

“Sudah kita lakukan imbauan kepada masyarakat dan tokoh-tokoh agama untuk menghindari politik masuk ke rumah ibadah itu,” tandasnya.(dan/jpc/ram.kpg)

PALANGKA RAYA, PROKALTENG.CO– Tahun 2023, merupakan tahun politik. Tahun di mana partai-partai politik dan kader-kadernya mulai bergerilya mencari simpati masyarakat. Berbagai cara dilakukan. Mulai dari pendekatan personal ke wargawarga, dan ada juga yang mendekati kelompok atau organisasi yang menurut mereka punya lumbung suara.

Yang menjadi kekhawatiran publik adalah agama yang dijadikan kendaraan politik. Masykuri Abdillah, Guru Besar dan Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta pernah menulis, Keterlibatan agama dalam politik dapat dibedaaan antara legitimasi keagamaan dan politisisasi agama.

Legitimasi keagamaan adalah penggunaan agama sebagai alat untuk memperkuat pemikiran dan tindakan seseorang atau suatu kelompok, baik dalam bentuk aspirasi politik, keputusan politik, atau gerakan politik melawan kezaliman. Sedangkan politisasi agama adalah penggunaan agama atau simbol-simbol agama sebagai alat untuk mendapatkan tujuantujuan politik atau untuk memobilisasi massa dalam memenangkan calon tertentu dalam pemilihan jabatan publik.

Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kalteng, H Bulkani Ardiansyah menyampaikan pandangannya soal politisasi agama. Politik identitas keagamaan tidak boleh digunakan sebagai alat politik praktis, seperti kampanye dan lain sebagainya.

“Hal itu berpotensi dapat membawa perpecahan di kalangan umat beragama yang ada di Kalteng. dan harus dicegah, karena bisa jadi pemicu perpecahan di kalangan umat beragama. Jangan sampai itu terjadi di Kalteng,” kata Bulkani kepada Kalteng Pos (grup prokalteng.co) lewat pesan WhatsApp, Sabtu (14/1).

FKUB Kalteng punya peran besar dalam mencegah pemanfaatan identitas keagamaan itu agar tidak dijadikan alat politik praktis. Melalui upaya membangun narasi yang menyejukkan dan moderat di tengah masyarakat, serta edukasi tiada henti untuk dapat membentuk para pemilih cerdas. Untuk itu penyelenggaraan politik praktis yang bebas dari unsur membawa-bawa identitas keagamaan dapat dilakukan.

Baca Juga :  Serahkan BLT DD di Tumbang Manjul, Bupati Seruyan Berpesan Begini

Bulkani menyebut selama ini pihaknya telah mengupayakan beberapa hal agar dapat mencegah dan menanggulangi politik beridentitas keagamaan ini, salah satunya seperti melakukan edukasi melalui sekolah moderasi yang melibatkan berbagai tokoh agama dan tokoh masyarakat.

Sekolah moderasi itu diadakan sebagai wadah komunikasi masyarakat lintas agama yang bertujuan untuk menanamkan pandangan keagamaan yang moderat, dengan cara memahami agama dan aliran keagamaan orang lain. Bulkani menyebut sekolah moderasi itu sudah dilakukan pada tahun 2022 kemarin dengan dua kali pertemuan.

Setiap pertemuan membawa materi tentang agama dan aliranaliran keagamaan. Adapun pemateri dalam sekolah moderasi itu berasal dari pemuka lima agama yang ada di masyarakat. “Pesertanya sendiri adalah seluruh pengurus FKUB se-Kalteng, plus tokoh-tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, masyarakat umum, itu kita laksanakan secara daring,” bebernya.

Sekolah moderasi menyediakan ruang komunikasi terbuka bagi seluruh elemen masyarakat yang ada. Lewat komunikasi intens itu akan terhindar kesalahpahaman, gesekan, atau politik identitas keagamaan yang dapat mengganggu kerukunan antarumat beragama.

Hal itu karena sudah terbentuk pemahaman yang baik untuk saling menghargai dan menjaga persatuan di tengah masyarakat. Politik praktis yang berbau identitas keagamaan, di mana pihak tertentu merasa superior atau inferior terhadap agama yang ia peluk, akan terhindar.

“Dari pemahaman itu akan muncul saling pengertian dan saling menghormati, tanpa melunturkan nilai-nilai kepercayaan atau aqidah masing-masing. Salah satu implementasinya di lapangan adalah upaya menghindari penggunaan agama dalam kegiatan politik praktis,” jelasnya.

Agar penyelenggaraan politik praktis ke depannya bebas dari pembawaan identitas keagamaan, Bulkani, atas nama FKUB Kalteng mengimbau kepada segenap pihak terkait dan elemen masyarakat di Bumi Tambun Bungai agar dapat menghindari penggunaan identitas keagamaan dalam politik praktis.

Baca Juga :  Perda Dinilai Beri Kepastian Hukum

“Harapannya melalui itu nantinya masyarakat pemilih dapat dibuat lebih cerdas dalam memilih, sesuai dengan kapasitas dan kapabilitas orang atau partai yang akan dipilih, jauh dari pemikiran politik yang membawa identitas agama,” tandasnya.

Mencegah dan mengupayakan agar politik identitas berbau agama tidak marak di masyarakat tidak hanya harus diupayakan oleh masyarakat, orang yang bergerak di dunia politik, ormas, dan pemerintah saja, melainkan juga para tokoh agama sendiri. Kementerian agama (Kemenag) harus bersih dari penyelenggaraan politik praktis, apalagi yang berbau keagamaan.

Hal itu karena Kemenag merupakan garda terdepan untuk memberikan contoh di tengah-tengah masyarakat. Hal itu telah sebelumnya telah diutarakan oleh Kepala Kanwil Kemenag Kalteng H Ahmad Noor Fahmi. Ia mengatakan karena tahun ini mendekati tahun politik pihak Kemenag RI berikut tokoh agama yang ada di dalamnya betul-betul menjadi garda terdepan di tengah-tengah masyarakat untuk memberikan contoh bahwa orang Kemenag jangan ikut berpolitik dan perlu dilakukan pencegahan jika ada politik yang masuk ke rumah-rumah ibadah.

“Itu sangat bertentangan sekali dengan aturan sehingga mari kita jaga kerukunan umat beragama di Kalteng ini agar dikedepankan kerukunan umat beragama baik interen ataupun antar umat beragama,” ujarnya usai menghadiri upacara Hari Amal Bakti ke-77 di Kantor Gubernur Kalteng, dua pekan lalu. Untuk mencegah agar politk itu tidak masuk ke rumah ibadah, Fahmi menyebut pihaknya melakukan imbauan kepada pengelola rumah-rumah ibadah agar jangan sampai masuk politik praktis seperti kampanye dan lain-lainnya di rumah ibadah.

“Sudah kita lakukan imbauan kepada masyarakat dan tokoh-tokoh agama untuk menghindari politik masuk ke rumah ibadah itu,” tandasnya.(dan/jpc/ram.kpg)

Terpopuler

Artikel Terbaru