PROKALTENG.CO – PP Muhammadiyah mengeluarkan surat keputusan (SK) yang mengatur ketentuan pencalegan. Pengurus yang maju sebagai caleg diharuskan nonaktif dari jabatannya. Baik caleg DPR RI, DPRD, maupun DPD RI. Aturan itu berlaku sejak daftar calon tetap (DCT) diputuskan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Aturan tersebut tertuang dalam SK tentang ketentuan pencalonan anggota DPR RI/DPRD dan DPD dari lingkungan Persyarikatan Muhammadiyah. SK itu langsung ditandatangani Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dan Sekretaris PP Muhammadiyah Muhammad Sayuti pada 18 September 2023.
Pimpinan persyarikatan beserta anggota pimpinan unsur pembantu pimpinan yang mencalonkan diri menjadi anggota DPR RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dinyatakan nonaktif dari jabatannya. Apabila terpilih, mereka dinyatakan berhenti dari jabatannya. ”Apabila tidak terpilih, dapat kembali aktif sebagai pimpinan dan unsur pembantu pimpinan,” terang Haedar dalam keterangan resminya.
Ketentuan tersebut, lanjut Haedar, juga berlaku bagi pimpinan organisasi otonom dan pimpinan amal usaha Muhammadiyah. Mereka yang mencalonkan diri menjadi anggota DPR RI dan DPRD dinyatakan nonaktif dari jabatannya. Jika terpilih, mereka dinyatakan berhenti dari jabatannya. Tapi, kalau tidak terpilih, bisa kembali aktif sebagai pimpinan.
Selanjutnya, pimpinan harian persyarikatan, seperti ketua dan wakil ketua, sekretaris dan wakil sekretaris, serta bendahara dan wakil bendahara, yang mencalonkan diri menjadi anggota DPD RI, dinyatakan nonaktif dari jabatannya. Jika terpilih, mereka dinyatakan berhenti dari jabatannya. ”Tetapi tetap sebagai anggota pimpinan persyarikatan,” terang Haedar.
Hal itu juga berlaku bagi anggota pimpinan unsur pembantu pimpinan dan pimpinan organisasi otonom yang maju sebagai anggota DPD RI. Mereka juga dinyatakan nonaktif dari jabatannya. Apabila terpilih, mereka dinyatakan berhenti dari jabatannya. Jika tidak terpilih, mereka dapat kembali aktif.
Haedar mengatakan, penonaktifan dan pemberhentian pimpinan persyarikatan, anggota pimpinan unsur pembantu pimpinan, pimpinan organisasi otonom, pimpinan amal usaha, dan tenaga tetap/tidak tetap amal usaha Muhammadiyah di semua tingkat dilakukan pimpinan persyarikatan di atasnya atau pimpinan amal usaha yang mengangkatnya.
”Penonaktifan berlaku sejak mulai penetapan DCT oleh KPU setempat. Sampai penetapan hasil Pemilu 2024 mendatang,” tambah guru besar sosiologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) itu.
Adapun pemberhentian pengurus yang lolos menjadi anggota dewan berlaku sejak pelantikan yang dilakukan pimpinan lembaga negara masing-masing atau sejak ditetapkannya hasil pemilu. ”Anggota dewan dituntut untuk memusatkan perhatian, pikiran, serta tenaganya secara serius dan optimal pada tugasnya,” tutur dia. (pri/jawapos.com)