WAKIL Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif
mengatakan, banyak perusahaan tambang, minyak dan gas (migas) yang belum
melunasi royalti dan pajak. Jumlahnya,
kata dia, cukup fantastis. Mencapai triliunan rupiah.
“Bukan ratusan juta rupiah.
Tapi triliunan. Untuk migas kita sudah bilang ke Menteri Keuangan, banyak yang
belum bayar, mencapai triliunan rupiah,” ujar Laode saat diskusi bertajuk
Quo Vadis Korupsi Sumber Daya Alam Indonesia di Gedung Merah Putih KPK,
Jakarta, Selasa (16/7/2019).
Diskusi digelar dalam rangka
refleksi lima tahun perjalanan Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam
(GNPSDA). Laode mengatakan, sawit pajak turun ketika luas lahan sawit
bertambah.
“Kebijakan yang tepat akan
mendatangkan manfaat buat negara dan masyarakat. KPK sangat serius dan
menjadikan ini kerja serius. Sektor ini (SDA) paling banyak korupsi. Di mana
banyak uang, disitu banyak korupsi,” beber dia.
Menurut dia, APBN dan APBD
mudah diukur. Bila anggaran Rp 1 miliar
untuk rumah, sedangkan ahli mengatakan Rp 600 juta, maka patut diduga ada
markup.
“Jadi itu bisa diukur. Beda
kalau pendapatan? Susah. Berapa royalti yang didapat dari tambang. Hanya yang
punya tambang dan yang mengawasi yang tahu. Contoh di Papua, dulu yang
dilaporkan tembaga. Emasnya tidak. Dibawa keluar. Dulu seperti itu. Sekarang
tidak,” beber Laode.
Dia menambahkan, SDA merupakan
masa depan bangsa. Sebelum ada GNPSDA, tidak diketahui besaran harga untuk izin
tambang. Kini tidak lagi. “Namun dari jumlah yang diketahui itu mana yang
patuh, punya NPWP. Sekarang sekurang-kurangnya punya data. Sekarang kita tahu,
perusahaan mana misalnya yang belum bayar pajak atau royaltinya kurang,”
jelas Laode.
Meski demikian, sambung dia,
paling penting saat ini adalah melaksanakan regulasi hingga 80 persen saja
sudah bagus. “Regulasi kita sudah bagus, memang masih ada yang tumpang
tindih. Namun secara umum sudah bagus. Tinggal dijalankan saja,” pungkas
dia. (dai/indopos/kpc)