27.1 C
Jakarta
Tuesday, April 1, 2025

Inilah Daftar Bahan Pokok yang Akan Ditarik Pajak

JAKARTA, PROKALTENG.CO – Rencana pemerintah menerapkan pajak bahan pokok berupa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) memicu kontroversi. Pengenaan pajak bahan pokok itu didasarkan atas Revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).

Dalam Pasal 4A RUU KUP, bahan pokok ternyata dihapus dalam kelompok jenis barang yang tidak dikenakan PPN.

Hal ini berbeda dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 144 Tahun 2000 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.010/2017.

Dalam aturan tersebut, bahan pokok dianggap sebagai barang yang sangat dibutuhkan rakyat sehingga tidak dikenakan PPN.

Rencana penerapan pajak bahan pokok ini mendapat tentangan dari banyak pihak. Alasannya, bahan pokok adalah barang kebutuhan pokok sehari-hari yang dicari masyarakat dan industri makanan serta minuman.

Banyak pula pihak yang memprediksi kebijakan ini bakal memberikan dampak buruk pada perekonomian masyarakat dan nasional.

Berdasarkan draft RUU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP), terdapat 13 jenis bahan pokok yang dikenakan PPN.

Berikut daftar lengkap bahan pokok kena pajak berdasarkan draft RUU KUP:

1. Beras dan Gabah; 2. Jagung; 3. Sagu; 4. Kedelai; 5. Garam konsumsi;  6. Gula konsumsi; 7. Daging; 8. Telur; 9. Susu; 10. Buah-buahan; 11. Sayur-sayuran; 12. Ubi-ubian dan 13. Bumbu-bumbuan

Baca Juga :  OJK Temukan 297 Fintech Ilegal

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani tak menyangka penerapan Pajak Penambahan Nilai (PPN) bahan pokok bakal membikin gaduh.

Tidak saja gaduh, rencana pajak bahan pokok itu juga langsung panen penolakan dari berbagai kalangan. Bukan saja dari masyarakat, tapi penolakan juga datang dari DPR RI.

Sri Mulyani bahkan dicecar pertanyaan terkait pajak bahan pokok dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Kamis (10/6/2021).

Akan tetapi, Sri Mulyani mengaku tak bisa menjelaskan secara rinci terkait kebijakan yang tertuang dalam Revisi Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) itu.

Alasan yang dikemukakan Sri adalah lantaran draf RUU KUP memang belum disampaikam ke Paripurna DPR RI. “RUU KUP sampai hari ini belum disampaikan di Paripurna. Kami tentu dari sisi etika politik belum bisa menjelaskan ke publik sebelum ini dibahas,” jawan Sri Mulyani menjawab cecaran pertanyaan.

Ia menyatakan, dokumen RUU KUP merupakan dokumen publik yang akan disampaikan ke DPR melalui Surat Presiden.

Baca Juga :  Hokben Hadir di Palangka Raya

Atas hal itu pula, ia menyayangkan draf RUU KUP lebih dulu bocor ke publik sebelum dibahas secara menyeluruh hingga dibawa ke Paripurna DPR RI. “Memang ini situasinya menjadi agak kikuk, karena memang ternyata dokumennya sudah keluar, karena sudah dikirimkan kepada DPR juga,” tuturnya.

Sri pun kembali menekankan bahwa pihaknya masih belum bisa menjelaskan terkait rencana penerapan pajak bahan pokok. “Sehingga kami dalam posisi tidak bisa menjelaskan keseluruhan arsitektur dari perpajakan kita,” imbuh dia.

Sri mengakui, beredarnya draft RUU KUP itu telah memantik kegaduhan. Ia menyebut, bahwa hal itu dikarenakan penafsiran yang dilakukan pihak-phak tertentu. “Yang keluar sepotong-sepotong yang kemudian di-blow-up seolah-olah menjadi sesuatu yang tidak mempertimbangkan situasi hari ini. Padahal, hari ini fokus kita itu adalah pemulihan ekonomi,” tandasnya.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengaku telah menyiapkan opsi tarif pajak bahan pokok. Salah satunya adalah opsi pengenaan tarif satu persen.

Akan tetapi, ada yang menyebutkan bahwa tarif PPN bahan pokok ini bakal dikenakan hingga lima persen.

JAKARTA, PROKALTENG.CO – Rencana pemerintah menerapkan pajak bahan pokok berupa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) memicu kontroversi. Pengenaan pajak bahan pokok itu didasarkan atas Revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).

Dalam Pasal 4A RUU KUP, bahan pokok ternyata dihapus dalam kelompok jenis barang yang tidak dikenakan PPN.

Hal ini berbeda dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 144 Tahun 2000 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.010/2017.

Dalam aturan tersebut, bahan pokok dianggap sebagai barang yang sangat dibutuhkan rakyat sehingga tidak dikenakan PPN.

Rencana penerapan pajak bahan pokok ini mendapat tentangan dari banyak pihak. Alasannya, bahan pokok adalah barang kebutuhan pokok sehari-hari yang dicari masyarakat dan industri makanan serta minuman.

Banyak pula pihak yang memprediksi kebijakan ini bakal memberikan dampak buruk pada perekonomian masyarakat dan nasional.

Berdasarkan draft RUU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP), terdapat 13 jenis bahan pokok yang dikenakan PPN.

Berikut daftar lengkap bahan pokok kena pajak berdasarkan draft RUU KUP:

1. Beras dan Gabah; 2. Jagung; 3. Sagu; 4. Kedelai; 5. Garam konsumsi;  6. Gula konsumsi; 7. Daging; 8. Telur; 9. Susu; 10. Buah-buahan; 11. Sayur-sayuran; 12. Ubi-ubian dan 13. Bumbu-bumbuan

Baca Juga :  OJK Temukan 297 Fintech Ilegal

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani tak menyangka penerapan Pajak Penambahan Nilai (PPN) bahan pokok bakal membikin gaduh.

Tidak saja gaduh, rencana pajak bahan pokok itu juga langsung panen penolakan dari berbagai kalangan. Bukan saja dari masyarakat, tapi penolakan juga datang dari DPR RI.

Sri Mulyani bahkan dicecar pertanyaan terkait pajak bahan pokok dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Kamis (10/6/2021).

Akan tetapi, Sri Mulyani mengaku tak bisa menjelaskan secara rinci terkait kebijakan yang tertuang dalam Revisi Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) itu.

Alasan yang dikemukakan Sri adalah lantaran draf RUU KUP memang belum disampaikam ke Paripurna DPR RI. “RUU KUP sampai hari ini belum disampaikan di Paripurna. Kami tentu dari sisi etika politik belum bisa menjelaskan ke publik sebelum ini dibahas,” jawan Sri Mulyani menjawab cecaran pertanyaan.

Ia menyatakan, dokumen RUU KUP merupakan dokumen publik yang akan disampaikan ke DPR melalui Surat Presiden.

Baca Juga :  Hokben Hadir di Palangka Raya

Atas hal itu pula, ia menyayangkan draf RUU KUP lebih dulu bocor ke publik sebelum dibahas secara menyeluruh hingga dibawa ke Paripurna DPR RI. “Memang ini situasinya menjadi agak kikuk, karena memang ternyata dokumennya sudah keluar, karena sudah dikirimkan kepada DPR juga,” tuturnya.

Sri pun kembali menekankan bahwa pihaknya masih belum bisa menjelaskan terkait rencana penerapan pajak bahan pokok. “Sehingga kami dalam posisi tidak bisa menjelaskan keseluruhan arsitektur dari perpajakan kita,” imbuh dia.

Sri mengakui, beredarnya draft RUU KUP itu telah memantik kegaduhan. Ia menyebut, bahwa hal itu dikarenakan penafsiran yang dilakukan pihak-phak tertentu. “Yang keluar sepotong-sepotong yang kemudian di-blow-up seolah-olah menjadi sesuatu yang tidak mempertimbangkan situasi hari ini. Padahal, hari ini fokus kita itu adalah pemulihan ekonomi,” tandasnya.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengaku telah menyiapkan opsi tarif pajak bahan pokok. Salah satunya adalah opsi pengenaan tarif satu persen.

Akan tetapi, ada yang menyebutkan bahwa tarif PPN bahan pokok ini bakal dikenakan hingga lima persen.

Terpopuler

Artikel Terbaru