33.5 C
Jakarta
Saturday, April 20, 2024

Teras Narang ke Kabupaten Kotim, Awasi dan Inventarisir Sektor Perkebunan

PROKALTENG.CO – Ada sejumlah provinsi yang mengandalkan perkebunan sebagai salah satu penopang perekonomiannya, termasuk Provinsi Kalimantan Tengah. Meski demikian, masih banyak isu di sektor perkebunan yang belum menjawab rasa keadilan bagi masyarakat dan daerah.

Ini yang menjadi salah satu alasan, Anggota DPD RI Agustin Teras Narang dari Komite II DPD RI turun melakukan pengawasan dan inventarisir masalah sektor perkebunan ke Kabupaten Kotawaringin Timur, Senin (6/2/2023).

Di hadapan Wakil Bupati Kotim, Irawati dan jajaran, Teras Narang menyampaikan bahwa Pemerintah Provinsi Kalteng telah meiliki Perda No 5 tahun 2011 tentang Pengelolaan Usaha Perkebunan Berkelanjutan yang sudah lebih dahulu hadir daripada UU No 39 tahun 2014 tentang Perkebunan.

“Dengan adanya Perda itu, artinya Provinsi Kalimantan Tengah sudah bersiap diri dalam menghadapi ledakan dari masalah perkebunan khususnya sawit. Di satu sisi perusahaan perkebunan ingin kepastian, masyarakat juga ingin kemanfaatan. Biasanya problema ini terjadi saat kita bicara keadilan dan kemanfaatan,” ujar Gubernur Kalimantan Tengah periode 2005-2015 ini.

Baca Juga :  Bersama Warga, Bersihkan Drainase Sepanjang 200 Meter

Pada satu sisi, Teras mengaku memahami keinginan masyarakat adat untuk memiliki hutan adat sebagai wadah pemeliharaan kebudayaan sekaligus area konservasi. Namun luasnya tidak seberapa  dan itu pun yang diberikan bukanlah sungguh kawasan hutan. Sehingga isu keadilan bagi masyarakat adat dan investasi, khususnya sektor perkebunan jadi butuh perhatian.

“Untuk itu Komite II ingin mendengar kesulitan-kesulitan di sektor perkebunan termasuk masalah 20 persen luasan untuk kepentingan masyarakat, khususnya bagi perkebunan yang sudah memegang Hak Guna Usaha, apalagi sudah diagunkan ke perbankan akan sulit membagi 20 persen untuk masyarakat,” jelasnya.

Tentu ini salah satu dilema bagi Kalteng, tambah Teras, karena mengacu pada Perda No 5 Tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2015 – 2035, di situ lahan kawasan hutan disebut lebih kurang 82 persen. Artinya yang non kawasan hutan hanya sisanya. Tentu tidak mudah bagi perusahaan perkebunan maupun masyarakat dengan kondisi demikian.

Baca Juga :  Ombudsman Kalteng Sebut Kerumunan Vaksinasi Dikarenakan Kelalaian

“Daerah sendiri selama ini tak punya kewenangan luas dalam mengurai masalah penataan tata ruang wilayah. Terlebih setelah lahirnya UU Cipta Kerja yang semakin mengurangi peran daerah dalam menata wilayahnya sendiri,” ungkapnya.

Semestinya pemerintah pusat, sesuai semangat reformasi dan otonomi daerah, memberikan kewenangan seluas-luasnya bagi daerah namun dengan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria atau NSPK. Dalam tata kelola pemerintahan, NSPK inilah dengan Standar Pelayanan Minimal yang mencegah terjadinya pelanggaran kewenangan oleh kepala daerah dan memastikan arah pelayanan publik serta pembangunan dapat berjalan baik.

“Kementerian terkait, khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, yang hadir dalam kesempatan ini diharapkan mencatat dan menindaklanjuti permasalahan di sektor perkebunan dan pertanahan. Demikian agar sektor perkebunan sungguh bermanfaat dan memiliki kepastian, serta memberikan rasa keadilan bagi masyarakat Kalteng,” tandas Anggota DPD RI ini.

PROKALTENG.CO – Ada sejumlah provinsi yang mengandalkan perkebunan sebagai salah satu penopang perekonomiannya, termasuk Provinsi Kalimantan Tengah. Meski demikian, masih banyak isu di sektor perkebunan yang belum menjawab rasa keadilan bagi masyarakat dan daerah.

Ini yang menjadi salah satu alasan, Anggota DPD RI Agustin Teras Narang dari Komite II DPD RI turun melakukan pengawasan dan inventarisir masalah sektor perkebunan ke Kabupaten Kotawaringin Timur, Senin (6/2/2023).

Di hadapan Wakil Bupati Kotim, Irawati dan jajaran, Teras Narang menyampaikan bahwa Pemerintah Provinsi Kalteng telah meiliki Perda No 5 tahun 2011 tentang Pengelolaan Usaha Perkebunan Berkelanjutan yang sudah lebih dahulu hadir daripada UU No 39 tahun 2014 tentang Perkebunan.

“Dengan adanya Perda itu, artinya Provinsi Kalimantan Tengah sudah bersiap diri dalam menghadapi ledakan dari masalah perkebunan khususnya sawit. Di satu sisi perusahaan perkebunan ingin kepastian, masyarakat juga ingin kemanfaatan. Biasanya problema ini terjadi saat kita bicara keadilan dan kemanfaatan,” ujar Gubernur Kalimantan Tengah periode 2005-2015 ini.

Baca Juga :  Bersama Warga, Bersihkan Drainase Sepanjang 200 Meter

Pada satu sisi, Teras mengaku memahami keinginan masyarakat adat untuk memiliki hutan adat sebagai wadah pemeliharaan kebudayaan sekaligus area konservasi. Namun luasnya tidak seberapa  dan itu pun yang diberikan bukanlah sungguh kawasan hutan. Sehingga isu keadilan bagi masyarakat adat dan investasi, khususnya sektor perkebunan jadi butuh perhatian.

“Untuk itu Komite II ingin mendengar kesulitan-kesulitan di sektor perkebunan termasuk masalah 20 persen luasan untuk kepentingan masyarakat, khususnya bagi perkebunan yang sudah memegang Hak Guna Usaha, apalagi sudah diagunkan ke perbankan akan sulit membagi 20 persen untuk masyarakat,” jelasnya.

Tentu ini salah satu dilema bagi Kalteng, tambah Teras, karena mengacu pada Perda No 5 Tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2015 – 2035, di situ lahan kawasan hutan disebut lebih kurang 82 persen. Artinya yang non kawasan hutan hanya sisanya. Tentu tidak mudah bagi perusahaan perkebunan maupun masyarakat dengan kondisi demikian.

Baca Juga :  Ombudsman Kalteng Sebut Kerumunan Vaksinasi Dikarenakan Kelalaian

“Daerah sendiri selama ini tak punya kewenangan luas dalam mengurai masalah penataan tata ruang wilayah. Terlebih setelah lahirnya UU Cipta Kerja yang semakin mengurangi peran daerah dalam menata wilayahnya sendiri,” ungkapnya.

Semestinya pemerintah pusat, sesuai semangat reformasi dan otonomi daerah, memberikan kewenangan seluas-luasnya bagi daerah namun dengan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria atau NSPK. Dalam tata kelola pemerintahan, NSPK inilah dengan Standar Pelayanan Minimal yang mencegah terjadinya pelanggaran kewenangan oleh kepala daerah dan memastikan arah pelayanan publik serta pembangunan dapat berjalan baik.

“Kementerian terkait, khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, yang hadir dalam kesempatan ini diharapkan mencatat dan menindaklanjuti permasalahan di sektor perkebunan dan pertanahan. Demikian agar sektor perkebunan sungguh bermanfaat dan memiliki kepastian, serta memberikan rasa keadilan bagi masyarakat Kalteng,” tandas Anggota DPD RI ini.

Terpopuler

Artikel Terbaru