26.3 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

GAPKI Dorong Pemkab Kobar Beri Lakukan Sosialisasi

SK KLHK Dinilai Munculkan Konflik Baru di Masyarakat

PANGKALAN BUN, PROKALTENG.CO – Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Komisariat Kabupaten Kotawaringin Barat mendorong agar pemerintah kabupaten setempat mengeluarkan sikap terkait terbitnya surat keputusan Kementerian LHK tentang pencabutan izin konsesi kawasan hutan.

Pengurus GAPKI Komisariat Kobar Kushartono mengungkapkan, pasca terbitnya SK KLHK tersebut menimbulkan keresahan di kalangan investor. Pasalnya, SK itu diduga dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu untuk melakukan aksi diluar ketentuan hukum yang berlaku, seperti penjarahan, klaim lahan dan lain sebagainya.

Untuk itu, kata Kushartono, GAPKI Komisariat Kotawaringin Barat berharap Pemkab Kotawaringin Barat dapat melakukan sebagaimana yang dilakukan Pemkab Kotawaringin Timur, yakni menerbitkan surat edaran atau sosialisasi SK KLHK tersebut belum sah dan belum bisa dipertanggungjawabkan keabsahannya sesuai norma yang berlaku.

“Kami berharap ada langkah dan upaya dari pemerintah mengatasi permasalahan ini. Kami sendiri sudah melakukan koordinasi agar Pemkab Kobar melakukan hal yang sama seperti di Kotim,” katanya.

Baca Juga :  MPLS, Tidak Boleh Melakukan Perpeloncoan dan Perundungan

Seperti yang tertuang dalam surat Bupati Kotim, bahwa SK yang beredar tersebut bukan mencabut izin lokasi, HGU atau IUP yang sudah dimiliki pihak investor. Namun yang dicabut adalah pemanfaatan kawasan hutannya atau pelepasan, pinjam pakai, tukar menukar kawasan hutan.

Adanya peran pemerintah dari tingkat desa hingga kecamatan dalam melakukan sosialisasi harapannya bisa meredam dan tidak ada aksi-aksi yang dilakukan diluar koridor hukum yang ada. Akibatnya, sejumlah perkebunan kelapa sawit pasca beredarnya SK tersebut banyak oknum masyarakat melakukan penjarahan bahkan klaim kepemilikan lahan di kawasan perkebunan yang nota bene juga memiliki izin-izin serta telah mengikuti aturan pemerintah.

Jika hal ini tidak segera disikapi maka ia khawatir akan menimbulkan konflik lebih luas. Tidak hanya konflik antar perusahaan dengan masyarakat tapi juga berpotensi konflik masyarakat antar masyarakat.

Baca Juga :  Sedekah Kepada Alam, Habib Ismail Tanam Ratusan Pohon di Bukit Cinta

“Semoga Pemkab Kobar segera merespon seperti halnya yang dilakukan oleh pemkab Kotim, supaya potensi konflik tersebut bisa dihindari,” pintanya.

Salah satu anggota GAPKI Kobar, Dimas Setyawan menambahkan, SK Menteri LHK itu memang dinilai tidak jelas dan banyak kesimpangsiuran yang muncul dampak SK tersebut. Hal itu dapat berakibat negatif terhadap investasi.

“Untuk itu kami berharap pemerintah daerah harus tegas menyikapinya, termasuk melakukan sosialisasi kepada stakeholder. Dampaknya konflik di masyarakat bermunculan. Karena oknum masyarakat tidak jarang selalu menggunakan berbagai cara untuk memuluskan rencananya yang dapat menimbulkan potensi konflik,” ujarnta.

Begitu juga dengan anggota GAPKI lainnya, Ramli menambahkan, bahwa munculnya SK tersebut tidak serta merta menghentikan operasi perusahaan. Maka diperlukan sosialisasi pemahaman sehingga tidak disalahartikan oleh oknum masyarakat.

“Kami  berharap pemerintah turut memberikan pemahaman sehingga semua tetap bisa berjalan sesuai koridor yang ada,” ujarnya. (son)

PANGKALAN BUN, PROKALTENG.CO – Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Komisariat Kabupaten Kotawaringin Barat mendorong agar pemerintah kabupaten setempat mengeluarkan sikap terkait terbitnya surat keputusan Kementerian LHK tentang pencabutan izin konsesi kawasan hutan.

Pengurus GAPKI Komisariat Kobar Kushartono mengungkapkan, pasca terbitnya SK KLHK tersebut menimbulkan keresahan di kalangan investor. Pasalnya, SK itu diduga dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu untuk melakukan aksi diluar ketentuan hukum yang berlaku, seperti penjarahan, klaim lahan dan lain sebagainya.

Untuk itu, kata Kushartono, GAPKI Komisariat Kotawaringin Barat berharap Pemkab Kotawaringin Barat dapat melakukan sebagaimana yang dilakukan Pemkab Kotawaringin Timur, yakni menerbitkan surat edaran atau sosialisasi SK KLHK tersebut belum sah dan belum bisa dipertanggungjawabkan keabsahannya sesuai norma yang berlaku.

“Kami berharap ada langkah dan upaya dari pemerintah mengatasi permasalahan ini. Kami sendiri sudah melakukan koordinasi agar Pemkab Kobar melakukan hal yang sama seperti di Kotim,” katanya.

Baca Juga :  MPLS, Tidak Boleh Melakukan Perpeloncoan dan Perundungan

Seperti yang tertuang dalam surat Bupati Kotim, bahwa SK yang beredar tersebut bukan mencabut izin lokasi, HGU atau IUP yang sudah dimiliki pihak investor. Namun yang dicabut adalah pemanfaatan kawasan hutannya atau pelepasan, pinjam pakai, tukar menukar kawasan hutan.

Adanya peran pemerintah dari tingkat desa hingga kecamatan dalam melakukan sosialisasi harapannya bisa meredam dan tidak ada aksi-aksi yang dilakukan diluar koridor hukum yang ada. Akibatnya, sejumlah perkebunan kelapa sawit pasca beredarnya SK tersebut banyak oknum masyarakat melakukan penjarahan bahkan klaim kepemilikan lahan di kawasan perkebunan yang nota bene juga memiliki izin-izin serta telah mengikuti aturan pemerintah.

Jika hal ini tidak segera disikapi maka ia khawatir akan menimbulkan konflik lebih luas. Tidak hanya konflik antar perusahaan dengan masyarakat tapi juga berpotensi konflik masyarakat antar masyarakat.

Baca Juga :  Sedekah Kepada Alam, Habib Ismail Tanam Ratusan Pohon di Bukit Cinta

“Semoga Pemkab Kobar segera merespon seperti halnya yang dilakukan oleh pemkab Kotim, supaya potensi konflik tersebut bisa dihindari,” pintanya.

Salah satu anggota GAPKI Kobar, Dimas Setyawan menambahkan, SK Menteri LHK itu memang dinilai tidak jelas dan banyak kesimpangsiuran yang muncul dampak SK tersebut. Hal itu dapat berakibat negatif terhadap investasi.

“Untuk itu kami berharap pemerintah daerah harus tegas menyikapinya, termasuk melakukan sosialisasi kepada stakeholder. Dampaknya konflik di masyarakat bermunculan. Karena oknum masyarakat tidak jarang selalu menggunakan berbagai cara untuk memuluskan rencananya yang dapat menimbulkan potensi konflik,” ujarnta.

Begitu juga dengan anggota GAPKI lainnya, Ramli menambahkan, bahwa munculnya SK tersebut tidak serta merta menghentikan operasi perusahaan. Maka diperlukan sosialisasi pemahaman sehingga tidak disalahartikan oleh oknum masyarakat.

“Kami  berharap pemerintah turut memberikan pemahaman sehingga semua tetap bisa berjalan sesuai koridor yang ada,” ujarnya. (son)

Terpopuler

Artikel Terbaru