30 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Pemerintah Harus Memahami Pengelolaan Aset dengan Baik

SAMPIT,
PROKALTENG.CO
Ketua
Komisi I DPRD Kabupaten Kotawarimgin Timur (Kotim) Agus Suryantara meminta
kepada pemerintah daerah supaya bisa melakukan tata kelola aset daerah. Pemerintah
harus memahami pola pengelolaannya dengan baik.

“Pemahaman akan
aset bisa berbeda antara ilmu perencanaan, manajemen keuangan, dan akuntansi.
Aset daerah diperoleh dari dua sumber, yaitu dari anggaran pendapatan dan
belanja daerah (APBD) dan dari luar APBD,” terang, Agus Kamis (7/1).

Dia juga mengatakan
pertama, aset yang bersumber dari pelaksanaan APBD merupakan output atau
outcome dari terealisasinya belanja modal dalam satu tahun anggaran. Kedua, aset
yang bersumber dari luar pelaksanaan APBD. Dalam hal ini, pemerolehan aset
tidak dikarenakan adanya realisasi anggaran daerah, baik anggaran belanja modal
maupun belanja pegawai dan belanja barang dan jasa.

Baca Juga :  Bersinergi dan Bekerjasama Menjaga Situasi Kamtibmas

“Sudah jelas dalam
aturan pengelolaan aset daerah di dalam PP No.6 tahun 2006 tentang Pengelolaan
Barang Milik Daerah, yang kemudian ditindaklanjuti dengan Permendagri No.17
tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah,” ujar Agus.

Menurutnya walaupun
sudah ada aturan yang sangat rinci, persoalan aset daerah hingga saat ini masih
mengalami beberapa kendala, salah satu persoalan yang muncul terkait dengan
proses perencanaan dan penganggaran. Dalam praktik pengelolaan aset daerah,
sering dianggarkan sesuatu yang tidak dibutuhkan, sedangkan yang dibutuhkan
tidak dianggarkan.

Hal ini bisa terjadi
karena adanya kepentingan-kepentingan tertentu, seperti rente yang diterima
oleh aparatur daerah sebelum pengadaan barang dilaksanakan.

“Persoalan lainnya
seperti pada kasus pengadaan barang atau jasa, tahapan ini paling sulit karena
selain rawan dengan praktik korupsi, ancaman menjadi tersangka cukup besar.
Oleh karena itu, masalah yang paling sering muncul adalah mekanisme
pengadaannya penunjukan langsung, pemilihan langsung, atau tender bebas,”
ucap Agus.

Baca Juga :  Harga Karet Bisa Stabil, Jika Membangun Pabrik di Batara

Politisi Partai PDI
Perjuangan ini juga mengatakan beberapa aparatur daerah sering tidak bersedia
menjadi panitia pengadaan karena takut terjerat kasus korupsi. Meskipun
aparatur daerah telah mengikuti ujian sertifikasi sebagai syarat menjadi
panitia pengadaan barang dan jasa sesuai Keppres No.80/2003, umumnya mereka
lebih senang untuk tidak lulus sehingga tidak bertanggungjawab terhadap proses
pengadaan barang dan jasa.

SAMPIT,
PROKALTENG.CO
Ketua
Komisi I DPRD Kabupaten Kotawarimgin Timur (Kotim) Agus Suryantara meminta
kepada pemerintah daerah supaya bisa melakukan tata kelola aset daerah. Pemerintah
harus memahami pola pengelolaannya dengan baik.

“Pemahaman akan
aset bisa berbeda antara ilmu perencanaan, manajemen keuangan, dan akuntansi.
Aset daerah diperoleh dari dua sumber, yaitu dari anggaran pendapatan dan
belanja daerah (APBD) dan dari luar APBD,” terang, Agus Kamis (7/1).

Dia juga mengatakan
pertama, aset yang bersumber dari pelaksanaan APBD merupakan output atau
outcome dari terealisasinya belanja modal dalam satu tahun anggaran. Kedua, aset
yang bersumber dari luar pelaksanaan APBD. Dalam hal ini, pemerolehan aset
tidak dikarenakan adanya realisasi anggaran daerah, baik anggaran belanja modal
maupun belanja pegawai dan belanja barang dan jasa.

Baca Juga :  Bersinergi dan Bekerjasama Menjaga Situasi Kamtibmas

“Sudah jelas dalam
aturan pengelolaan aset daerah di dalam PP No.6 tahun 2006 tentang Pengelolaan
Barang Milik Daerah, yang kemudian ditindaklanjuti dengan Permendagri No.17
tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah,” ujar Agus.

Menurutnya walaupun
sudah ada aturan yang sangat rinci, persoalan aset daerah hingga saat ini masih
mengalami beberapa kendala, salah satu persoalan yang muncul terkait dengan
proses perencanaan dan penganggaran. Dalam praktik pengelolaan aset daerah,
sering dianggarkan sesuatu yang tidak dibutuhkan, sedangkan yang dibutuhkan
tidak dianggarkan.

Hal ini bisa terjadi
karena adanya kepentingan-kepentingan tertentu, seperti rente yang diterima
oleh aparatur daerah sebelum pengadaan barang dilaksanakan.

“Persoalan lainnya
seperti pada kasus pengadaan barang atau jasa, tahapan ini paling sulit karena
selain rawan dengan praktik korupsi, ancaman menjadi tersangka cukup besar.
Oleh karena itu, masalah yang paling sering muncul adalah mekanisme
pengadaannya penunjukan langsung, pemilihan langsung, atau tender bebas,”
ucap Agus.

Baca Juga :  Harga Karet Bisa Stabil, Jika Membangun Pabrik di Batara

Politisi Partai PDI
Perjuangan ini juga mengatakan beberapa aparatur daerah sering tidak bersedia
menjadi panitia pengadaan karena takut terjerat kasus korupsi. Meskipun
aparatur daerah telah mengikuti ujian sertifikasi sebagai syarat menjadi
panitia pengadaan barang dan jasa sesuai Keppres No.80/2003, umumnya mereka
lebih senang untuk tidak lulus sehingga tidak bertanggungjawab terhadap proses
pengadaan barang dan jasa.

Terpopuler

Artikel Terbaru