27.3 C
Jakarta
Wednesday, April 9, 2025

Istri dan Anak Bupati HSU Diperiksa KPK

PROKALTENG.CO-Anisah Rasyidah, istri Bupati Hulu Sungai Utara Abdul Wahid, dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (30/9). Dia diperiksa sebagai saksi dugaan korupsi terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten HSU 2021-2022.  

Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kabupaten Hulu Sungai Utara itu akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka dari pihak swasta, Direktur CV Hanamas berinisial Marhaini (MRH). 

"Hari ini pemeriksaan saksi terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan Tahun 2021-2022, untuk tersangka MRH dan kawan-kawan," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (30/9).

Dalam penyidikan kasus itu, KPK juga memanggil Ketua DPRD Kabupaten HSU Almien Ashar Safari.  Almien akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Marhaini.

Sumber dari Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana mengatakan Anisah tengah cuti. "Cuti sejak Senin 27 September 2021 tadi. Kalau keperluan kami tidak tahu," ungkap sumber anonim ini pada Radar Banjarmasin.

 Ketua DPRD HSU Almien Ashar Safari juga tak terlihat. Agenda dari anak Abdul Wahi dan Anisah Rasyidah ini banyak digantikan oleh wakil ketua dewan.

Untuk diketahui, terang Plt Jubir KPK Ali menyampaikan atas perbuatannya, Maliki disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 64, Juncto Pasal 65 KUHP.

Baca Juga :  Diduga Palak Sopir Truk di SPBU, Tiga Orang ini Diamankan Polisi

Sedangkan Marhaini dan Fachriadi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 65 KUHP. 

Sebelumnya, KPK pada Kamis (16/9), menetapkan tiga tersangka kasus itu.  Tersangka penerima suap yakni Maliki (MK), selaku Plt Kepala Dinas PU pada Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Pertanahan (PUPRP) HSU. Adapun tersangka pemberi suap ialah  Marhaini (MRH), dan Fachriadi (FH) dari pihak swasta/Direktur CV Kalpataru.

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Dinas PUPRP Kabupaten HSU telah merencanakan lelang proyek irigasi, yaitu Rehabilitasi Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Rawa (DIR) Kayakah, Desa Kayakah, Kecamatan Amuntai Selatan, dengan harga perkiraan sendiri (HPS) Rp 1,9 miliar.

Kemudian, Rehabilitasi Jaringan Irigasi DIR Banjang, Desa Karias Dalam, Kecamatan Banjang dengan HPS Rp 1,5 miliar. Sebelum lelang ditayangkan di Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), Maliki diduga telah terlebih dahulu memberikan persyaratan lelang pada Marhaini dan Fachriadi sebagai calon pemenang dua proyek irigasi tersebut dengan kesepakatan memberikan sejumlah uang komitmen fee 15 persen.

 Saat penetapan pemenang lelang, proyek Rehabilitasi Jaringan Irigasi DIR Kayakah, Desa Kayakah, Kecamatan Amuntai Selatan, dimenangkan CV Hanamas milik Marhaini dengan nilai kontrak Rp 1,9 miliar. Kemudian, proyek Rehabilitasi Jaringan Irigasi DIR Banjang, Desa Karias Dalam, Kecamatan Banjang dimenangkan oleh CV Kalpataru milik Fachriadi dengan nilai kontrak Rp 1,9 miliar.

Baca Juga :  Perahu Klotok Tenggelam Ditelan Ponton, 1 Orang Hilang

Setelah semua administrasi kontrak pekerjaan selesai lalu diterbitkan surat perintah membayar pencairan uang muka yang ditindaklanjuti oleh Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) dengan menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) untuk pencairan uang CV Hanamas dan CV Kalpataru yang dilakukan oleh Mujib sebagai orang kepercayaan Marhaini dan Fachriadi.
 

Sebagian pencairan uang tersebut, diduga diberikan kepada Maliki yang diserahkan oleh Mujib sejumlah Rp 170 juta dan Rp 175 juta dalam bentuk tunai. Sebagai pemberi, Marhaini dan Fachriadi disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau Pasal 5 Ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65 KUHP. Sementara, Maliki selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 Huruf a atau Pasal 12 Huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 64 KUHP Juncto Pasal 65 KUHP.

PROKALTENG.CO-Anisah Rasyidah, istri Bupati Hulu Sungai Utara Abdul Wahid, dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (30/9). Dia diperiksa sebagai saksi dugaan korupsi terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten HSU 2021-2022.  

Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kabupaten Hulu Sungai Utara itu akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka dari pihak swasta, Direktur CV Hanamas berinisial Marhaini (MRH). 

"Hari ini pemeriksaan saksi terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan Tahun 2021-2022, untuk tersangka MRH dan kawan-kawan," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (30/9).

Dalam penyidikan kasus itu, KPK juga memanggil Ketua DPRD Kabupaten HSU Almien Ashar Safari.  Almien akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Marhaini.

Sumber dari Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana mengatakan Anisah tengah cuti. "Cuti sejak Senin 27 September 2021 tadi. Kalau keperluan kami tidak tahu," ungkap sumber anonim ini pada Radar Banjarmasin.

 Ketua DPRD HSU Almien Ashar Safari juga tak terlihat. Agenda dari anak Abdul Wahi dan Anisah Rasyidah ini banyak digantikan oleh wakil ketua dewan.

Untuk diketahui, terang Plt Jubir KPK Ali menyampaikan atas perbuatannya, Maliki disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 64, Juncto Pasal 65 KUHP.

Baca Juga :  Diduga Palak Sopir Truk di SPBU, Tiga Orang ini Diamankan Polisi

Sedangkan Marhaini dan Fachriadi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 65 KUHP. 

Sebelumnya, KPK pada Kamis (16/9), menetapkan tiga tersangka kasus itu.  Tersangka penerima suap yakni Maliki (MK), selaku Plt Kepala Dinas PU pada Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Pertanahan (PUPRP) HSU. Adapun tersangka pemberi suap ialah  Marhaini (MRH), dan Fachriadi (FH) dari pihak swasta/Direktur CV Kalpataru.

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Dinas PUPRP Kabupaten HSU telah merencanakan lelang proyek irigasi, yaitu Rehabilitasi Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Rawa (DIR) Kayakah, Desa Kayakah, Kecamatan Amuntai Selatan, dengan harga perkiraan sendiri (HPS) Rp 1,9 miliar.

Kemudian, Rehabilitasi Jaringan Irigasi DIR Banjang, Desa Karias Dalam, Kecamatan Banjang dengan HPS Rp 1,5 miliar. Sebelum lelang ditayangkan di Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), Maliki diduga telah terlebih dahulu memberikan persyaratan lelang pada Marhaini dan Fachriadi sebagai calon pemenang dua proyek irigasi tersebut dengan kesepakatan memberikan sejumlah uang komitmen fee 15 persen.

 Saat penetapan pemenang lelang, proyek Rehabilitasi Jaringan Irigasi DIR Kayakah, Desa Kayakah, Kecamatan Amuntai Selatan, dimenangkan CV Hanamas milik Marhaini dengan nilai kontrak Rp 1,9 miliar. Kemudian, proyek Rehabilitasi Jaringan Irigasi DIR Banjang, Desa Karias Dalam, Kecamatan Banjang dimenangkan oleh CV Kalpataru milik Fachriadi dengan nilai kontrak Rp 1,9 miliar.

Baca Juga :  Perahu Klotok Tenggelam Ditelan Ponton, 1 Orang Hilang

Setelah semua administrasi kontrak pekerjaan selesai lalu diterbitkan surat perintah membayar pencairan uang muka yang ditindaklanjuti oleh Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) dengan menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) untuk pencairan uang CV Hanamas dan CV Kalpataru yang dilakukan oleh Mujib sebagai orang kepercayaan Marhaini dan Fachriadi.
 

Sebagian pencairan uang tersebut, diduga diberikan kepada Maliki yang diserahkan oleh Mujib sejumlah Rp 170 juta dan Rp 175 juta dalam bentuk tunai. Sebagai pemberi, Marhaini dan Fachriadi disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau Pasal 5 Ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65 KUHP. Sementara, Maliki selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 Huruf a atau Pasal 12 Huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 64 KUHP Juncto Pasal 65 KUHP.

Terpopuler

Artikel Terbaru