PALANGKARAYA, PROKALTENG.CO – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan salah satu saksi dari empat saksi dugaan gratifikasi dan meminta uang ke sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang melibatkan terdakwa mantan Bupati Kapuas Ben Brahim S Bahat dan Ary Egahny Ben Bahat.
Apendi diperiksa sebagai Kepala Dinas Kesehatan tahun 2017 -2021 dan saat ini menjabat Kepala Dinas Perdagangan, Perindustrian, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Disdagperinkop UKM) Kabupaten Kapuas.
Jaksa menanyakan kepada saksi Apendi apakah pernah diminta atau mendapatkan permintaan untuk memberikan sejumlah uang atau barang oleh terdakwa Ben Brahim.
“Izin yang mulia, secara langsung tidak pernah,” ujar saksi kepada Jaksa, Selasa (19/9).
Namun demikian,dia mengaku pernah diminta memberikan sejumlah uang atau barang melalui ajudan dan orang yang dikenal terdakwa.
“Apakah permintaan ajudan itu mengatasnamakan terdakwa Ben Brahim atau Ary Egahni,” tanya Jaksa.
“Ada itu namanya Taufikurrahman,” jawab saksi.
Taufikurrahman diakui saksi yakni Satpol PP atau Ajudan Bupati. Permintaan Taufikurrahman, ungkap Afendi yakni untuk membantu orang meninggal, perkawinan, musibah-musibah untuk orang yang sakit. Dari permintaan tersebut, jaksa pun mempertanyakan apakah permintaan tersebut atas nama dari Ben Brahim.
“Ya seperti itu,” ujarnya.
Ia pun membenarkan keterangan pada Berita Acara Pemeriksaan (BAP), pada tahun 2017 sampai 2021 atas perintah dari Ben Brahim melalui Taufikurrahman sejumlah Rp 500.000 per minggu total selama 3 tahun 72.000.000.
Saksi pun membenarkan keterangan BAPnya pada tahun 2019 Ajudan Ary Egahni Debby Hutapea meminta untuk menyiapkan spanduk 50 lembar Rp 250.000 lembar dengan keseluruhan Rp 12.500.000 dengan menggunankan dana pribadinya.
“Dia (Ajudan Ary, Red) Cuma telpon siapkan spanduk untuk yang mendukung dari terdakwa Ben Brahim dan Ary Egahni. Spanduk buat tema kesehatan tapi gambarnya mereka berdua. Contohnya turunkan angka stunting dan cegah diare,” ujarnya.
Majelis Hakim pun mempertanyakan kepada saksi mengapa tidak memasang foto bupati dan wakil bupati Kapuas pada spanduk tersebut.
“Itu kekhilafan saya yang mulia,” ujar saksi kepada Majelis Hakim.
“Kalau produk saudara dari dinas saudara apa urusannya dengan si Debby yang merupakan ajudan Ary Egahni. Sampai menelpon saudara siapkan spanduk, kok ajudan yang suruh siapkan spanduk proyek di dinas kesehatan,” heran hakim.
Saksi pun membenarkan, spanduk tersebut digunakan untuk mendukung Ben Brahim S Bahat jadi gubernur dan Ary Egahni menjadi Anggota DPR RI. Namun demikian ia menerangkan waktunya tidak bersamaan.
Saksi pun membenarkan keterangannya pada BAP, bahwa dirinya diberitahu Agus Cahyono Direktur Umum (Dirut) PDAM Kapuas agar menyiapkan anggaran sebesar Rp 25 juta untuk membayar survei Pemilihan Gubernur (Pilgub) tahun 2020 dengan dana pribadinya. Kemudian uang tersebut diserahkan kepada Kristian yang merupakan sopir bupati Kapuas.
Saksi pun membenarkan keterangannnya kepada Hakim pada Februari 2023, Ben Brahim S Bahat melalui Direktur RSUD Kabupaten Kapuas Agus Waluyo meminta kepada dirinya yang saat itu menjabat Kepala Dinas Perdagangan, Perindustrian dan Koperasi Kabupaten Kapuas dan istri untuk membeli baju adat yang dibuat Ary Egahni seharga Rp 2,5 juta dengan keseluruhan dua baju adat sekitar Rp 5 juta.
Hakim pun mempertanyakan berkaitan saksi Afendi apakah pernah diminta uang sejumlah 100 juta melalui Septedy.
“Ya yang mulia, karena dia perintah,” jawab Saksi kepada hakim.
Dia menerangkan permintaan tersebut terjadi pada saat awal Septedy menjabat Sekda Permintaan tersebut terjadi setelah kegiatan rapat yang lain di kantor bupati dengan pertemuan saksi dengan Septedy. Hakim menanyakan respon dari saksi atas permintaan Rp. 100 juta dari Septedy apakah disiapkan saksi.
“Saya minta waktu yang mulia, lihat keuangan saya yang mulia,” jawab Apendi kepada hakim.
Hakim pun mencecar lagi mengapa saksi tak menanyakan Sekda untuk apa uang Rp 100 juta tersebut.
“Saya tidak menanyakan itu, salah saya di situ. Karena dia atasan saya. Begitu adanya,” jawab Saksi lagi.
Saksi pun mengakui menyerahkan Rp 100 juta ke Septedy dalam minggu itu seingatnya.
“Saya penuhi 90 juta, serahkan melalui orang lain, melalui teman sopir saya,” jawab saksi saat dicecar hakim.
Dalam penyerahan uang tersebut, saksi menjelaskan kepada hakim, uang tersebut diserahkan dengan dibungkus dan diberitahu kepada pengantar bahwa bungkusan tersebut berisikan uang dan diberi pesan jangan sampai hilang.
“Artinya faktanya kalau saudara titip ke teman sopir ke Sekda itu artinya saudara tidak menganggap Sekda itu atasan, biasa aja itu. Barang kali Sekda itu bawahan saudara. Omonganmu dengan fakta itu gak nyambung, di satu sisi hormat Sekda, tapi sopir yang disuruh,” tukas hakim.
Hakim pun mempertanyakan uang yang diberikan saksi ke sekda atas permintaan terdakwa Ben Brahim.
“Tidak ada,” jawab saksi.
Atas keterangan tersebut, Hakim berencana akan menguji kedua saksi dari Septedy dan Afendi siapa yang berbohong.
“Salah satu saya kirim hari ini untuk ditahan. Saya gak main-main. Sekda mengatakan permintaan bupati, saudara (Apendi) mengatakan permintaan Sekda, tidak menyebutkan nama bupati, yang benar yang mana,” ujarnya.
Hakim pun akan melihat keterangan saksi yang lain. Menanggapi keterangan saksi, Ben Brahim membantah keterangan saksi. Dia menyebut pada survei tersebut semuanya adalah pinjam dan sebagaian sudah dikembalikan. Sedangan Ary enggan memberikan tanggapan. (hfz/pri)