25.8 C
Jakarta
Monday, July 8, 2024
spot_img

Picu Kontroversi, Patung Kuda Lumping dan Warok di Desa Mekar Mulya Dirobohkan 

NANGA BULIK, PROKALTENG.CO – Warga Desa Mekar Mulya membangun ikon desa terinspirasi dari kesenian tradisional kuda lumping dan warok. Namun, ikon yang dibangun dari pendapatan asli desa itu terpaksa harus dirobohkan. Perobohan dilakukan dengan cara ditarik menggunakan tali yang diikatkan pada truk, Kamis (4/7/2024) siang.

Patung yang dibangun dari pendapatan asli desa (PADes) tersebut rencananya akan diganti dengan simbol nasional atau ornamen Dayak.

Kepala Desa Mekar Mulya Herlangga Triatmaja Hadiwijaya mengungkapkan, pembangunan patung tersebut berawal dari hasil musyawarah desa. Desa tersebut memiliki dua paguyuban kesenian tradisional, yakni Paguyuban Krido Laras (kuda lumping) dan Paguyuban Wahyu Manunggal Rahayu (warok).

“Atas kebanggaan kami dengan kesenian tradisional masyarakat tersebut dan paguyuban yang sudah lumayan terkenal,  kami bermaksud membangun dua patung yang melambangkan dua kesenian tersebut sebagai ikon desa, yakni kuda lumping dan warok,” jelasnya, saat dikonfirmasi Jumat (5/7).

Baca Juga :  Potret Keseharian hingga Relasi Manusia-Hewan dalam Pameran Natural Born Odds

Setelah ikon desa berdiri, ada salah seorang yang membuat video, lalu memposting di media sosial dengan narasi provokatif. Akhirnya muncul kesalahpahaman yang menganggap bahwa patung tersebut adalah simbol suku tertentu yang pernah berkonflik di Kalimantan Tengah.

“Padahal itu adalah warok, kesenian dari Wonosobo, Jawa Tengah. Karena kebetulan sebagian besar warga kita adalah pendatang transmigran asal Jawa Tengah,” tuturnya.

Ia berharap hal ini bisa dipahami dan tidak disalahartikan agar tidak menimbulkan konflik sosial di tengah masyarakat yang majemuk. Untuk itu berdasarkan hasil rapat desa pula, diputuskan patung tersebut dirobohkan bersama-sama.

“Kami minta maaf jika ada yang salah paham. Karena tidak ada maksud sedikitpun dari kami untuk menyinggung, kami di sini juga selalu menjunjung tinggi adat istiadat dan budaya daerah, serta terus melestarikan kesenian tradisional dari nenek moyang yang diwariskan secara turun temurun,” tambahnya. (bib)

Baca Juga :  Puluhan Anggota TBBR Geruduk Kejari Lamandau, Ini Alasannya

NANGA BULIK, PROKALTENG.CO – Warga Desa Mekar Mulya membangun ikon desa terinspirasi dari kesenian tradisional kuda lumping dan warok. Namun, ikon yang dibangun dari pendapatan asli desa itu terpaksa harus dirobohkan. Perobohan dilakukan dengan cara ditarik menggunakan tali yang diikatkan pada truk, Kamis (4/7/2024) siang.

Patung yang dibangun dari pendapatan asli desa (PADes) tersebut rencananya akan diganti dengan simbol nasional atau ornamen Dayak.

Kepala Desa Mekar Mulya Herlangga Triatmaja Hadiwijaya mengungkapkan, pembangunan patung tersebut berawal dari hasil musyawarah desa. Desa tersebut memiliki dua paguyuban kesenian tradisional, yakni Paguyuban Krido Laras (kuda lumping) dan Paguyuban Wahyu Manunggal Rahayu (warok).

“Atas kebanggaan kami dengan kesenian tradisional masyarakat tersebut dan paguyuban yang sudah lumayan terkenal,  kami bermaksud membangun dua patung yang melambangkan dua kesenian tersebut sebagai ikon desa, yakni kuda lumping dan warok,” jelasnya, saat dikonfirmasi Jumat (5/7).

Baca Juga :  Potret Keseharian hingga Relasi Manusia-Hewan dalam Pameran Natural Born Odds

Setelah ikon desa berdiri, ada salah seorang yang membuat video, lalu memposting di media sosial dengan narasi provokatif. Akhirnya muncul kesalahpahaman yang menganggap bahwa patung tersebut adalah simbol suku tertentu yang pernah berkonflik di Kalimantan Tengah.

“Padahal itu adalah warok, kesenian dari Wonosobo, Jawa Tengah. Karena kebetulan sebagian besar warga kita adalah pendatang transmigran asal Jawa Tengah,” tuturnya.

Ia berharap hal ini bisa dipahami dan tidak disalahartikan agar tidak menimbulkan konflik sosial di tengah masyarakat yang majemuk. Untuk itu berdasarkan hasil rapat desa pula, diputuskan patung tersebut dirobohkan bersama-sama.

“Kami minta maaf jika ada yang salah paham. Karena tidak ada maksud sedikitpun dari kami untuk menyinggung, kami di sini juga selalu menjunjung tinggi adat istiadat dan budaya daerah, serta terus melestarikan kesenian tradisional dari nenek moyang yang diwariskan secara turun temurun,” tambahnya. (bib)

Baca Juga :  Puluhan Anggota TBBR Geruduk Kejari Lamandau, Ini Alasannya
spot_img
spot_img

Terpopuler

spot_img

Artikel Terbaru

/