28.7 C
Jakarta
Tuesday, July 1, 2025

Penuh Haru! Lagi-lagi Kejati Kalteng Terapkan Restorative Justice, Tiga Kasus Ini Resmi Dihentikan

PALANGKA RAYA, PROKALTENG.CO – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Tengah (Kalteng) kembali menunjukkan komitmennya dalam mengedepankan pendekatan humanis melalui penyelesaian perkara pidana dengan mekanisme keadilan restoratif (restorative justice).

Hal ini disampaikan langsung oleh Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Kalteng, Dodik Mahendra, dalam keterangannya pada kegiatan ekspose secara virtual, Selasa (1/7/2025).

Dalam ekspose tersebut, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum melalui Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda (Oharda), Nanang Ibrahim Soleh, menyetujui permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif terhadap tiga perkara dari Kejari Kotawaringin Timur, Kejari Barito Selatan, dan Kejari Katingan.

“Ketiga perkara ini masing-masing atas nama tersangka MRR yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP, tersangka EYS yang juga disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) aKUHP, dan tersangka MA dengan sangkaan Pasal 335 ayat (1) angka 1 KUHP atau Pasal 406 ayat (1) KUHP,” terang Dodik Mahendra.

Dia mengungkapkan terkait perkara kasus di wilayah Kejari Kotawaringin Timur dengan tersangka MRR. Peristiwa bermula pada Kamis (24/4/2025) sekitar pukul 06.00 WIB, di Kelurahan Parenggean, Kecamatan Parenggean. Saat itu, tersangka MRR tiba-tiba menyerang korban yang sedang bersiap mengantar anaknya sekolah.

Baca Juga :  Babak Baru Kasus Vina Cirebon: Sudah Saatnya Linda Muncul Beri Pengakuan

Dipicu pertengkaran soal permintaan uang kepada orang tua korban, tersangka memukul dan menindih korban hingga mengalami luka-luka di wajah, dagu, dan lutut, sebagaimana termuat dalam visum RSUD Parenggean.

Kemudian, kasus di wilayah Kejari Barito Selatan bermula Tersangka EYS melakukan pemukulan berulang kali terhadap korban MASNA di dalam rumah. Bahkan menyeret korban hingga ke jalan, mengakibatkan korban pingsan. Luka-luka yang dialami korban antara lain bengkak di kepala, wajah, dan kemerahan di leher, sesuai dengan visum RSUD Jaraga Sasameh Buntok.

Sementara kasus di wilayah Kejari Katingan, Tersangka MA mengamuk karena tidak diberi izin melewati belakang rumah korban. Ia melempari kaca rumah korban hingga pecah dan menebang pohon pisang milik korban. Aksi tersebut menyebabkan korban merasa terancam dan ketakutan.

Baca Juga :  Tim Siaga Karhutla Lakukan Penanggulangan Bencana Kebakaran

Dodik Mahendra menjelaskan bahwa penghentian penuntutan terhadap ketiga tersangka diberikan dengan sejumlah pertimbangan yuridis dan sosial. Diantaranya, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman pidana tidak lebih dari lima tahun dan telah terjadi perdamaian antara korban dan tersangka.

“Restorative justice merupakan pendekatan penyelesaian perkara yang mengutamakan pemulihan kondisi sosial dan harmoni masyarakat. Ini sejalan dengan semangat humanisasi hukum yang digagas oleh Kejaksaan RI,” ucapnya.

Direktur Oharda JAMPidum, Nanang Ibrahim Soleh, turut memberikan apresiasi atas sinergi dan fasilitasi aktif dari Kejati Kalteng dan seluruh jajaran Kejari. Ia menyebutkan bahwa keberhasilan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini merupakan wujud nyata Kejaksaan dalam mendekatkan diri kepada masyarakat.

Ia juga memerintahkan kepada Kepala Kejari Kotim, Barsel, dan Katingan untuk segera menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) dan melaporkannya kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum serta Kepala Kejati Kalteng. (hfz)

PALANGKA RAYA, PROKALTENG.CO – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Tengah (Kalteng) kembali menunjukkan komitmennya dalam mengedepankan pendekatan humanis melalui penyelesaian perkara pidana dengan mekanisme keadilan restoratif (restorative justice).

Hal ini disampaikan langsung oleh Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Kalteng, Dodik Mahendra, dalam keterangannya pada kegiatan ekspose secara virtual, Selasa (1/7/2025).

Dalam ekspose tersebut, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum melalui Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda (Oharda), Nanang Ibrahim Soleh, menyetujui permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif terhadap tiga perkara dari Kejari Kotawaringin Timur, Kejari Barito Selatan, dan Kejari Katingan.

“Ketiga perkara ini masing-masing atas nama tersangka MRR yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP, tersangka EYS yang juga disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) aKUHP, dan tersangka MA dengan sangkaan Pasal 335 ayat (1) angka 1 KUHP atau Pasal 406 ayat (1) KUHP,” terang Dodik Mahendra.

Dia mengungkapkan terkait perkara kasus di wilayah Kejari Kotawaringin Timur dengan tersangka MRR. Peristiwa bermula pada Kamis (24/4/2025) sekitar pukul 06.00 WIB, di Kelurahan Parenggean, Kecamatan Parenggean. Saat itu, tersangka MRR tiba-tiba menyerang korban yang sedang bersiap mengantar anaknya sekolah.

Baca Juga :  Babak Baru Kasus Vina Cirebon: Sudah Saatnya Linda Muncul Beri Pengakuan

Dipicu pertengkaran soal permintaan uang kepada orang tua korban, tersangka memukul dan menindih korban hingga mengalami luka-luka di wajah, dagu, dan lutut, sebagaimana termuat dalam visum RSUD Parenggean.

Kemudian, kasus di wilayah Kejari Barito Selatan bermula Tersangka EYS melakukan pemukulan berulang kali terhadap korban MASNA di dalam rumah. Bahkan menyeret korban hingga ke jalan, mengakibatkan korban pingsan. Luka-luka yang dialami korban antara lain bengkak di kepala, wajah, dan kemerahan di leher, sesuai dengan visum RSUD Jaraga Sasameh Buntok.

Sementara kasus di wilayah Kejari Katingan, Tersangka MA mengamuk karena tidak diberi izin melewati belakang rumah korban. Ia melempari kaca rumah korban hingga pecah dan menebang pohon pisang milik korban. Aksi tersebut menyebabkan korban merasa terancam dan ketakutan.

Baca Juga :  Tim Siaga Karhutla Lakukan Penanggulangan Bencana Kebakaran

Dodik Mahendra menjelaskan bahwa penghentian penuntutan terhadap ketiga tersangka diberikan dengan sejumlah pertimbangan yuridis dan sosial. Diantaranya, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman pidana tidak lebih dari lima tahun dan telah terjadi perdamaian antara korban dan tersangka.

“Restorative justice merupakan pendekatan penyelesaian perkara yang mengutamakan pemulihan kondisi sosial dan harmoni masyarakat. Ini sejalan dengan semangat humanisasi hukum yang digagas oleh Kejaksaan RI,” ucapnya.

Direktur Oharda JAMPidum, Nanang Ibrahim Soleh, turut memberikan apresiasi atas sinergi dan fasilitasi aktif dari Kejati Kalteng dan seluruh jajaran Kejari. Ia menyebutkan bahwa keberhasilan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini merupakan wujud nyata Kejaksaan dalam mendekatkan diri kepada masyarakat.

Ia juga memerintahkan kepada Kepala Kejari Kotim, Barsel, dan Katingan untuk segera menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) dan melaporkannya kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum serta Kepala Kejati Kalteng. (hfz)

Terpopuler

Artikel Terbaru

/