25.2 C
Jakarta
Saturday, April 20, 2024

Minta Penangguhan ! Terdakwa Karhutla, Bantah Dakwaan Sebagai Pembakar

MUARA TEWEH – Antonius,
menjalani sidang pertamanya di Pengadilan Negeri Muara Teweh, Rabu (11/12).
Setelah menjalani penahanan di kejaksaan dan pengadilan kurang lebih 21 hari terkait
kasus pembakaran hutan dan lahan (karhutla), pria 50 tahun itu pun mengajukan
permohonan penangguhan penahanan ke majelis hakim.

Warga Desa Kamawen,
Kecamatan Montallat itu, didakwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) Teguh Iskandar
karena diduga melakukan pembakaran lahan kebun kelapa sawit selama tiga hari
berturut-turut dengan luas 1,5 hektare. Peristiwa itu terjadi pada 8-10
September 2019.

Dalam perkara ini, kata
jaksa Teguh Iskandar yang juga menjabat sebagai Kasi Datun di Kejaksaan Negeri
(Kejari) Barito Utara (Batara), perbuatan terdakwa yang diduga membakar lahan
dengan sengaja diancam Pasal 108 Undang-Undang Perkebunan.

“Dalam Pasal 108 ini
tidak ada hukuman minimalnya. Hukumannya maksimal 10 tahun penjara. Sedangkan
untuk peraturan daerah (perda), ancaman hukuman badan selama 6 bulan penjara
atau denda Rp 1 juta,” jelasnya.

Baca Juga :  Viral, Imam Ditusuk Saat Pimpin Salat, Hanya Tergores, Pisaunya Bengko

JPU menjelaskan pada
saat dipersidangan, terdakwa membantah dakwaan tersebut. Namun, pihaknya tetap
optimistis untuk membuktikan dakwaan tersebut di hadapan majelis hakim. “Saat
diperiksa, terdakwa mengaku. Saat di hadapan hakim, terdakwa membantah dakwaan.
Nanti akan kami hadirkan saksi-saksinya untuk membuktikan kebenarannya,”
ungkap Teguh Iskandar.

Sementara majelis hakim
PN Muara Teweh Cipto Hosari Parsaoran Nababan mengatakan akan melaksanakan
sidang seobyektif mungkin. Meski ada tekanan dari publik dengan bentuk aksi
agar terdakwa dibebaskan.

“Ada gerakan
solidaritas terhadap peladang, itu sah-sah saja. Itu gerakan solidaritas. Namun
pengadilan dalam memutuskan perkara akan mempertimbangkan semua aspek. Bisa
saja ada aksi pro peladang, bisa juga ada kelompok pro lingkungan. Intinya
proses hukum ini obyektif dan seadil-adilnya dalam memutus perkara,” tegas
hakim.

Sementara terdakwa
Antonius menjelaskan, di hadapan penyidik, dirinya terpaksa mengaku melakukan
pembakaran. Dengan pertimbangan, jika dia tidak mengaku maka lahannya akan
diambil. “Tapi pada kenyataannya, bukan saya yang membakar,” kata
pria yang berusia 50 tahun tersebut.

Baca Juga :  Penyelidikan Kasus Kerumunan Raffi Ahmad dkk Dihentikan, Ini Alasan Po

Dijelaskannya, lahan
lain sudah banyak terbakar dan titik akhir api berada di lahan kebun sawit
miliknya. Ia pun berusaha untuk memadamkan api tersebut. Hingga akhirnya
ditangkap kepolisian setempat. “Tidak mungkin saya membakar lahan kebun
sawit saya sendiri, sedangkan saya merawatnya sudah selama 1 tahun lebih,”
ungkapnya.

Berbagai lembaga
kemasyarakatan dan OKP juga turut hadir menyaksikan persidangan itu. Karena
sebelumnya, mereka berkomitmen untuk bela para peladang yang ditangkap polisi
terkait karhutla. Bahkan Jumat (6/12), ada aksi damai depan PN Muara Teweh
untuk meminta penangguhan penahanan para peladang yang ditahan.

Sebelum sidang ditutup,
Antonius menyerahkan surat permohonan penangguhan penahanan dirinya ke majelis
hakim. Antonius sendiri menghadapi persidangan dengan support dari berbagai
lembaga kemasyarakatan dan OKP di Kabupaten Barito Utara. (adl/ens)

MUARA TEWEH – Antonius,
menjalani sidang pertamanya di Pengadilan Negeri Muara Teweh, Rabu (11/12).
Setelah menjalani penahanan di kejaksaan dan pengadilan kurang lebih 21 hari terkait
kasus pembakaran hutan dan lahan (karhutla), pria 50 tahun itu pun mengajukan
permohonan penangguhan penahanan ke majelis hakim.

Warga Desa Kamawen,
Kecamatan Montallat itu, didakwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) Teguh Iskandar
karena diduga melakukan pembakaran lahan kebun kelapa sawit selama tiga hari
berturut-turut dengan luas 1,5 hektare. Peristiwa itu terjadi pada 8-10
September 2019.

Dalam perkara ini, kata
jaksa Teguh Iskandar yang juga menjabat sebagai Kasi Datun di Kejaksaan Negeri
(Kejari) Barito Utara (Batara), perbuatan terdakwa yang diduga membakar lahan
dengan sengaja diancam Pasal 108 Undang-Undang Perkebunan.

“Dalam Pasal 108 ini
tidak ada hukuman minimalnya. Hukumannya maksimal 10 tahun penjara. Sedangkan
untuk peraturan daerah (perda), ancaman hukuman badan selama 6 bulan penjara
atau denda Rp 1 juta,” jelasnya.

Baca Juga :  Viral, Imam Ditusuk Saat Pimpin Salat, Hanya Tergores, Pisaunya Bengko

JPU menjelaskan pada
saat dipersidangan, terdakwa membantah dakwaan tersebut. Namun, pihaknya tetap
optimistis untuk membuktikan dakwaan tersebut di hadapan majelis hakim. “Saat
diperiksa, terdakwa mengaku. Saat di hadapan hakim, terdakwa membantah dakwaan.
Nanti akan kami hadirkan saksi-saksinya untuk membuktikan kebenarannya,”
ungkap Teguh Iskandar.

Sementara majelis hakim
PN Muara Teweh Cipto Hosari Parsaoran Nababan mengatakan akan melaksanakan
sidang seobyektif mungkin. Meski ada tekanan dari publik dengan bentuk aksi
agar terdakwa dibebaskan.

“Ada gerakan
solidaritas terhadap peladang, itu sah-sah saja. Itu gerakan solidaritas. Namun
pengadilan dalam memutuskan perkara akan mempertimbangkan semua aspek. Bisa
saja ada aksi pro peladang, bisa juga ada kelompok pro lingkungan. Intinya
proses hukum ini obyektif dan seadil-adilnya dalam memutus perkara,” tegas
hakim.

Sementara terdakwa
Antonius menjelaskan, di hadapan penyidik, dirinya terpaksa mengaku melakukan
pembakaran. Dengan pertimbangan, jika dia tidak mengaku maka lahannya akan
diambil. “Tapi pada kenyataannya, bukan saya yang membakar,” kata
pria yang berusia 50 tahun tersebut.

Baca Juga :  Penyelidikan Kasus Kerumunan Raffi Ahmad dkk Dihentikan, Ini Alasan Po

Dijelaskannya, lahan
lain sudah banyak terbakar dan titik akhir api berada di lahan kebun sawit
miliknya. Ia pun berusaha untuk memadamkan api tersebut. Hingga akhirnya
ditangkap kepolisian setempat. “Tidak mungkin saya membakar lahan kebun
sawit saya sendiri, sedangkan saya merawatnya sudah selama 1 tahun lebih,”
ungkapnya.

Berbagai lembaga
kemasyarakatan dan OKP juga turut hadir menyaksikan persidangan itu. Karena
sebelumnya, mereka berkomitmen untuk bela para peladang yang ditangkap polisi
terkait karhutla. Bahkan Jumat (6/12), ada aksi damai depan PN Muara Teweh
untuk meminta penangguhan penahanan para peladang yang ditahan.

Sebelum sidang ditutup,
Antonius menyerahkan surat permohonan penangguhan penahanan dirinya ke majelis
hakim. Antonius sendiri menghadapi persidangan dengan support dari berbagai
lembaga kemasyarakatan dan OKP di Kabupaten Barito Utara. (adl/ens)

Terpopuler

Artikel Terbaru