Site icon Prokalteng

Lokalisasi Ditutup, Prostitusi Pindah ke Salon dan Warung Kopi

lokalisasi-ditutup-prostitusi-pindah-ke-salon-dan-warung-kopi

NANGA BULIK – Sebagai tindak lanjut hasil operasi penyakit
masyarakat (pekat) di sejumlah tempat hiburan malam, Sabtu (31/8) malam lalu,
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Lamandau melakukan penyuluhan.
Sasarannya khusus kepada para pekerja seks komersil (PSK) dan pemilik tempat hiburan
malam. Kegiatan itu dilakukan di Nanga Bulik, Senin (2/9).

Hal itu, meski semua lokalisasi
telah ditutup di Kabupaten Lamandau dalam beberapa tahun terakhir, ternyata tak
menghentikan praktik prostitusi. Esek-esek terselubung pun menjelma ke wujud
lain. Seperti tempat hiburan  berupa karaoke,
warung kopi hingga salon kecantikan.

“Dari beberapa tempat
hiburan malam di sekitaran jalan trans Kalimantan arah Kalbar, setelah kami
data ada sekitar 20 orang pemandu lagu yang diduga juga sebagai PSK. Kami juga
berhasil mengamankan kurang lebih 80 botol miras jenis anggur merah dan
bir,” ungkap Kasie Penegakan Satpol PP dan Damkar Lamandau Agung Endro
Nugroho, Selasa (3/9).

Terkait temuan itu, pada Senin
(2/9) lalu, semua PSK dan pemilik tempat hiburan dipanggil Satpol PP untuk
diberikan penyuluhan. Ada sembilan wanita penghibur bersama dua mucikari dari
dua karaoke memenuhi panggilan petugas. Menyusul belasan wanita penghibur dari warung
kopi  yang merupakan hasil razia dua
pekan lalu turut dipanggil kembali.

“Mereka ini yang membuka warung
kopi remang-remang di jalan negara dekat taman makam pahlawan, yang juga
menyediakan jasa esek-esek,” ungkap Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten
Lamandau, Triadi, kemarin.

Mereka yang dipanggil untuk pembinaan
itu langsung menjalani tes HIV/Aids oleh Dinas Kesehatan serta bimbingan
konseling dari Dinas Sosial setempat. Setelah tes HIV/Aids, satu persatu
melakukan konseling dengan psikolog dari Dinas Sosial. Diharapkan mereka
nantinya bisa sadar dan beralih ke pekerjaan lain.

Wakil Bupati Lamandau Riko
Porwanto juga memberikan arahan kepada para PSK. Menurut Riko, pemerintah
daerah akan lebih serius lagi dalam menangani masalah sosial ini.

“Saat ini, perda yang mengaturnya
tengah digodok. Mudah-mudahan akhir tahun ini bisa selesai. Dimana sanksi
adalah 3 bulan penjara dan denda maksimal Rp50 juta, sehingga baik pengguna maupun penyedia (jasa prostitusi) bisa
dijerat,” tegasnya.  (*cho/ens/ctk/nto)

Exit mobile version