33.2 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Gara-gara Mantan Gubernur Riau, Koruptor Ramai-Ramai Ajukan Grasi

KEPUTUSAN Presiden Joko Widodo memberikan grasi
kepada mantan Gubernur Riau Anas Maamun, dinilai sebagian kalangan sangat
klasik, faktor kesehatan. Ini seperti membuka celah bagi para koruptor untuk
segera mengajukan grasi dengan alasan yang sama.

”Ini celah. Celah lebar. Semua bisa mengajukan alasan yang sama. Faktor
kesehatan. Mengindahkan fakta dan prilaku yang sudah dilakukan oleh koruptor.
Bisa jadi, dari kasus Anas Maamun, semua yang ada disel sekarang, ramai-ramai
ajukan grasi,” tandas Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Arief Poyuono,
kepada Fajar Indonesia Network (FIN), Jumat (29/11).

Semua pihak, sambung dia, sangat menghargai pertimbangan dan keputusan
Presiden. Apalagi Grasi itu merupakan hak Presiden untuk diberikan pada
siapapun warga negara Indonesia yang terkena hukuman akibat melakukan tindak
pidana.

Dimana grasi merupakan upaya hukum istimewa, yang dapat dilakukan atas
putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Menurut Pasal 1 (1) UU
No. 22/2002, Grasi adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan,
pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang
diberikan oleh Presiden.

Artinya terbitnya grasi untuk annas maamun yang diberikan oleh Presiden
Joko Widodo itu sudah melalui proses pertimbangan hukum dari Mahkamah Agung
agar Annas Maamun diberikan pengampunan hukum.

”Jadi engak perlulah grasi yang diberikan pada pelaku tindak pidana korupsi
dipermasalahkan apalagi sampai dipolitisasi .Seakan-akan Presiden Joko Widodo
tidak pro pemberantasan Korupsi . Namun perlu di selidiki apakah pemberian
Grasi kepada Annas Maamun akibat adanya operasi senyap atau pemberian
gratifikasi kepada orang lingkaran Istana, sebab kasus Annas Maamun ini
bersentuhan dengan pemilik perusahaan kebun Sawit kakap di Riau yang dekat
dengan seorang menteri,” ungkapnya.

Arief Poyuono juga menanggapi statement juru bicara Presiden Fajrul Rahman
dan Staffsus Presiden bidang Hukum Dini Purwono. ”Lho-lho, kok terkesannya
justru buang badan dalam memberikan penjelasannya terkait keluarnya grasi Annas
Maamun. Ini juru bicara dan staffsus model apaan bukannya membantu malah seakan
persoalan ini diserahkan pada Presiden,” timpal Arief.

Baca Juga :  1.147 Pelanggar Lalin Terjaring Operasi Patuh di Palangka Raya

Sementara, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud
MD akhirnya angkat bicara terkait grasi yang diberikan kepada Anas Maamun. “Dia
kan sudah pakai oksigen tiap hari, kemudian sakit-sakitan, dan banyak lagi
penyakitnya,” kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (29/11).

Mahfud mengakui ikut menyampaikan masukan soal grasi tersebut dan dari
Mahkamah Agung juga memberikan pertimbangan yang sama. Nah, menurut mantan
Ketua Mahkamah Konstitusi, hukum internasional berlaku bahwa bagi terpidana
yang sudah berusia lanjut boleh tidak menjalani penahanan.

“Diberi grasi itu tidak menghilangkan tindak pidananya. Dia tetap tindak
pidananya, hanya saja diampuni dengan pengurangan hukuman. Selain itu dia,
(Anas Maamun, red) yang sudah renta juga menjadi pertimbangan dalam pemberian
grasi,” terangnya.

Sementara itu, KPK menyatakan terdapat satu perkara tindak pidana korupsi
yang penyidikannya masih berjalan dengan tersangka mantan Annas Maamun.
“Setelah kami tanya, kami cek ke tim yang menangani memang masih ada satu
penyidikan yang berjalan untuk yang bersangkutan,” ujar Juru Bicara KPK Febri
Diansyah, kemarin.

Satu perkara yang dimaksud yakni terkait perkara dugaan suap terhadap
anggota DPRD Riau, Ahmad Kirjauhari, terkait pembahasan rancangan APBD
Perubahan 2014 dan Rancangan APBD murni 2015 Provinsi Riau. Dalam dakwaan
Kirjauhari, Maamun diduga memberikan uang Rp1 miliar terkait pembahasan RAPBD
tersebut. Uang itu diterima Kirjauhari kemudian dibagikan kepada sejumlah
anggota DPRD Riau saat itu.

Dalam perkara tersebut Annas dijerat dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b
atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55
ayat 1 ke-1 KUHP, yang mengatur tentang pemberian suap.

Baca Juga :  Setelah Istrinya Tersangka, Pria Ini Jalani Pemeriksaan Kembali di Map

Febri mengatakan proses penyidikan perkara tersebut sudah hampir rampung
dan segera akan diajukan ke tahap persidangan. “Penyidikannya sudah hampir
selesai karena pelimpahan tahap pertama dari penyidik ke penuntut umum sudah
dilakukan, jadi tinggal dipenuhi beberapa saran dari penuntut umum, dan semoga
dalam waktu tidak terlalu lama pelimpahan tahap kedua bisa dilakukan. Kalau
pelimpahan tahap kedua ini sudah dilakukan tentu ada batas waktu 14 hari dan
segera akan diajukan di proses persidangan,” tambah dia.

Sebelumnya diberitakan bahwa Annas Maamun memperoleh grasi dari Presiden
Joko Widodo. Kementerian Hukum dan HAM membenarkan Maamun mendapat grasi dari
presiden berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 23/G/2019 tentang pemberian grasi
yang ditetapkan pada 25 Oktober 2019. Grasi yang diberikan Presiden berupa
pengurangan jumlah pidana dari pidana penjara tujuh tahun menjadi enam tahun.
Namun, pidana denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan tetap harus
dibayar.

Kepala Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Abdul Karim mengatakan bahwa
Annas dijadwalkan bebas pada 2020. “Yang bersangkutan seharusnya keluar 3
Oktober 2021. Karena mendapat grasi dikurangi satu tahun jadi (bebas) 3 Oktober
2020,” kata Karim.

Ia menyebut, Maamun telah mengajukan permohonan grasi sejak 16 April 2019.
Sedangkan pengelola LP Sukamiskin, kata dia, hanya membuat surat pengantarnya
kepada Presiden. Maamun mengajukan grasi karena alasan kemanusiaan dan
kesehatan karena menderita sejumlah penyakit di usia tuanya. Sedangkan
berdasarkan keterangan dokter, Maamun mengidap PPOK (COPD akut), sindrom
dispepsia (depresi), gastritis (lambung), hernia dan sesak nafas dengan
membutuhkan pemakaian oksigen setiap hari. (tim/fin/ful/kpc)

KEPUTUSAN Presiden Joko Widodo memberikan grasi
kepada mantan Gubernur Riau Anas Maamun, dinilai sebagian kalangan sangat
klasik, faktor kesehatan. Ini seperti membuka celah bagi para koruptor untuk
segera mengajukan grasi dengan alasan yang sama.

”Ini celah. Celah lebar. Semua bisa mengajukan alasan yang sama. Faktor
kesehatan. Mengindahkan fakta dan prilaku yang sudah dilakukan oleh koruptor.
Bisa jadi, dari kasus Anas Maamun, semua yang ada disel sekarang, ramai-ramai
ajukan grasi,” tandas Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Arief Poyuono,
kepada Fajar Indonesia Network (FIN), Jumat (29/11).

Semua pihak, sambung dia, sangat menghargai pertimbangan dan keputusan
Presiden. Apalagi Grasi itu merupakan hak Presiden untuk diberikan pada
siapapun warga negara Indonesia yang terkena hukuman akibat melakukan tindak
pidana.

Dimana grasi merupakan upaya hukum istimewa, yang dapat dilakukan atas
putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Menurut Pasal 1 (1) UU
No. 22/2002, Grasi adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan,
pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang
diberikan oleh Presiden.

Artinya terbitnya grasi untuk annas maamun yang diberikan oleh Presiden
Joko Widodo itu sudah melalui proses pertimbangan hukum dari Mahkamah Agung
agar Annas Maamun diberikan pengampunan hukum.

”Jadi engak perlulah grasi yang diberikan pada pelaku tindak pidana korupsi
dipermasalahkan apalagi sampai dipolitisasi .Seakan-akan Presiden Joko Widodo
tidak pro pemberantasan Korupsi . Namun perlu di selidiki apakah pemberian
Grasi kepada Annas Maamun akibat adanya operasi senyap atau pemberian
gratifikasi kepada orang lingkaran Istana, sebab kasus Annas Maamun ini
bersentuhan dengan pemilik perusahaan kebun Sawit kakap di Riau yang dekat
dengan seorang menteri,” ungkapnya.

Arief Poyuono juga menanggapi statement juru bicara Presiden Fajrul Rahman
dan Staffsus Presiden bidang Hukum Dini Purwono. ”Lho-lho, kok terkesannya
justru buang badan dalam memberikan penjelasannya terkait keluarnya grasi Annas
Maamun. Ini juru bicara dan staffsus model apaan bukannya membantu malah seakan
persoalan ini diserahkan pada Presiden,” timpal Arief.

Baca Juga :  1.147 Pelanggar Lalin Terjaring Operasi Patuh di Palangka Raya

Sementara, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud
MD akhirnya angkat bicara terkait grasi yang diberikan kepada Anas Maamun. “Dia
kan sudah pakai oksigen tiap hari, kemudian sakit-sakitan, dan banyak lagi
penyakitnya,” kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (29/11).

Mahfud mengakui ikut menyampaikan masukan soal grasi tersebut dan dari
Mahkamah Agung juga memberikan pertimbangan yang sama. Nah, menurut mantan
Ketua Mahkamah Konstitusi, hukum internasional berlaku bahwa bagi terpidana
yang sudah berusia lanjut boleh tidak menjalani penahanan.

“Diberi grasi itu tidak menghilangkan tindak pidananya. Dia tetap tindak
pidananya, hanya saja diampuni dengan pengurangan hukuman. Selain itu dia,
(Anas Maamun, red) yang sudah renta juga menjadi pertimbangan dalam pemberian
grasi,” terangnya.

Sementara itu, KPK menyatakan terdapat satu perkara tindak pidana korupsi
yang penyidikannya masih berjalan dengan tersangka mantan Annas Maamun.
“Setelah kami tanya, kami cek ke tim yang menangani memang masih ada satu
penyidikan yang berjalan untuk yang bersangkutan,” ujar Juru Bicara KPK Febri
Diansyah, kemarin.

Satu perkara yang dimaksud yakni terkait perkara dugaan suap terhadap
anggota DPRD Riau, Ahmad Kirjauhari, terkait pembahasan rancangan APBD
Perubahan 2014 dan Rancangan APBD murni 2015 Provinsi Riau. Dalam dakwaan
Kirjauhari, Maamun diduga memberikan uang Rp1 miliar terkait pembahasan RAPBD
tersebut. Uang itu diterima Kirjauhari kemudian dibagikan kepada sejumlah
anggota DPRD Riau saat itu.

Dalam perkara tersebut Annas dijerat dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b
atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55
ayat 1 ke-1 KUHP, yang mengatur tentang pemberian suap.

Baca Juga :  Setelah Istrinya Tersangka, Pria Ini Jalani Pemeriksaan Kembali di Map

Febri mengatakan proses penyidikan perkara tersebut sudah hampir rampung
dan segera akan diajukan ke tahap persidangan. “Penyidikannya sudah hampir
selesai karena pelimpahan tahap pertama dari penyidik ke penuntut umum sudah
dilakukan, jadi tinggal dipenuhi beberapa saran dari penuntut umum, dan semoga
dalam waktu tidak terlalu lama pelimpahan tahap kedua bisa dilakukan. Kalau
pelimpahan tahap kedua ini sudah dilakukan tentu ada batas waktu 14 hari dan
segera akan diajukan di proses persidangan,” tambah dia.

Sebelumnya diberitakan bahwa Annas Maamun memperoleh grasi dari Presiden
Joko Widodo. Kementerian Hukum dan HAM membenarkan Maamun mendapat grasi dari
presiden berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 23/G/2019 tentang pemberian grasi
yang ditetapkan pada 25 Oktober 2019. Grasi yang diberikan Presiden berupa
pengurangan jumlah pidana dari pidana penjara tujuh tahun menjadi enam tahun.
Namun, pidana denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan tetap harus
dibayar.

Kepala Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Abdul Karim mengatakan bahwa
Annas dijadwalkan bebas pada 2020. “Yang bersangkutan seharusnya keluar 3
Oktober 2021. Karena mendapat grasi dikurangi satu tahun jadi (bebas) 3 Oktober
2020,” kata Karim.

Ia menyebut, Maamun telah mengajukan permohonan grasi sejak 16 April 2019.
Sedangkan pengelola LP Sukamiskin, kata dia, hanya membuat surat pengantarnya
kepada Presiden. Maamun mengajukan grasi karena alasan kemanusiaan dan
kesehatan karena menderita sejumlah penyakit di usia tuanya. Sedangkan
berdasarkan keterangan dokter, Maamun mengidap PPOK (COPD akut), sindrom
dispepsia (depresi), gastritis (lambung), hernia dan sesak nafas dengan
membutuhkan pemakaian oksigen setiap hari. (tim/fin/ful/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru