SAMPIT, PROKALTENG.CO– Suasan berbeda terlihat di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 3 Cempaga Kecamatan Cempaga Hulu Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim). Puluhan siswa terpaksa belajar di selasar sekolah akibat kekurangan ruangan kelas.
Jumlah siswa yang diterima oleh sekolah tersebut melebihi kuota yang disediakan. Akibatnya, ruangan yang terbatas tidak mencukupi kebutuhan para siswa tersebut. Suasana itu sudah terjadi sejak awal pekan lalu.
“Jumlah murid baru kita ada 119 orang. Itu dibagi menjadi tiga kelas. Satu kelas terpaksa belajar di luar karena kekurangan ruangan,” ujar Kepala Sekolah SMP Negeri 3 Cempaga, Sarkani, saat dikonfirmasi Kalteng Pos (Grup prokalteng.co), Rabu (17/7).
Ia menyampaikan.Kelebihan siswa itu tidak terjadi kali ini saja. Tetapi sudah puluhan tahun. Dan tahun ini pihak sekolah bahkan harus mengosongkan beberapa ruang penunjang demi mencukupi kebutuhan kelas para siswa tersebut. Dari pengakuannya, hanya ada tujuh kelas yang tersedia di sekolah tersebut. Dalam satu kelas, bisa terdapat 50 siswa yang belajar.
“Kita ada tujuh kelas dan itu kurang. Akhirnya kita menggunakan ruang perpustakaan, ruang tata usaha, dan lab IPA. Namun ruangan itu juga masih kurang untuk para siswa,” tuturnya.
Berdasarkan data siswa baru yang masuk, lebih dari setengah siswa yang mendaftar berasal dari perusahaan setempat. Hal itu sudah diketahui selama 14 tahun dirinya menjabat sebagai kepala sekolah di sekolah tersebut.
“Di sini 70 persen siswanya berasal dari perusahaan di sini (Cempaga, red). Sisanya anak-anak kampung sini, kalau tidak kita terima gimana mereka harus sekolah sedang jarak sekolah lainnya sangat jauh,” ujar Sarkani.
Menurutnya Pihak sekolah sudah berusaha mengajukan bantuan ke beberapa perusahaan sekitar sekolah seperti PT.Makin, PT.SCC dan PT.Serana, untuk memberi bantuan penambahan kelas, karena yang bersekolah disana notabene anak-anak dari perusahaan dan orang tuanya bekerja diperusahaan tersebut.
Ia juga mengatakan kawajiban perusahaan kelapa sawit, selain 20 persen plasma untuk masyarakat, juga ada bantuan dalam bentuk Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan untuk membantu dunia pendidikan di wilayahnya dalam hal Infrastruktur seperti ruang kelas.
Hal itu untuk menunjang proses belajar mengajar di sekolah. Namun, hingga kini bantuan itu tidak kunjung datang. “Kami sudah beberapa kali mengajukan proposal untuk pihak perusahaan agar membantu penambahan ruang kelas. Namun, sampai saat ini belum ada kontribusinya ke sekolah,” terang Sarkani.
Ia berharap, pihak perusahaan bisa cepat tanggap dalam mengakomodir bantuan tersebut. Sebab, kekurangan ruangan kelas itu membuat proses belajar mengajar tidak maksimal. Menurutnya, pihak sekolah kelebihan lebih dari setengah siswa yang masuk. “Siswa di sini ada sekitar 400 orang. Padahal kita hanya bisa menampung sekita 200an orang,” tuturnya.
Pihak pemerintah sendiri sudah memberikan bantuan melalui Anggaran Pendapayan dan Belanja Daerah (APBD) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Namun, akibat banyaknya siswa yang mendaftar, bantuan tersebut masih belum mencukupi. (sli/kpg)