CORONAVIRUS Disease 2019 (Covid-19) telah menyebar begitu merata di bumi pertiwi
dengan “derajat keparahan†yang beragam. Sejak diumumkan kasus 01 dan 02 oleh Presiden
Jokowi pada 2 Maret 2020 hingga kini jumlah warga Indonesia yang terinfeksi
positif masih terus bertambah. Banyak daerah yang telah melakukan pembatasan
sosial berskala besar (PSBB), lockdown
atau karantina wilayah.
Kondisi ini memang menyebabkan emosional, nervous breakdown atau overwhelmed bagi banyak orang. Namun, dengan gelora
semangat yang selangit di Hari Ulang Tahun (HUT) ke-75 Republik Indonesia kita
harus optimis bahwa akan selalu ada cahaya di ujung lorong yang paling gelap
sekalipun. Menyalakan hope for the best
seraya prepare for the worst adalah bagian dari nilai sikap positif dalam
menghadapi pandemi Covid-19.
Cara menyalakan cahaya semangat dapat diperoleh dari
belajar sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang telah mengajari kita menjadi
bangsa yang pantang menyerah. Semua masalah tak akan berakhir sia-sia dan akan
membawa hikmah serta dapat diselesaikan dengan baik asalkan kita mau saling
bahu-membahu dan bekerjasama dalam semangat komunitas dan dilaksanakan dengan
penuh integritas.
Nilai-nilai integritas inti seperti jujur, tanggung
jawab dan disiplin, nilai etos kerja seperti mandiri, sederhana dan kerja
keras serta nilai sikap seperti berani, peduli dan adil
dapat kita jadikan pegangan dalam menjalani kehidupan khususnya di masa pandemi
dengan segala takdirnya yang sejatinya sudah tertulis di lauhul mahfudz 50 ribu tahun silam sebelum langit dan bumi
diciptakan. Covid-19 yang datang tanpa kita nyana adalah bukti bahwa Allah Maha
Besar. Pemilik ‘Arsy telah menguji kita
dengan menjadikan dunia beserta isinya bertekuk lutut dengan takdir yang
terjadi.
Namun dengan semangat “selangit†(sembilan nilai
integritas) kita akan mudah memasuki era baru kehidupan dan beradaptasi dengan
Covid-19. Semangat “selangit†berbasis
komunitas yang disinergikan dengan solidaritas sosial akan menjadi modal sosial
terbaik bangsa di tengah masyarakat kita yang cenderung bersikap apatis setelah
hampir enam bulan pandemi Covid-19
melanda dan melumpuhkan berbagai sektor seperti ekonomi, transportasi, pangan,
sosial, pendidikan dan pariwisata. Wali Kota Surabaya, Tri Risma Harini
mengatakan bahwa tiga karakter penting dalam mengahadapi Covid-19 adalah
disiplin, berani, kerja keras dan teguh menjaga kebersamaan.
Semangat “selangit†dalam kebersamaan atau
kegotongroyongan sebagai modal sosial bisa mengantarkan pada pencapaian titik
keseimbangan (equilibrium point)
sebagaimana yang kita harapkan bersama. Titik keseimbangan tersebut adalah
posisi dimana tingkat paparan kasus positif Covid-19 minimal dan perbaikan
kondisi sosial ekonomi Indonesia maksimal.
Selama ini pemerintah telah menggelontorkan dana
jaring pengaman sosial dengan asas keadilan dengan menekankan pada aspek
pemerataan dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 sudah dilebur dalam
Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional sebagai bentuk
mitigasi bencana non-alam ini.
Bentuk implementasi nilai kepedulian yang dapat kita
lakukan sebagai individu maupun makhluk
sosial (zoon politicon,
meminjam istilah Aristoteles) dapat kita terapkan melalui kampanye pola hidup
bersih dan sehat (PHBS), pembagian disinfektan, pembagian sembako, pembagian
masker, edukasi relawan, diskusi online seputar Covid-19, pembagian hand sanitizer atau pembagian termometer
infrared dan lain sebagainya.
Di samping peduli kepada orang lain, kita juga harus
peduli pada diri dan keluarga kita sendiri dengan menerapkan nilai integritas
inti yaitu jujur, tanggung jawab dan disiplin dalam menjalankan protokol
kesehatan. Kesadaran untuk memakai masker bertujuan untuk mencegah penularan,
baik yang membawa Covid-19 tanpa sadar atau orang tanpa gejala (OTG). Artinya
kita yang tidak membawa Covid-19 atau dalam kondisi sehat harus tetap memakai
masker. Kita harus berani jujur pada diri kita sendiri dengan melaksanakan kontrol
diri dengan baik.
Selain itu (jika) diperlukan karantina mandiri (self quarantine) sebagai bentuk
penerapan nilai integritas yaitu kemandirian dengan konsisten menanamkan good habit atau kebiasaan sederhana yang
baik seperti sering berolahraga, banyak mengonsumsi sayur dan buah, membiasakan
berjemur di pagi hari dan memperhatikan kebersihan tangan. Apabila kebiasaan
cuci tangan ini dapat kita lestarikan maka akan menghindarkan diri kita dari
kontaminasi dengan virus dan bakteri penyebab berbagai penyakit karena
mikroorganisme parasit atau patogen dapat dengan mudah masuk ke dalam tubuh
seseorang lalu berpindah-pindah ke tubuh orang lain.
Semangat “selangit†yang memiliki nilai etos kerja
adalah keberanian kita untuk mengubah gaya hidup, mengejar karir baru di masa
krisis, mengembangkan bisnis bersama keluarga atau berpindah ke daerah
pedesaan. Joseph Arnold Toynbee, seorang
sejarawan Inggris pernah mengatakan: “Challenge
and Responseâ€. Artinya setiap tantangan ada tanggapan. Di tengah melemahnya
sektor ekonomi dan bisnis akibat pandemi, selalu ada peluang yang membutuhkan
kerja keras kita untuk menghasilkan barang atau jasa yang relevan di masa
krisis atau pandemi Covid-19. Bukankah kata krisis dalam bahasa China terbangun
dari dari kata yaitu Wei dan Ji yang bermakna tantangan dan peluang?
Apabila Covid-19 kita hadapi dengan semangat
“selangit†dan pikiran positif, maka akan membuat imun tubuh kita menjadi sehat
dan kuat melawan virus apaupun. Jangan biarkan fenomena “terserah Indonesiaâ€
membahana dimana-mana. Dengan semangat “selangit†kita beri dukungan kepada
Komite Kebijakan atau Satuan Tugas
(Satgas) Penanganan Covid-19, tenaga medis sampai kasir supermarket dan
kurir-kurir pengiriman logistik dan ekspedisi yang telah menjadi pahlawan di
masa pandemi.
Dengan semangat “selangit†pula kita masih bisa
menjalin silaturahim berkat adanya teknologi internet yang memungkinkan kita
senantiasa terhubung dengan orang-orang yang kita cintai. Ingat wabah belum
berakhir, masyarakat harus mengindahkan data, fakta dan penjelasan pakar yang
jelas kredibilitasnya, rencana untuk mengumpulkan banyak orang harus
di-ambyarkan, dan akhirnya untuk membendung penyebaran Covid-19 jika bukan dari
kesadaran diri kita sendiri, dari mana lagi? (***)
(Penulis adalah pendidik dan penulis lepas, tinggal di
Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah)