ULAH kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua makin mencemaskan. Tidak hanya menakuti dan menjarah harta benda milik masyarakat lokal, KKB tak jarang juga menyerang dan melakukan pembunuhan. Seperti dilaporkan media massa, tidak sekali dua kali KKB melakukan aksi kekerasan sadis yang tak berperikemanusiaan. Dalam kasus yang terbaru, korban tindakan kejam KKB adalah para tenaga kesehatan (nakes) yang tengah menjalankan tugas kemanusiaan di pedalaman Papua.
Di Distrik Kiwirok, Pegunungan Bintang, Senin, 13 September 2021, gerombolan KKB dilaporkan menyerang puskesmas dan menganiaya sejumlah nakes. Ruangan puskesmas dan tempat tinggal para nakes dibakar. Sejumlah nakes ditelanjangi, dipukul, dianiaya, bahkan ditendang hingga masuk jurang. Seorang nakes Gabriela Meilan disiksa dan dilemparkan ke jurang hingga tewas. Kita semua berduka atas meninggalnya perawat yang tengah menjalankan tugas dan misi kemanusiaan yang mulia ini.
Ulah brutal KKB di Papua membunuh warga sipil belakangan bukan terjadi pertama kali. Dalam tiga tahun terakhir, tercatat sekitar 100 orang meninggal akibat teror KKB di Papua. Di antara korban tewas, sebanyak 50 orang lebih adalah masyarakat sipil, 27 prajurit TNI, dan sisanya anggota Polri. Jumlah korban luka berat akibat ulah KKB tercatat 110 orang. Sebagian besar korban meninggal maupun luka berat adalah masyarakat sipil yang tidak tahu apa-apa.
Bagi KKB di Papua, teror sengaja dikembangkan untuk membangun suasana chaos dan rasa tidak aman. Sepanjang lima tahun terakhir, kelompok itu terus melakukan berbagai tindak kekerasan. Mulai membakar rumah, membakar pesawat, menggorok leher orang, membunuh masyarakat sipil, termasuk membunuh dokter dan tenaga medis, hingga memenggal leher pegawai KPU. Bahkan, kelompok tersebut juga berani melawan aparat keamanan.
Berbeda dengan perampokan dan pembunuhan biasa, KKB sering kali sengaja merekam dan menyebarkan video aksi kekerasan yang mereka lakukan. Tujuannya tentu untuk menciptakan ketakutan dan keresahan masyarakat. Bukan hanya ke masyarakat sipil, KKB di Papua dilaporkan juga membuat video menantang dan mengajak perang TNI-Polri. Seolah tak mengenal takut, KKB terus melakukan berbagai aksi kekerasan dan perlawanan.
Tujuan gerakan dan aksi brutal KKB sebagian memang dipicu rasa tidak puas dan keinginan untuk melepaskan diri dari NKRI. Klaim KKB, tindakan yang dilakukan adalah untuk mengekspresikan rasa kecewa dan ketidakpuasan mereka terhadap kondisi eksploitasi sumber daya alam yang terjadi di Papua. Pada mulanya gerakan KKB mungkin merupakan reaksi balasan terhadap perkembangan pendekatan keamanan di Papua. Tetapi, lama-kelamaan kita bisa melihat bahwa aksi yang dikembangkan KKB di Papua mulai mengalami pergeseran.
Korban masyarakat sipil yang terus berjatuhan telah membuktikan bahwa ulah brutal KKB sesungguhnya adalah tindak kriminal yang dibungkus tujuan ideologis. Alih-alih memperjuangkan kedaulatan dan kesejahteraan masyarakat, praktik yang dilakukan KKB di Papua lebih banyak berupa gerakan kepentingan yang sekadar memperjuangkan kebutuhan sekelompok kecil orang yang jahat.
Saat ini tidak ada pilihan lain yang harus dilakukan. Instruksi pimpinan TNI agar ulah KKB di Papua dihentikan dan anggota KKB ditangkap tidak bisa lagi ditunda. Untuk memastikan agar keselamatan masyarakat lokal terjamin hidup di muka bumi tanah air dan keselamatan nakes benar-benar dijaga, tidak ada jalan lain, tindakan tegas harus dilakukan.
Di berbagai distrik Papua saat ini sudah lebih dari 300 nakes dievakuasi dari 34 puskesmas yang ada di Kabupaten Pegunungan Bintang. Tidak mustahil nakes lain di Papua juga merasakan keresahan atas keselamatan jiwa mereka. Tuntutan para nakes yang menggelar aksi unjuk rasa meminta kepastian nasib dan perlindungan keselamatan mereka ketika bertugas tidak bisa dianggap angin lalu.
Situasi yang tengah dihadapi pemerintah harus diakui bukan hal yang mudah. Dalam beberapa kasus bahkan dilematis. Kita tahu bahwa di dunia internasional terkadang masih muncul kritik tentang pelaksanaan pendekatan keamanan di Papua. Tetapi, di sisi lain kita juga tidak bisa menutup mata bahwa gerakan-gerakan KKB yang muncul di Papua telah jauh melenceng dari idealismenya.
Negara tidaklah mungkin membiarkan ulah brutal KKB terus terjadi di Papua. Tindakan keji KKB yang menganiaya dan membunuh masyarakat sipil sudah sepatutnya dikutuk. Dalam kondisi darurat atau dalam situasi konflik, sudah menjadi kesepakatan internasional, nakes berhak memperoleh perlindungan karena kerja kemanusiaan yang dilakukan.
Ketika KKB tidak lagi menghormati kesepakatan internasional dan memilih menghalalkan segala cara untuk membenarkan tindakannya, negara perlu mengambil langkah tegas. Reputasi negara dan perlindungan keselamatan masyarakat sipil kini tengah dipertaruhkan. Memberikan toleransi terhadap ruang gerak KKB jelas tidak mungkin lagi dilakukan.
Adalah tugas aparat keamanan memastikan kondisi di Papua tetap terjamin. Ketakutan masyarakat akibat aksi teror yang dikembangkan KKB perlu dijawab dengan tindakan yang benar-benar tegas. Di sisi lain, kerja sama dengan tokoh-tokoh adat, tokoh agama, dan lembaga lokal yang eksis perlu dikembangkan agar ada dukungan dari masyarakat lokal Papua sendiri.
Sebagai daerah yang kondisi IPM dan kemiskinannya tergolong paling kurang di Indonesia, banyak agenda pembangunan yang perlu dijalankan di Papua. Kerusuhan dan keresahan yang terus bermunculan akibat ulah KKB juga perlu segera diredam agar suasana menjadi kondusif dan pembangunan bisa berjalan sesuai harapan. Menyambut pelaksanaan PON XX di Papua 2–15 Oktober 2021 yang mengundang 6.494 atlet dan 3.300 ofisial, semoga tidak ada lagi aksi teror yang menghantui ketenteraman. (*)
BAGONG SUYANTO, Dekan FISIP Universitas Airlangga Surabaya