28.9 C
Jakarta
Friday, September 20, 2024

Soal Pajak Voucer dan Token Listrik, Begini Penjelasan Kemenkeu

PROKALTENG.CO – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu)
membantah, bahwa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 06/PMK.03/2021 di dalamnya
mengatur tentang pungutan pajak baru untuk pulsa, voucer dan token listrik.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri
Mulyani Indrawati memastikan, tidak ada pungutan pajak baru untuk pulsa, voucer
dan token listrik. Kata dia, selama ini Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak
Penghasilan (PPh) atas pulsa/kartu perdana, token listrik dan voucer sudah
berjalan.

“JADI TIDAK BENAR ADA PUNGUTAN
PAJAK BARU UNTUK PULSA, KARTU PERDANA, TOKEN LISTRIK DAN VOUCHER,” tulis Sri
Mulyani dengan huruf kapital, dikutip dari Instagramnya @smindrawati Sabtu
(30/1/2021).

Sri mengaskan, bahwa ketentuan
yang tertuang dalam PMK) 06/PMK.03/2021 itu tidak berpengaruh terhadap harga
pulsa/kartu perdana, token listrik, dan voucer.

“Ketentuan itu bertujuan
menyederhanakan pengenaan PPN dan PPh atas pulsa/kartu perdana, token listrik
dan voucer serta untuk memberikan kepastian hukum,” terangnya.

Adapun penyederhanaan
pengenaannya, yakni pungutan PPN untuk pulsa/kartu perdana, dilakukan
penyederhanaan pungutan PPN sebatas sampai pada distributor tingkat II
(server).

“Sehingga distributor tingkat
pengecer yang menjual kepada konsumen akhir tidak perlu memungut PPN lagi,”
imbuhnya.

Untuk PPN token listrik, kata
Sri, PPN tidak dikenakan atas nilai token, namun hanya dikenakan atas jasa
penjualan/komisi yang diterima agen penjual. Sedanglan untuk voucer, PPN tidak
dikenakan atas nilai voucer karena voucer adalah alat pembayaran setara dengan
uang.

“PPN, lanjut Sri Mulyani, hanya
dikenakan atas jasa penjualan/pemasaran berupa komisi atau selisih harga yang
diperoleh agen penjual,” jelasnya.

Baca Juga :  Selama Sepekan, Kapolri Tito dan Panglima TNI Akan Berkantor di Papua

Sri menegaskan, bahwa semua pajak
yang dibayarkan masyarakat, nantinya juga akan kembali kepada rakyat dan
pembangunan.

“PAJAK YANG ANDA BAYAR JUGA
KEMBALI UNTUK RAKYAT DAN PEMBANGUNAN,” tegasnya.

Selain itu, Sri juga mengajak
seluruh masyarakat untuk bersama-sama membasmi korupsi di Indonesia.

“KALAU JENGKEL SAMA KORUPSI MARI
KITA BASMI BERSAMA..!” tulis Sri Mulyani.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan,
dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu, Hestu Yoga Saksama menambahkan, bahwa
pungutan PPN maupun PPh ini untuk memberikan kepastian hukum maupun
penyederhanaan atas objek pajak.

“Perlu ditegaskan bahwa pengenaan
pajak atas penyerahan pulsa dan kartu perdana, voucer, dan token listrik sudah
berlaku selama ini sehingga tidak terdapat jenis dan objek pajak baru,” kata
Hestu.

Hestu menjelaskan, pungutan PPN
untuk pulsa dan kartu perdana hanya dikenakan sampai distributor tingkat II
(server), sehingga untuk rantai distribusi selanjutnya seperti dari pengecer ke
konsumen langsung tidak perlu dipungut PPN lagi.

“Distributor pulsa juga dapat
menggunakan struk tanda terima pembayaran sebagai Faktur Pajak sehingga tidak
perlu membuat lagi Faktur Pajak secara elektronik (eFaktur),” ujarnya.

Untuk voucer, kata Hestu,
pungutan PPN hanya dikenakan atas jasa pemasaran voucer berupa komisi atau
selisih harga yang diperoleh agen penjual voucer, bukan atas nilai voucer itu
sendiri. “Hal ini dikarenakan voucer diperlakukan sebagai alat pembayaran atau
setara dengan uang yang memang tidak terutang PPN,” imbuhnya.

Sedangkan pungutan PPN untuk
token listrik, lanjut Hestu, hanya dikenakan atas jasa penjualan atau
pembayaran token listrik berupa komisi atau selisih harga yang diperoleh agen
penjual token dan bukan atas nilai token listriknya.

Baca Juga :  Karni Ilyas Sebut ILC Tayang Lagi Jika Badai Sudah Berlalu

Sementara itu, Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia (YLKI) sebelumnya menilai, bahwa penerbitan PMK
06/PMK.03/2021 tidak tepat waktu. Mengingat, saat ini kondisi masyarakat saat
ini sedang mengalami kesulitan di tengah pandemi Covid-19.

“Token listrik itu sangat
dibutuhkan oleh masyarakat. Jadi, pungutan PPh pulsa, kartu perdana dan token
akan memberatkan masyarakat,” kata Koordinator Pengaduan YLKI Sularsih.

Menurut Sularsih, tanpa adanya
PMK 06/PMK.03/2021 pun pengeluaran listrik rumah tangga saat ini sudah naik
signifikan, karena ada kebijakan work from home (WFH). “Pandemi ini membuat
pola orang bekerja bergeser, yang tadinya di kantor sekarang dari rumah.
Otomatis penggunaan token lisrik meningkat,” ujarnya.

Setali tiga uang, pulsa pun
demikian. Pulsa yang saat ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat, terutama
pelajar yang harus menjalani sekolah secara daring. “Pengeluaran pulsa di suatu
keluarga dipastikan membengkak saat masa pandemi, apalagi jika anggota keluarga
tersebut berjumlah banyak,” imbuhnya.

Untuk itu, Sularsih menyarankan,
pemerintah harus melakukan pertimbangan yang matang sebelum benar-benar
memberlakukan PMK tersebut. Sebab, jika tetap diterapkan per 1 Februari
mendatang, hal itu tentu akan sangat memberatkan masyarakat.

“Kondisi daya beli yang belum
pulih akibat dampak pandemi Covid-19. Sekalipun negara dalam kondisi kurang
dana dan pemasukan pajak minim, kalau ini dilaksanakan rasanya kurang tepat,”
pungkasnya.

PROKALTENG.CO – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu)
membantah, bahwa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 06/PMK.03/2021 di dalamnya
mengatur tentang pungutan pajak baru untuk pulsa, voucer dan token listrik.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri
Mulyani Indrawati memastikan, tidak ada pungutan pajak baru untuk pulsa, voucer
dan token listrik. Kata dia, selama ini Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak
Penghasilan (PPh) atas pulsa/kartu perdana, token listrik dan voucer sudah
berjalan.

“JADI TIDAK BENAR ADA PUNGUTAN
PAJAK BARU UNTUK PULSA, KARTU PERDANA, TOKEN LISTRIK DAN VOUCHER,” tulis Sri
Mulyani dengan huruf kapital, dikutip dari Instagramnya @smindrawati Sabtu
(30/1/2021).

Sri mengaskan, bahwa ketentuan
yang tertuang dalam PMK) 06/PMK.03/2021 itu tidak berpengaruh terhadap harga
pulsa/kartu perdana, token listrik, dan voucer.

“Ketentuan itu bertujuan
menyederhanakan pengenaan PPN dan PPh atas pulsa/kartu perdana, token listrik
dan voucer serta untuk memberikan kepastian hukum,” terangnya.

Adapun penyederhanaan
pengenaannya, yakni pungutan PPN untuk pulsa/kartu perdana, dilakukan
penyederhanaan pungutan PPN sebatas sampai pada distributor tingkat II
(server).

“Sehingga distributor tingkat
pengecer yang menjual kepada konsumen akhir tidak perlu memungut PPN lagi,”
imbuhnya.

Untuk PPN token listrik, kata
Sri, PPN tidak dikenakan atas nilai token, namun hanya dikenakan atas jasa
penjualan/komisi yang diterima agen penjual. Sedanglan untuk voucer, PPN tidak
dikenakan atas nilai voucer karena voucer adalah alat pembayaran setara dengan
uang.

“PPN, lanjut Sri Mulyani, hanya
dikenakan atas jasa penjualan/pemasaran berupa komisi atau selisih harga yang
diperoleh agen penjual,” jelasnya.

Baca Juga :  Selama Sepekan, Kapolri Tito dan Panglima TNI Akan Berkantor di Papua

Sri menegaskan, bahwa semua pajak
yang dibayarkan masyarakat, nantinya juga akan kembali kepada rakyat dan
pembangunan.

“PAJAK YANG ANDA BAYAR JUGA
KEMBALI UNTUK RAKYAT DAN PEMBANGUNAN,” tegasnya.

Selain itu, Sri juga mengajak
seluruh masyarakat untuk bersama-sama membasmi korupsi di Indonesia.

“KALAU JENGKEL SAMA KORUPSI MARI
KITA BASMI BERSAMA..!” tulis Sri Mulyani.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan,
dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu, Hestu Yoga Saksama menambahkan, bahwa
pungutan PPN maupun PPh ini untuk memberikan kepastian hukum maupun
penyederhanaan atas objek pajak.

“Perlu ditegaskan bahwa pengenaan
pajak atas penyerahan pulsa dan kartu perdana, voucer, dan token listrik sudah
berlaku selama ini sehingga tidak terdapat jenis dan objek pajak baru,” kata
Hestu.

Hestu menjelaskan, pungutan PPN
untuk pulsa dan kartu perdana hanya dikenakan sampai distributor tingkat II
(server), sehingga untuk rantai distribusi selanjutnya seperti dari pengecer ke
konsumen langsung tidak perlu dipungut PPN lagi.

“Distributor pulsa juga dapat
menggunakan struk tanda terima pembayaran sebagai Faktur Pajak sehingga tidak
perlu membuat lagi Faktur Pajak secara elektronik (eFaktur),” ujarnya.

Untuk voucer, kata Hestu,
pungutan PPN hanya dikenakan atas jasa pemasaran voucer berupa komisi atau
selisih harga yang diperoleh agen penjual voucer, bukan atas nilai voucer itu
sendiri. “Hal ini dikarenakan voucer diperlakukan sebagai alat pembayaran atau
setara dengan uang yang memang tidak terutang PPN,” imbuhnya.

Sedangkan pungutan PPN untuk
token listrik, lanjut Hestu, hanya dikenakan atas jasa penjualan atau
pembayaran token listrik berupa komisi atau selisih harga yang diperoleh agen
penjual token dan bukan atas nilai token listriknya.

Baca Juga :  Karni Ilyas Sebut ILC Tayang Lagi Jika Badai Sudah Berlalu

Sementara itu, Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia (YLKI) sebelumnya menilai, bahwa penerbitan PMK
06/PMK.03/2021 tidak tepat waktu. Mengingat, saat ini kondisi masyarakat saat
ini sedang mengalami kesulitan di tengah pandemi Covid-19.

“Token listrik itu sangat
dibutuhkan oleh masyarakat. Jadi, pungutan PPh pulsa, kartu perdana dan token
akan memberatkan masyarakat,” kata Koordinator Pengaduan YLKI Sularsih.

Menurut Sularsih, tanpa adanya
PMK 06/PMK.03/2021 pun pengeluaran listrik rumah tangga saat ini sudah naik
signifikan, karena ada kebijakan work from home (WFH). “Pandemi ini membuat
pola orang bekerja bergeser, yang tadinya di kantor sekarang dari rumah.
Otomatis penggunaan token lisrik meningkat,” ujarnya.

Setali tiga uang, pulsa pun
demikian. Pulsa yang saat ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat, terutama
pelajar yang harus menjalani sekolah secara daring. “Pengeluaran pulsa di suatu
keluarga dipastikan membengkak saat masa pandemi, apalagi jika anggota keluarga
tersebut berjumlah banyak,” imbuhnya.

Untuk itu, Sularsih menyarankan,
pemerintah harus melakukan pertimbangan yang matang sebelum benar-benar
memberlakukan PMK tersebut. Sebab, jika tetap diterapkan per 1 Februari
mendatang, hal itu tentu akan sangat memberatkan masyarakat.

“Kondisi daya beli yang belum
pulih akibat dampak pandemi Covid-19. Sekalipun negara dalam kondisi kurang
dana dan pemasukan pajak minim, kalau ini dilaksanakan rasanya kurang tepat,”
pungkasnya.

Terpopuler

Artikel Terbaru