25.9 C
Jakarta
Sunday, April 13, 2025

Rusuh Mereda, Nilai Tukar Rupiah Kembali Perkasa

Kerusuhan 22 Mei sempat
membuat rupiah terperosok cukup dalam. Mengacu data Bloomberg, saat kerusuhan
terjadi rupiah berada di posisi yang menggenaskan. Yakni, Rp 14.525 per dolar
AS. Koreksi rupiah tersebut merupakan yang terdalam di Asia.

Setelah kerusuhan mereda
kemarin (23/5), nilai tukar rupiah mulai menguat. Pada pasar spot, rupiah
bertengger di level Rp 14.480 per dolar AS atau terapresiasi 45 poin (0,31
persen). Rupiah juga mengalami penguatan terhadap beberapa mata uang asing.

’’Alhamdulillah, nilai tukar
rupiah menguat,’’ papar Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam rapat
koordinasi Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Gedung Kemenkeu seperti
dikutip Jawa Pos, Jumat (24/5).

Dia menuturkan, kericuhan
pada 22 Mei lalu memang sempat memberikan tekanan terhadap rupiah. Namun,
faktor global, yakni eskalasi perang dagang antara AS dan Tiongkok, lebih
memberikan pengaruh besar terhadap anjloknya kurs rupiah. ’’Faktor global lebih
dominan,’’ tuturnya.

Perry mengungkapkan,
kegiatan jual beli kemarin kembali lancar. Hal tersebut disertai upaya
eksporter menjual hasil ekspornya ke pasar valas sehingga mendorong rupiah ke
level yang lebih tinggi. Pihaknya memperkirakan, rupiah tetap bergerak stabil
dan cenderung menguat hingga Lebaran nanti. ’’Terima kasih kepada para
eksporter dan perbankan yang turut menjaga stabilitas rupiah,’’ tambahnya.

Baca Juga :  Ketua IGI: Tanpa Banjir Pun Para Pembenci Akan Tetap Mencari Kesalahan

Perry menuturkan, aksi
kerusuhan 22 Mei ternyata tidak melunturkan kepercayaan investor terhadap
Indonesia. Investor asing masih mengalirkan dananya pada pasar sekunder surat
berharga negara (SBN). BI mencatat, inflow yang masuk dalam dua hari terakhir
mencapai Rp 1,7 triliun.

Pihaknya melihat hal itu
sebagai tanda positif. Sebab, pada 13–17 Mei lalu, terjadi penarikan dana asing
di SBN sekitar Rp 7,3 triliun. ’’Inflow tersebut menunjukkan confidence
investor asing masih tinggi,’’ katanya.

Di sisi lain, indeks harga
saham gabungan (IHSG) kemarin (23/5) rebound dan kembali ke level psikologis
6.000. IHSG berhasil naik 93,06 poin atau 1,57 persen ke level 6.032,70. Aksi
beli didominasi investor domestik karena asing mencatat net sell Rp 614,58
miliar.

Ketua Dewan Komisioner
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menyatakan, sentimen negatif dari
perang dagang telah membuat indeks saham turun secara gradual. ’’Tetapi, itu
tidak akan lama karena dana asing itu kalau dikirim ke luar justru hanya akan
mendapatkan yield yang lebih kecil,’’ jelasnya.

Sejak awal Mei, IHSG telah
menurun 8 persen. Sepanjang Mei, investor asing mencatat net sell Rp 10,6
triliun. Namun, jika dilihat sejak awal 2019, secara year to date (ytd) asing
mencatat net buy Rp 56,4 triliun. Masuknya dana asing tersebut disebabkan
Indonesia masih dipandang menarik dari segi imbal hasil, baik di SBN maupun
saham.

Baca Juga :  Innalillahi, Terpapar Covid-19, Ustaz Tengku Zulkarnain Meninggal

Menteri Keuangan Sri Mulyani
menyatakan, para pembuat kebijakan di berbagai negara kurang mengantisipasi
kemungkinan terburuk dari eskalasi perang dagang. Sebab, pada IMF-World Bank
Spring Meetings di AS April lalu, para peserta masih melihat adanya kemungkinan
negosiasi antara AS dan Tiongkok. ’’Ternyata kemudian AS justru menaikkan tarif
untuk barang-barang Tiongkok,’’ ujarnya.

Dari sisi domestik,
perempuan yang akrab disapa Ani itu menyayangkan tindakan anarkistis yang
terjadi pada 22 Mei lalu. Sebab, sebelumnya, beberapa pimpinan negara dan tokoh
dunia telah memberikan ucapan selamat kepada Indonesia karena telah mampu
menyelenggarakan pemilu yang tertib dan aman. Kemudian, para pengusaha yang
tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) juga sengaja
menyelenggarakan buka puasa bersama pada 22 Mei.

Menurut Ani, hal-hal
tersebut sebenarnya menunjukkan kepercayaan pengusaha, investor, dan
negara-negara mitra dagang kepada Indonesia. Ani pun menegaskan bahwa
pemerintah dan kepolisian akan semaksimal-maksimalnya menyelesaikan permasalahan
yang ada serta berusaha menjaga keamanan. ’’Sikap itu yang mendasari
penyelenggaraan negara dan kemudian tecermin dalam indikator ekonomi kita,’’
jelasnya.(jpc/ila)

 

Kerusuhan 22 Mei sempat
membuat rupiah terperosok cukup dalam. Mengacu data Bloomberg, saat kerusuhan
terjadi rupiah berada di posisi yang menggenaskan. Yakni, Rp 14.525 per dolar
AS. Koreksi rupiah tersebut merupakan yang terdalam di Asia.

Setelah kerusuhan mereda
kemarin (23/5), nilai tukar rupiah mulai menguat. Pada pasar spot, rupiah
bertengger di level Rp 14.480 per dolar AS atau terapresiasi 45 poin (0,31
persen). Rupiah juga mengalami penguatan terhadap beberapa mata uang asing.

’’Alhamdulillah, nilai tukar
rupiah menguat,’’ papar Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam rapat
koordinasi Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Gedung Kemenkeu seperti
dikutip Jawa Pos, Jumat (24/5).

Dia menuturkan, kericuhan
pada 22 Mei lalu memang sempat memberikan tekanan terhadap rupiah. Namun,
faktor global, yakni eskalasi perang dagang antara AS dan Tiongkok, lebih
memberikan pengaruh besar terhadap anjloknya kurs rupiah. ’’Faktor global lebih
dominan,’’ tuturnya.

Perry mengungkapkan,
kegiatan jual beli kemarin kembali lancar. Hal tersebut disertai upaya
eksporter menjual hasil ekspornya ke pasar valas sehingga mendorong rupiah ke
level yang lebih tinggi. Pihaknya memperkirakan, rupiah tetap bergerak stabil
dan cenderung menguat hingga Lebaran nanti. ’’Terima kasih kepada para
eksporter dan perbankan yang turut menjaga stabilitas rupiah,’’ tambahnya.

Baca Juga :  Ketua IGI: Tanpa Banjir Pun Para Pembenci Akan Tetap Mencari Kesalahan

Perry menuturkan, aksi
kerusuhan 22 Mei ternyata tidak melunturkan kepercayaan investor terhadap
Indonesia. Investor asing masih mengalirkan dananya pada pasar sekunder surat
berharga negara (SBN). BI mencatat, inflow yang masuk dalam dua hari terakhir
mencapai Rp 1,7 triliun.

Pihaknya melihat hal itu
sebagai tanda positif. Sebab, pada 13–17 Mei lalu, terjadi penarikan dana asing
di SBN sekitar Rp 7,3 triliun. ’’Inflow tersebut menunjukkan confidence
investor asing masih tinggi,’’ katanya.

Di sisi lain, indeks harga
saham gabungan (IHSG) kemarin (23/5) rebound dan kembali ke level psikologis
6.000. IHSG berhasil naik 93,06 poin atau 1,57 persen ke level 6.032,70. Aksi
beli didominasi investor domestik karena asing mencatat net sell Rp 614,58
miliar.

Ketua Dewan Komisioner
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menyatakan, sentimen negatif dari
perang dagang telah membuat indeks saham turun secara gradual. ’’Tetapi, itu
tidak akan lama karena dana asing itu kalau dikirim ke luar justru hanya akan
mendapatkan yield yang lebih kecil,’’ jelasnya.

Sejak awal Mei, IHSG telah
menurun 8 persen. Sepanjang Mei, investor asing mencatat net sell Rp 10,6
triliun. Namun, jika dilihat sejak awal 2019, secara year to date (ytd) asing
mencatat net buy Rp 56,4 triliun. Masuknya dana asing tersebut disebabkan
Indonesia masih dipandang menarik dari segi imbal hasil, baik di SBN maupun
saham.

Baca Juga :  Innalillahi, Terpapar Covid-19, Ustaz Tengku Zulkarnain Meninggal

Menteri Keuangan Sri Mulyani
menyatakan, para pembuat kebijakan di berbagai negara kurang mengantisipasi
kemungkinan terburuk dari eskalasi perang dagang. Sebab, pada IMF-World Bank
Spring Meetings di AS April lalu, para peserta masih melihat adanya kemungkinan
negosiasi antara AS dan Tiongkok. ’’Ternyata kemudian AS justru menaikkan tarif
untuk barang-barang Tiongkok,’’ ujarnya.

Dari sisi domestik,
perempuan yang akrab disapa Ani itu menyayangkan tindakan anarkistis yang
terjadi pada 22 Mei lalu. Sebab, sebelumnya, beberapa pimpinan negara dan tokoh
dunia telah memberikan ucapan selamat kepada Indonesia karena telah mampu
menyelenggarakan pemilu yang tertib dan aman. Kemudian, para pengusaha yang
tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) juga sengaja
menyelenggarakan buka puasa bersama pada 22 Mei.

Menurut Ani, hal-hal
tersebut sebenarnya menunjukkan kepercayaan pengusaha, investor, dan
negara-negara mitra dagang kepada Indonesia. Ani pun menegaskan bahwa
pemerintah dan kepolisian akan semaksimal-maksimalnya menyelesaikan permasalahan
yang ada serta berusaha menjaga keamanan. ’’Sikap itu yang mendasari
penyelenggaraan negara dan kemudian tecermin dalam indikator ekonomi kita,’’
jelasnya.(jpc/ila)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru