JAKARTA, PROKALTENG – Sebanyak 400 ton beras cadangan di gudang
Bulog yang merupakan sisa impor tahun 2018, diketahui mengalami penurunan mutu
hingga 50 persen. Kerugian pun ditaksir mencapai Rp1,25 triliun, jika beras
cadangan tersebut benar-benar tak bisa digunakan.
Hal tersebut diungkapkan oleh
Anggota Ombudsman Republik Indonesia, Yeka Hendra Fatika dalam konferensi pers
virtual, Rabu (24/3). Menurut Yeka, jika merujuk pada kondisi itu, importasi
kedepannya harus dilakukan berdasarkan kebutuhan dan tidak boleh sembarangan.
“Beras turun mutu di gudang Perum
Bulog salah siapa? Nilainya besar, terdapat sekitar 300-400 ribu ton beras yang
ada di gudang perum Bulog saat ini turun mutu dan berpotensi mengalami
kerugian. Jika setengahnya saja sudah nggak layak konsumsi, maka potensi
kerugian negara sebesar Rp 1,25 triliun,†ungkap Yeka.
Ia menilai, dalam kurun waktu
2018-2020, pemerintah telah mampu menahan gejolak harga beras. Meski di awal
2018 sempat ada kenaikan harga, namun pertengahan 2018 hingga kini harganya
cenderung stabil. Disebutnya selama tiga tahun, komoditas beras memiliki nilai
hingga Rp 747 triliun.
“Namun, tetap saja nilai kerugian
yang ada di gudang Bulog sangat besar. Kerugian besar itu akibat beras yang
sudah ada di gudang Bulog selama tiga tahun itu tidak bisa terdistribusikan
dengan lancar,†tuturnya.
Bulog, kata Yeka, sesuai aturan
saat ini tidak bisa menjualnya secara langsung ke masyarakat. Bulog hanya boleh
menjual beras melalui outlet rastra atau beras sejahtera.
“Stok beras di Bulog per 14 Maret
kemarin sebanyak 883.585 ton, dimana 859.877 ton diantaranya merupakan stok
Cadangan Beras Pemerintah (CBP) serta 23,7 ribu ton lainnya adalah beras
komersil. Dari jumlah stok CBP yang ada saat ini terdapat stok beras yang
berpotensi turun mutu sebesar 400 ribu ton yang berasal dari pengadaan dalam
negeri selama 2018-2019 dan pengadaan luar negeri melalui importasi di 2018,†pungkasnya.