PROKALTENG.CO-Pemerintah kembali mewajibkan penumpang pesawat tujuan atau dari bandara Jawa-Bali wajib menunjukkan kartu vaksin minimal dosis pertama. Dan, surat keterangan hasil negatif RT-PCR yang sampelnya diambil 2×24 jam sebelum keberangkatan.
Aturan tersebut berlaku mulai 24 Oktober 2021. Hal itu sesuai dengan Surat Edaran Menteri Perhubungan Nomor 88 Tahun 2021 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perjalanan Orang Dalam Negeri Dengan Transportasi Udara Pada Masa Pandemi Covid-19. Serta, sesuai dengan SE Nomor 88/2021 tersebut, ditetapkan ketentuan mengenai tes Covid-19 sebagai syarat perjalanan.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, kebijakan wajib PCR bagi perjalanan penerbangan udara sangat memberatkan karena harga tes yang terbilang mahal.
“Padahal sudah vaksin dua dosis kenapa masih pakai PCR? Biaya PCR juga tidak murah setidaknya Rp 450 ribu untuk satu kali tes dengan hasil 24 jam. Kalau sameday bisa lebih mahal,” ujarnya saat dihubungi JawaPos.com, Sabtu (23/10).
Menurutnya, hal ini merupakan sebuah diskriminasi karena kebijakan tersebut hanya berlaku untuk penumpang pesawat terbang. Sementara untuk moda transportasi lain cukup pakai antigen.
“Tes PCR selain mahal juga hasilnya keluar sangat lama. Bagaimana dengan perjalanan bisnis kalau harus menunggu 24 jam baru hasil PCR keluar. Jadi ketidakpastian kebijakan dari pemerintah sangat tinggi,” tuturnya.
Bahkan, menurutnya, aturan tersebut sangat kontradiktif dengan kebijakan pelonggaran PPKM yang dilakukan pemerintah. Efeknya penerbangan langsung turun, dan menunda pemulihan di sektor pariwisata.
“Banyak pelaku usaha sudah berharap akan terjadi pemulihan tahun ini menyambut peak season Natal dan Tahun Baru,” ungkapnya.
Bhima menambahkan, aturan transportasi tersebut akan berdampak luas dan pastinya akan menimbulkan ketidakpastian usaha. Bukan hanya para pengusaha tapi juga pada para pekerja yang berharap pada peluang kerja seiring dengan anggapan pemulihan ekonomi.
“Yang jelas dampaknya kemana-mana. Pelaku usaha juga sudah capek ya ada aturan yang berubah-ubah. Misalnya mau pesan bahan baku lebih banyak tapi prediksi ada gelombang ketiga jadi di-cancel rencana kenaikan produksinya. Ada juga kasus dimana pengusaha ritel siap-siap rekrut pegawai baru jadi tertunda lagi,” pungkasnya.