31.9 C
Jakarta
Saturday, September 21, 2024

DPR Belum Terima Hasil Kajian Pemindahan Ibu Kota

JAKARTA – Wacana pemindahan ibu kota yang
digulirkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ditanggapi oleh DPR-RI. Anggota Komisi
II DPR RI, Yandri Susanto menagih Presiden Joko Widodo terkait undang-undang
pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan.

“Pemekaran kabupaten atau kota butuh naskah akademik dan kajian lengkap.
Namun, sampai hari ini DPR belum menerima hal tersebut,” ujar Yandri di
Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (22/8).

Dia yakin Jokowi memahami bahwa pemindahan pusat pemerintahan juga perlu
mencabut Undang-undang DKI Jakarta. Selain itu, dia juga mempertanyakan status
aset-aset yang ada di Jakarta seperti gedung DPR-MPR. “Pemerintah salah langkah
jika sudah lebih dulu mulai membangun Kalimantan. Pembangunan, bisa menjadi
penyimpangan uang negara karena tak ada perintah landasan hukum. Negara ini
bukan milik presiden. Bukan milik Pak Jokowi sebagai kepala pemerintahan. Tapi
dia diperintah oleh aturan,” tuturnya.

Politikus PAN itu menilai, perlu kajian mendalam wacana pemindahan ibu
kota. Apakah benar-benar diperlukan atau tidak. Sebab, menurut Yandri, dengan
anggaran yang besar bisa saja untuk membangun Kalimantan, tanpa memindahkan ibu
kota.

Fraksi di DPR, kata dia, sepakat pemindahan ibu kota. Namun, Yandri pribadi
menilai belum saatnya mengingat kondisi utang negara dan ekonomi yang sedang
sulit. “Kita sepakat, nggak ada masalah dan wacana pemindahan ibu kota sudah
lama. Tapi haruskah sekarang? Utang banyak dan ekonomi lagi sulit,” ucapnya.

Baca Juga :  2 Tangki Berhasil Dipadamkan, 2 Lainnya Masih Membara

Hal senada diucapkan Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid. Dia mengatakan
bahwawacana pemindahan ibu kota sudah lama muncul. Tapi, hingga kini belum ada
pengajuan resmi kepada legislatif baik MPR maupun DPR. “Rekan-rekan dari komisi
V maupun komisi II belum pernah mempertanyakan mana draft kajian
undang-undangnya. Sebelum jadi undang-undang, harus ada kajian akademiknya.
Akademiknya juga belum pernah disampaikan,” ujar Hidayat di Kompleks Parlemen,
Senayan, Jakarta, Kamis (22/8).

Dia menjelaskan dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara
(RAPBN) 2020 juga belum pernah ada pembicaraan. “Pemerintah seharusnya berlaku
runut dalam konteks konstitusi pemindahan ibu kota. Payung hukum wacana
tersebut diminta lebih dahulu dituntaskan sebelum dijalankan terlalu jauh,” jelasnya.

Dinilai tak Masuk Akal

Sementara itu, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah meminta Presiden Joko Widodo
tidak meneruskan rencana pemindahan ibu kotadari DKI Jakarta ke Kalimantan.
Menurutnya, rencana pemindahan ibu kota yang disampaikan Jokowi sama sekali
tidak masuk akal. Karena aktivitas pemerintahan sudah terlanjur terbentuk di
DKI Jakarta. Selain itu, kata dia, pusat bisnis dan perdagangan juga sudah
tumbuh di Jakarta. “Nyaris pemindahan ibu kota tidak masuk akal. Makanya saya
bilang jangan pindah ibu kota, tapi pindah kantor pemerintahan saja,” terang
Fahri.

Menurutnya, pemindahan ibu kota merupakan hal yang rumit. Karena harus
merubah banyak undang-undang. Sedangkan proses mengubah undang-undang itu harus
dibawa ke DPR dan harus disosialisasikan ke masyarakat terlebih dahulu. “Harus
datang ke DPR bawa UU nya, naskah akademiknya nanti DPR mensosialisasikan ke
masyarakat. Nah, masyarakat terima atau nggak, panggil pakar dan sebagainya.
Ini bakal panjang ceritanya,” tutur dia.

Baca Juga :  Novel Baswedan Sebut Rekonstruksi Kasusnya Janggal

Oleh karena itu, dia mendorong agar pemerintah memindahkan lokasi kantor
pemerintahan, alih-alih ibu kota. Hal itu sejalan dengan keinginan Presiden
kedua RI Soeharto yang ingin memindahkan lokasi kantor pemerintahan ke Jonggol,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat. “Nah, ini bisa. Jadi yang perlu dipindahkan
kantor, bukan ibu kotanya. Ada salah cara berpikir ini kan,” ucap Fahri.

Menurutnya, wacana memindahkan kantor pemerintahan saja lebih relevan.
Karena beberapa aktivitas pemerintahan memang kerap membuat Jakarta terlalu
sibuk. Misalnya, ketika para kepala daerah berbondong-bondong datang ke DKI
Jakarta hanya untuk menggelar rapat dengan pemerintah pusat. “Kalau memang mau
pindah kantor pemerintahan pun paling yang banyak didatangi oleh pejabat daerah
saja. Misalnya Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri) yang dipindahkan. Supaya
orang jangan datang ke Jakarta,” tandasnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan izin pemindahan ibu
kota ke Kalimantan ke DPR dalam pidato kenegaraannya dalam perayaan HUT ke-74
Tahun 2019 di Sidang Bersama DPR dan DPD. Meski demikian, Kepala Negara belum
merinci lokasi pasti dimana ibu kota baru itu berada nantinya di Pulau Borneo
itu. (yah/fin/rh/kpc)

JAKARTA – Wacana pemindahan ibu kota yang
digulirkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ditanggapi oleh DPR-RI. Anggota Komisi
II DPR RI, Yandri Susanto menagih Presiden Joko Widodo terkait undang-undang
pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan.

“Pemekaran kabupaten atau kota butuh naskah akademik dan kajian lengkap.
Namun, sampai hari ini DPR belum menerima hal tersebut,” ujar Yandri di
Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (22/8).

Dia yakin Jokowi memahami bahwa pemindahan pusat pemerintahan juga perlu
mencabut Undang-undang DKI Jakarta. Selain itu, dia juga mempertanyakan status
aset-aset yang ada di Jakarta seperti gedung DPR-MPR. “Pemerintah salah langkah
jika sudah lebih dulu mulai membangun Kalimantan. Pembangunan, bisa menjadi
penyimpangan uang negara karena tak ada perintah landasan hukum. Negara ini
bukan milik presiden. Bukan milik Pak Jokowi sebagai kepala pemerintahan. Tapi
dia diperintah oleh aturan,” tuturnya.

Politikus PAN itu menilai, perlu kajian mendalam wacana pemindahan ibu
kota. Apakah benar-benar diperlukan atau tidak. Sebab, menurut Yandri, dengan
anggaran yang besar bisa saja untuk membangun Kalimantan, tanpa memindahkan ibu
kota.

Fraksi di DPR, kata dia, sepakat pemindahan ibu kota. Namun, Yandri pribadi
menilai belum saatnya mengingat kondisi utang negara dan ekonomi yang sedang
sulit. “Kita sepakat, nggak ada masalah dan wacana pemindahan ibu kota sudah
lama. Tapi haruskah sekarang? Utang banyak dan ekonomi lagi sulit,” ucapnya.

Baca Juga :  2 Tangki Berhasil Dipadamkan, 2 Lainnya Masih Membara

Hal senada diucapkan Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid. Dia mengatakan
bahwawacana pemindahan ibu kota sudah lama muncul. Tapi, hingga kini belum ada
pengajuan resmi kepada legislatif baik MPR maupun DPR. “Rekan-rekan dari komisi
V maupun komisi II belum pernah mempertanyakan mana draft kajian
undang-undangnya. Sebelum jadi undang-undang, harus ada kajian akademiknya.
Akademiknya juga belum pernah disampaikan,” ujar Hidayat di Kompleks Parlemen,
Senayan, Jakarta, Kamis (22/8).

Dia menjelaskan dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara
(RAPBN) 2020 juga belum pernah ada pembicaraan. “Pemerintah seharusnya berlaku
runut dalam konteks konstitusi pemindahan ibu kota. Payung hukum wacana
tersebut diminta lebih dahulu dituntaskan sebelum dijalankan terlalu jauh,” jelasnya.

Dinilai tak Masuk Akal

Sementara itu, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah meminta Presiden Joko Widodo
tidak meneruskan rencana pemindahan ibu kotadari DKI Jakarta ke Kalimantan.
Menurutnya, rencana pemindahan ibu kota yang disampaikan Jokowi sama sekali
tidak masuk akal. Karena aktivitas pemerintahan sudah terlanjur terbentuk di
DKI Jakarta. Selain itu, kata dia, pusat bisnis dan perdagangan juga sudah
tumbuh di Jakarta. “Nyaris pemindahan ibu kota tidak masuk akal. Makanya saya
bilang jangan pindah ibu kota, tapi pindah kantor pemerintahan saja,” terang
Fahri.

Menurutnya, pemindahan ibu kota merupakan hal yang rumit. Karena harus
merubah banyak undang-undang. Sedangkan proses mengubah undang-undang itu harus
dibawa ke DPR dan harus disosialisasikan ke masyarakat terlebih dahulu. “Harus
datang ke DPR bawa UU nya, naskah akademiknya nanti DPR mensosialisasikan ke
masyarakat. Nah, masyarakat terima atau nggak, panggil pakar dan sebagainya.
Ini bakal panjang ceritanya,” tutur dia.

Baca Juga :  Novel Baswedan Sebut Rekonstruksi Kasusnya Janggal

Oleh karena itu, dia mendorong agar pemerintah memindahkan lokasi kantor
pemerintahan, alih-alih ibu kota. Hal itu sejalan dengan keinginan Presiden
kedua RI Soeharto yang ingin memindahkan lokasi kantor pemerintahan ke Jonggol,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat. “Nah, ini bisa. Jadi yang perlu dipindahkan
kantor, bukan ibu kotanya. Ada salah cara berpikir ini kan,” ucap Fahri.

Menurutnya, wacana memindahkan kantor pemerintahan saja lebih relevan.
Karena beberapa aktivitas pemerintahan memang kerap membuat Jakarta terlalu
sibuk. Misalnya, ketika para kepala daerah berbondong-bondong datang ke DKI
Jakarta hanya untuk menggelar rapat dengan pemerintah pusat. “Kalau memang mau
pindah kantor pemerintahan pun paling yang banyak didatangi oleh pejabat daerah
saja. Misalnya Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri) yang dipindahkan. Supaya
orang jangan datang ke Jakarta,” tandasnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan izin pemindahan ibu
kota ke Kalimantan ke DPR dalam pidato kenegaraannya dalam perayaan HUT ke-74
Tahun 2019 di Sidang Bersama DPR dan DPD. Meski demikian, Kepala Negara belum
merinci lokasi pasti dimana ibu kota baru itu berada nantinya di Pulau Borneo
itu. (yah/fin/rh/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru