29.1 C
Jakarta
Saturday, November 23, 2024

2020 Merupakan Pelaksanaan UN Terakhir

JAKARTA-Mendikbud Nadiem Makarim menetapkan empat program
pokok kebijakan pendidikan “Merdeka Belajar”.
Program tersebut meliputi
ujian sekolah berstandar nasional (USBN), ujian nasional (UN), rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP), dan peraturan penerimaan peserta didik baru
(PPDB) zonasi.

“Empat program pokok
kebijakan pendidikan tersebut akan menjadi arah pembelajaran ke depan yang
fokus pada arahan Bapak Presiden dan Wakil Presiden dalam meningkatkan kualitas
sumber daya manusia,” kata Menteri Nadiem saat peluncuran Empat Pokok Kebijakan
Pendidikan “Merdeka Belajar”, di Jakarta, Rabu (11/12).

Mendikbud Nadiem Makarim mengungkapkan inisiatif
kebijakan yang akan dilaksanakannya. Pertama, ujian sekolah berstandar nasional
(USBN).
“Jadi
tidak ada USBN lagi. Kembali pada sekolah. Jadi, modelnya ujian sekolah,”
kata Nadiem.

Kedua, lanjut Nadiem, ujian
nasional (UN) diganti menjadi asesmen kompetensi dan survei karakter. Ketiga,
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang sebelumnya berhalaman dengan tiga
belas (13) komponen, disederhanakan menjadi tiga (3) komponen dan cukup satu
halaman.

Keempat, zonasi yang tadinya jalur prestasi 15
persen, dibesarkan menjadi 30 persen. Dan minimum afirmasi, zonasi, dan jalur
perpindahan. Nadiem
menjelaskan, Undang-Undang (UU) Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas) secara jelas menyebutkan, evaluasi atau penilaian terhadap siswa
dilakukan oleh guru, dan asesmen kelulusan itu ditentukan sekolah.

“Nah, soal-soal
yang biasanya dari Kemendikbud lewat dinas dan dilaksanakan sekolah, kini tidak
ada paksaan lagi. Sekolah punya sistem penilaiannya sendiri yang lebih holistic,
bukan pilihan ganda semata. Namun, bagaimana kita mau mengases kompetensi kalau
kita tidak mengerjakan proyek, hasil karya, esai, dan lain-lain. Itu konsep
yang ingin saya terapkan, mengembalikan kepada esensi UU Sisdiknas,”
bebernya.

Baca Juga :  Kasus Corona Indonesia Tertinggi di Asia Tenggara

Nadiem mengatakan ingin
memberikan kemerdekaan kepada sekolah untuk menginterpretasi kompetensi dasar
kurikulum menjadi penilaian mereka sendiri, yang lebih cocok untuk siswanya, lebih
cocok untuk daerah mereka, serta yang lebih cocok untuk kebutuhan pembelajaran
murid mereka.

Arah kebijakan baru penyelenggaraan USBN, kata
Nadiem, pada 2020 akan diterapkan dengan ujian yang diselenggarakan hanya oleh
sekolah.
Ujian
tersebut dilakukan untuk menilai kompetensi siswa yang dapat dilakukan dalam
bentuk tes tertulis atau bentuk penilaian lainnya yang lebih komprehensif,
seperti portofolio dan penugasan (tugas kelompok, karya tulis, dan sebagainya).

“Dengan itu, guru dan
sekolah lebih merdeka dalam penilaian hasil belajar
siswa. Anggaran USBN sendiri dapat dialihkan untuk mengembangkan kapasitas guru
dan sekolah, guna meningkatkan kualitas pembelajaran,” terangnya.

Selanjutnya, mengenai
ujian nasional (UN), tahun 2020 merupakan pelaksanaan UN terakhir.
Penyelenggaraan UN tahun 2021 akan diubah menjadi asesmen kompetensi minimum
dan survei karakter, yang terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa
(literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi), dan penguatan
pendidikan karakter.

Pelaksanaan ujian
tersebut diberlakukan untuk siswa yang berada di tengah jenjang sekolah
(misalnya kelas 4, 8, 11), sehingga dapat mendorong guru dan sekolah untuk
memperbaiki mutu pembelajaran. Hasil ujian ini tidak digunakan untuk basis
seleksi siswa ke jenjang selanjutnya.

Baca Juga :  Pemerintah Resmi Luncurkan Kurikulum Darurat, Ada Tiga Opsi

“Arah kebijakan ini juga mengacu pada praktik pada
level internasional seperti PISA dan TIMSS,” tuturnya.

Sedangkan untuk
penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), Kemendikbud akan
menyederhanakannya dengan memangkas beberapa komponen. Dalam kebijakan baru
tersebut, guru secara bebas dapat memilih, membuat, menggunakan, dan
mengembangkan format RPP. Tiga komponen inti RPP terdiri dari tujuan
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan asesmen.

“Penulisan RPP
dilakukan dengan efisien dan efektif, sehingga guru memiliki lebih banyak waktu
untuk mempersiapkan dan mengevaluasi proses pembelajaran itu sendiri. Satu
halaman saja cukup,” jelasnya.

Dalam penerimaan
peserta didik baru (PPDB), Kemendikbud tetap menggunakan sistem zonasi dengan
kebijakan yang lebih fleksibel untuk mengakomodasi ketimpangan akses dan
kualitas di berbagai daerah.

Komposisi PPDB jalur
zonasi dapat menerima siswa minimal 50 persen, jalur afirmasi minimal 15
persen, dan jalur perpindahan maksimal 5 persen. Sedangkan untuk jalur prestasi
atau sisa 0-30 persen lainnya disesuaikan dengan kondisi daerah. “Daerah
berwenang menentukan proporsi final dan menetapkan wilayah zonasi,” ujarnya.

Nadiem berharap pemerintah daerah dan pusat
dapat bergerak bersama dalam memeratakan akses dan kualitas pendidikan. “Pemerataan
akses dan kualitas pendidikan perlu diiringi dengan inisiatif lainnya oleh pemerintah
daerah. Misalnya, redistribusi guru ke sekolah yang kekurangan guru,” pungkas
Nadiem Makarim. (esy/ce/jpnn)

JAKARTA-Mendikbud Nadiem Makarim menetapkan empat program
pokok kebijakan pendidikan “Merdeka Belajar”.
Program tersebut meliputi
ujian sekolah berstandar nasional (USBN), ujian nasional (UN), rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP), dan peraturan penerimaan peserta didik baru
(PPDB) zonasi.

“Empat program pokok
kebijakan pendidikan tersebut akan menjadi arah pembelajaran ke depan yang
fokus pada arahan Bapak Presiden dan Wakil Presiden dalam meningkatkan kualitas
sumber daya manusia,” kata Menteri Nadiem saat peluncuran Empat Pokok Kebijakan
Pendidikan “Merdeka Belajar”, di Jakarta, Rabu (11/12).

Mendikbud Nadiem Makarim mengungkapkan inisiatif
kebijakan yang akan dilaksanakannya. Pertama, ujian sekolah berstandar nasional
(USBN).
“Jadi
tidak ada USBN lagi. Kembali pada sekolah. Jadi, modelnya ujian sekolah,”
kata Nadiem.

Kedua, lanjut Nadiem, ujian
nasional (UN) diganti menjadi asesmen kompetensi dan survei karakter. Ketiga,
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang sebelumnya berhalaman dengan tiga
belas (13) komponen, disederhanakan menjadi tiga (3) komponen dan cukup satu
halaman.

Keempat, zonasi yang tadinya jalur prestasi 15
persen, dibesarkan menjadi 30 persen. Dan minimum afirmasi, zonasi, dan jalur
perpindahan. Nadiem
menjelaskan, Undang-Undang (UU) Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas) secara jelas menyebutkan, evaluasi atau penilaian terhadap siswa
dilakukan oleh guru, dan asesmen kelulusan itu ditentukan sekolah.

“Nah, soal-soal
yang biasanya dari Kemendikbud lewat dinas dan dilaksanakan sekolah, kini tidak
ada paksaan lagi. Sekolah punya sistem penilaiannya sendiri yang lebih holistic,
bukan pilihan ganda semata. Namun, bagaimana kita mau mengases kompetensi kalau
kita tidak mengerjakan proyek, hasil karya, esai, dan lain-lain. Itu konsep
yang ingin saya terapkan, mengembalikan kepada esensi UU Sisdiknas,”
bebernya.

Baca Juga :  Kasus Corona Indonesia Tertinggi di Asia Tenggara

Nadiem mengatakan ingin
memberikan kemerdekaan kepada sekolah untuk menginterpretasi kompetensi dasar
kurikulum menjadi penilaian mereka sendiri, yang lebih cocok untuk siswanya, lebih
cocok untuk daerah mereka, serta yang lebih cocok untuk kebutuhan pembelajaran
murid mereka.

Arah kebijakan baru penyelenggaraan USBN, kata
Nadiem, pada 2020 akan diterapkan dengan ujian yang diselenggarakan hanya oleh
sekolah.
Ujian
tersebut dilakukan untuk menilai kompetensi siswa yang dapat dilakukan dalam
bentuk tes tertulis atau bentuk penilaian lainnya yang lebih komprehensif,
seperti portofolio dan penugasan (tugas kelompok, karya tulis, dan sebagainya).

“Dengan itu, guru dan
sekolah lebih merdeka dalam penilaian hasil belajar
siswa. Anggaran USBN sendiri dapat dialihkan untuk mengembangkan kapasitas guru
dan sekolah, guna meningkatkan kualitas pembelajaran,” terangnya.

Selanjutnya, mengenai
ujian nasional (UN), tahun 2020 merupakan pelaksanaan UN terakhir.
Penyelenggaraan UN tahun 2021 akan diubah menjadi asesmen kompetensi minimum
dan survei karakter, yang terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa
(literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi), dan penguatan
pendidikan karakter.

Pelaksanaan ujian
tersebut diberlakukan untuk siswa yang berada di tengah jenjang sekolah
(misalnya kelas 4, 8, 11), sehingga dapat mendorong guru dan sekolah untuk
memperbaiki mutu pembelajaran. Hasil ujian ini tidak digunakan untuk basis
seleksi siswa ke jenjang selanjutnya.

Baca Juga :  Pemerintah Resmi Luncurkan Kurikulum Darurat, Ada Tiga Opsi

“Arah kebijakan ini juga mengacu pada praktik pada
level internasional seperti PISA dan TIMSS,” tuturnya.

Sedangkan untuk
penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), Kemendikbud akan
menyederhanakannya dengan memangkas beberapa komponen. Dalam kebijakan baru
tersebut, guru secara bebas dapat memilih, membuat, menggunakan, dan
mengembangkan format RPP. Tiga komponen inti RPP terdiri dari tujuan
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan asesmen.

“Penulisan RPP
dilakukan dengan efisien dan efektif, sehingga guru memiliki lebih banyak waktu
untuk mempersiapkan dan mengevaluasi proses pembelajaran itu sendiri. Satu
halaman saja cukup,” jelasnya.

Dalam penerimaan
peserta didik baru (PPDB), Kemendikbud tetap menggunakan sistem zonasi dengan
kebijakan yang lebih fleksibel untuk mengakomodasi ketimpangan akses dan
kualitas di berbagai daerah.

Komposisi PPDB jalur
zonasi dapat menerima siswa minimal 50 persen, jalur afirmasi minimal 15
persen, dan jalur perpindahan maksimal 5 persen. Sedangkan untuk jalur prestasi
atau sisa 0-30 persen lainnya disesuaikan dengan kondisi daerah. “Daerah
berwenang menentukan proporsi final dan menetapkan wilayah zonasi,” ujarnya.

Nadiem berharap pemerintah daerah dan pusat
dapat bergerak bersama dalam memeratakan akses dan kualitas pendidikan. “Pemerataan
akses dan kualitas pendidikan perlu diiringi dengan inisiatif lainnya oleh pemerintah
daerah. Misalnya, redistribusi guru ke sekolah yang kekurangan guru,” pungkas
Nadiem Makarim. (esy/ce/jpnn)

Terpopuler

Artikel Terbaru