MASYARAKAT diminta tidak menolak jenazah pasien terkait COVID-19.
Sebelum dimakamkan, semua jenazah 19 mendapatkan perlakuan sesuai prosedur
operasional standar internasional. Orang yang diketahui menolak jenazah
COVID-19 bisa dipidana. Aturannya adalah pasal 178 KUHP dengan ancaman hukuman
satu bulan penjara.
“Mereka adalah saudara-saudara
kita. Mereka menjadi korban karena penyakit ini. Bahkan ada dari mereka yang
gugur karena melaksanakan tugasnya. Marilah kita menghormati mereka, tidak ada
alasan menolak atau takut,†ujar Juru bicara Pemerintah untuk Penanganan
COVID-19, Achmad Yurianto di Graha BNPB, Jakarta, Sabtu (11/4).
Yurianto menegaskan semua jenazah
terkait COVID-19 mendapatkan perlakuan sesuai prosedur operasional standar
internasional. Tubuh jenazah dibungkus dalam kantong plastik dan dimasukkan
dalam peti yang tertutup rapat. Peti ini juga telah dibersihkan dengan
disinfektan. Pemulasaran jenazah dilakukan oleh petugas terlatih yang memang
berwenang untuk melakukan itu.
Sehingga tidak ada kemungkinan
virus Corona menyebar di daerah sekitar pemakaman. “Selain itu, protokol
penguburan jenazah sudah dibuat sesuai dengan protokol Kementerian Agama dan
fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 18 tahun 2020,†tuturnya.
Pemerintah, lanjut Yuri, berupaya
keras melindungi semua warga negara dari COVID-19. Pemerintah berterima kasih
kepada semua pihak dan masyarakat yang sudah memberikan bantuan untuk melawan
COVID-19.
Menanggapi hal itu, pakar hukum
dari Universitas Nusa Cendana di Kupang, Bernard L Tanya, mengatakan pelaku
penolakan jenazah COVID-19 bisa dipidana dengan pasal 178 KUHP. Dalam aturan
tersebut, ancaman hukumannya satu bulan penjara. “Aturannya sudah ada.
Menghalangi jenazah yang akan dikuburkan bisa dipidana. Ancamannya satu bulan
penjara,†tegas Bernard, Sabtu (11/4).
Pada pasal 178 KUHP, dijelaskan:
Barang siapa dengan sengaja merintangi atau menyusahkan jalan masuk yang tidak
terlarang ke suatu tempat pekuburan diancam dengan pidana penjara. “Kenapa
ancaman hukumannya ringan? Karena para pembuat undang-undang dulu
mempertimbangkan kejadian semacam ini jarang sekali terjadi,†imbuhnya.
Pemberlakuan pasal itu tidak
melihat alasan apapun yang dijadikan dasar penolakan. Misalnya ketakutan karena
jenazah merupakan pasien positif Corona atau ditolak karena bukan warga asli
tempat tersebut. Menurutnya, kepolisian bisa langsung menindak secara hukum
jika terjadi penolakan.
Dikatakan, pasal 178 KUHP
merupakan delik umum yang bisa ditindaklanjuti polisi tanpa adanya aduan.
“Tidak boleh ada penolakan terhadap jenazah yang akan dimakamkan. Terlebih di
tempat pemakaman umum. Polisi harus memberi shock therapy,†paparnya.
Upaya tegas lain terhadap para
penolak jenazah bisa dengan menambahkan pasal 212, 213, dan 214 KUHP. Sebab,
warga nekad berkerumun saat darurat pandemi virus Corona. “Kalau melawan aparat
karena menolak dibubarkan bisa jadi unsur pidana baru,†terangnya.
Sementara itu, ahli forensik
Kepolisian Indonesia, Kombes Pol Sumy Hastri, mengatakan, penanganan terhadap
jenazah COVID-19 sudah memiliki protokol khusus. Selama protokol khusus itu
dilaksanakan, masyarakat tidak perlu khawatir akan tertular. “Protokol seperti
dibungkus dengan plastik agar cairan dari dalam jenazah tidak keluar. Kemudian,
kedalaman makam sampai 1,5 meter, kalau semua sudah dilakukan, tidak perlu
khawatir,†jelas Sumy. Meski begitu, salah satu upaya yang dianjurkan untuk
memastikan jenazah pasien korban virus Corona tidak berisiko lagi yakni dengan
dikremasi.