Tahun 2020 belum genap berjalan dua bulan. Tapi, kabar memprihatinkan dari dunia anak dan anak muda menyeruak dari berbagai kota.
Di Surabaya ada geng-gengan yang banyak anggotanya masih berusia anak. Di Malang seorang pelajar SMP harus kehilangan jari tengah tangan kanan setelah menjadi korban perundungan.
Dan, Jogjakarta dibuat resah akibat fenomena klitih yang banyak melibatkan pelajar atau anak-anak muda.
Berbagai kejadian itu seakan mengafirmasi tren peningkatan jumlah anak berhadapan hukum dalam beberapa tahun terakhir. Dalam catatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI ), pada 2016 ada 1.221 kasus. Tiap tahun sesudahnya terus naik. Dan, tahun lalu jumlahnya mencapai 1.251 kasus.
Dari Surabaya, Kasatreskrim Polrestabes Surabaya AKBP Sudamiran menyatakan, salah satu langkah antisipasi adalah meningkatkan intensitas patroli. Tidak hanya menempatkan anggota di titik yang rawan dianggap sebagai markas geng. Tetapi, juga memantau aktivitas mereka di dunia maya.
Langkah kedua itu dilakukan bukan tanpa dasar. Menurut dia, media sosial (medsos) adalah salah satu pilihan anggota geng untuk terus berkomunikasi. รขโฌยGeng-gengan seperti itu sebenarnya sempat hilang setelah masifnya penindakan pada tahun lalu,รขโฌย tuturnya kemarin.
Untuk kasus di Malang yang menimpa MS, 13, pelajar SMPN 16 Malang, hingga kemarin (7/2), Polresta Malang Kota telah memeriksa 18 saksi. Kasatreskrim Yunar Hotma Parulin Sirait mengatakan, pekan depan pihaknya juga mengagendakan pemeriksaan terhadap tiga saksi tambahan. Mereka dari pihak keluarga dan Disdikbud (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan) Kota Malang.
รขโฌยKami akan periksa terkait pengawasan dan prosedural. Yakni, upaya dari pihak sekolah melapor ke disdikbud,รขโฌย imbuh dia seperti dikutip radarmalang.id.
Adapun dari 21 saksi yang telah dan akan diperiksa, 10 di antaranya adalah siswa. Mereka diperiksa sesuai dengan prosedur peradilan anak. รขโฌยTerkait dengan kasus anak ini, kami tetap melakukan koordinasi dengan P2TP3A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) dan psikolog untuk trauma yang dialami korban,รขโฌย katanya.
MS mengalami bullying dari teman-temannya di sekolah hingga harus menjalani perawatan di RS Lavalette. Hasil visum menyebutkan, MS mendapat penganiayaan. Dengan bukti luka lebam di tangan, kaki, dan punggung. Jari tengah tangan kanannya akhirnya harus diamputasi.
Dari Jogjakarta, aksi klitih atau kriminalitas jalanan telah mengakibatkan jatuhnya sejumlah korban. Terakhir, seorang pengemudi ojek online (ojol) menjadi korban di Jalan Kabupaten Sleman, Senin, dini hari (3/2).
Padahal, seperti dilansir Jawa Pos Radar Jogja, dua hari sebelumnya juga terjadi kasus serupa di jalan itu dan korbannya juga ojol. Adalah Pendiyanto, 24, warga Padukuhan Dondong, Jetis, Saptosari, Gunungkidul, yang terkena sabetan pedang oleh orang tidak dikenal.
Korban mengalami luka cukup serius di lengan tangan kanan. Dia pun harus dilarikan ke rumah sakit dan mendapatkan 17 jahitan.
Klitih awalnya dianggap aksi kekerasan antargeng sekolah. Tapi kini bergeser. Korbannya acak. Menyasar siapa saja yang ditemui di jalanan.
Catatan Polda DIJ, ada 40 kasus klitih yang ditangani kepolisian sepanjang 2019 hingga Januari 2020. Dari total 81 pelaku, 57 orang berstatus pelajar. Sisanya berstatus pengangguran.
Putu Elvina, komisioner KPAI bidang anak berhadapan dengan hukum (ABH), mengungkapkan bahwa membasmi fenomena seperti klitih bukan hal mudah. Dia mendukung adanya upaya penegakan hukum.(jpc)