Badan Pengelola
Keuangan Haji (BPKH) berupaya mengurangi subsidi biaya haji. Dalam skema
sekarang, pembiayaan haji masih menggunakan subsidi. Anggarannya diambil dari
hasil pengelolaan dana haji milik jamaah yang belum berangkat.
Kepala BPKH Anggito Abimanyu mengatakan, subsidi pembiayaan haji
hampir sama dengan subsidi bahan bakar minyak (BBM). Saat ini subsidi biaya
haji sudah berada di bawah 50 persen. Anggito berharap sepuluh tahun mendatang subsidi
itu tidak ada lagi. ’’Kita akan mengurangi subsidi (pembiayaan haji, Red).
Tapi, tidak bisa segera. (Karena, Red) ini pasti menimbulkan beban,’’ tuturnya
dalam seminar bersama Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) kemarin (4/6).
Berikut simulasi penghitungan subsidi dalam pembiayaan haji yang
diambil dari hasil manfaat dana milik jamaah dalam antrean haji. Jamaah dari
embarkasi Surabaya membayar biaya haji Rp 37,5 juta/orang. Padahal, biaya
riilnya Rp 71,5 juta/orang atau selisih Rp 34 juta.
Nah, jamaah tersebut sudah antre selama sepuluh tahun dengan
setoran awal Rp 25 juta. Dengan hitungan sederhana, jamaah tadi mendapatkan
nilai hasil pengelolaan Rp 1 juta/tahun. Karena itu, dalam sepuluh tahun
mengantre, nilai manfaat dana haji jamaah tersebut Rp 10 juta. Padahal, selisih
biaya yang dia bayar dengan biaya haji riil mencapai Rp 34 juta. Karena itu,
ada subsidi Rp 24 juta yang diambil dari hasil pengelolaan dana jamaah yang
belum berangkat.
Dalam seminar itu, ada peserta yang menanyakan apakah dengan
skema yang berjalan sekarang ini BPKH menjalankan prinsip Ponzi. Yakni, uang
dari jamaah yang belum berangkat digunakan oleh jamaah yang berangkat. Terkait
pertanyaan tersebut, Anggito mengatakan lebih tepat disebut gotong royong.
Untuk itu, BPKH bersama Kemenag akan mengkaji bersama Majelis Ulama Indonesia
(MUI) terkait skema pendanaan haji dengan kucuran subsidi seperti sekarang.
Idealnya, berhaji itu harus memenuhi aspek mampu. Di antaranya,
mampu secara finansial. Dengan demikian, tidak ada subsidi untuk pembiayaan
haji. Dana haji murni dari setoran jamaah ditambah hasil pengelolaan. Tidak
menggunakan hasil pengelolaan dana jamaah yang belum berangkat.
Sementara itu, Pengurus Pusat Perhimpunan Kedokteran Haji
Indonesia (Perdokhi) Probosuseno mengatakan, calon jamaah haji (CJH) yang tidak
jadi berangkat tahun ini harus legawa. Tidak boleh banyak pikiran. Jamaah harus
terus menjaga kesehatan sehingga bisa berangkat tahun depan dengan sehat.
Dia membagikan rumus sehat dengan sejumlah cara. Yakni, makan dan
minum yang halal, olahraga, tidak stres, lingkungan bersih, dan tidur cukup.
Kemudian, menjaga ketakwaan kepada Allah serta beraktivitas sosial. ’’Tetap
berkarya sekuatnya saja,’’ katanya.
Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengatakan, pihaknya bisa memahami
langkah pemerintah tidak memberangkatkan calon jamaah haji Indonesia, baik yang
reguler maupun khusus, akibat pandemi Covid-19. Namun, langkah yang diambil
untuk menjaga keselamatan warga itu jangan malah menimbulkan permasalahan baru,
baik terhadap calon jamaah maupun perusahaan penyelenggara haji dan umrah.
â€Mengingat pemerintah Arab Saudi hingga saat ini belum memberikan kepastian
apakah akan menerima jamaah haji atau tidak,†terang Bamsoet.
Dia menjelaskan, jika pemerintah Saudi mengeluarkan kebijakan
tidak menerima jamaah haji, para perusahaan penyelenggara haji Indonesia bisa
dengan mudah mengajukan refund biaya. Namun,
jika Saudi memutuskan menerima jamaah haji, tentu akan sulit memproses refund.