26 C
Jakarta
Friday, December 13, 2024

Pemberian ASI Eksklusif Bagi Ibu yang Kembali Bekerja

Dukungan Terbesar Diharapkan Didapat dari Tempat Kerja

Ibu menyusui sekaligus yang bekerja di perkantoran kerap menghadapi dilema ketika masa cuti melahirkannya selesai. Mereka masih memberikan air susu ibu (ASI) kepada buah hati, sementara dia harus ke kantor untuk menjalani kewajiban.

Dilema ini bisa saja teratasi, jika kantor tempat ibu menyusui (busui) bekerja memiliki keberpihakan. Ketua Satgas ASI IDAI Dr. dr. Naomi Esthernita F Dewanto, SpA(K) mengatakan, ibu yang harus berhenti memberikan ASI pada anak setelah melahirkan angkanya masih tinggi. Hal itu disebabkan oleh multifaktor.

“Hal itu terjadi karena kurangnya dukungan keluarga dan tenaga medis, karena harus kembali bekerja,” ujar Naomi Esthernita F Dewanto, SpA(K kepada media, beberapa waktu lalu.

Naomi Esthernita menerangkan, salah satu faktor terbesar yang membuat ibu terpaksa menghentikan pemberian ASI pada bayi karena harus kembali bekerja setelah cuti melahirkan selesai. Untuk itu, busui memerlukan dukungan besar agar bisa menyusui anaknya secara maksimal. “Dukungan terbesar diharapkan didapat dari tempat kerja,” katanya.

Selama ini banyak busui berhenti menyusui lebih awal karena keterbatasan dukungan menyusui di tempat kerja. Padahal, perempuan membutuhkan waktu dan dukungan cukup dari lingkungannya agar bisa tetap menyusui dengan optimal.

“Cuti yang cuma tiga bulan itu bisa berakibat tingkat ibu menyusui rendah. Ibu yang kembali bekerja terlalu dini dapat memberikan efek negatif terhadap berlangsungnya masa menyusui. Hal ini tentu membuat ibu tidak bisa memberikan ASI eksklusif selama enam bulan,” ujarnya.

Seperti diketahui, ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi yang baru lahir. Kandungannya yang spesifik, membuat ASI banyak memberikan manfaat, mulai dari membantu mengurangi risiko alergi pada bayi, menunjang pertumbuhan, dan perkembangan fisik serta kecerdasan, hingga dapat menjadi sumber antibodi pada bayi.

Baca Juga :  Minuman Herbal yang ’’Mendinginkan’’ Rosela dan Serai

Berdasar data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ibu berhenti menyusui karena harus kembali bekerja setelah cuti melahirkan sebanyak 45 persen. Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), salah satu dukungan utama yang diperlukan ibu agar tetap dapat memberikan ASI pada bayinya adalah pemberian cuti melahirkan selama 18 minggu atau sekitar 4-5 bulan.

Sementara waktu ideal untuk memastikan ibu bisa menyusui anak secara maksimal lebih dari enam bulan. Di Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, hak cuti melahirakn kepada pekerja selama tiga bulan. Satu setengah bulan sebelum dan satu setengah bulan setelah melahirkan. Periode cuti ini dianggap tidak selaras dengan periode pemberian ASI Eksklusif selama enam bulan.

Selain memberikan cuti yang lebih baik, dr Naomi juga mendorong perusahaan untuk bisa menyediakan ruang laktasi yang memadai. Dengan begitu, ibu bisa menyusui atau memompa ASI dengan nyaman dan aman.

Dukungan itu tidak hanya waktu atau jeda bekerja untuk memompa ASI. Bisa juga berupa penyediaan ruangan laktasi untuk menyusui atau untuk memompa ASI. Fasilitas itu harus bersih, nyaman, aman, dan private untuk ibu.

Menurut data studi narrative review yang dipublikasikan The Indonesian Journal of Community and Occupational Medicine (IJCOM) tahun 2022, dukungan kebijakan ramah laktasi di perkantoran sudah meningkat signifikan. Di beberapa perkantoran multinasional bahkan tercatat adanya dukungan cuti melahirkan hingga enam bulan serta keberadaan konselor laktasi di tempat kerja. Semua itu sudah menjadi standar aturan ketenagakerjaan bagi seluruh karyawan.

Baca Juga :  Makan Buah Pisang Bisa Menghindarkan dari Malanutrisi

“Salah satu faktor penting di Indonesia dalam melindungi pemberian ASI eksklusif adalah terkait kebijakan-kebijakan perlindungan ASI Eksklusif di lingkungan kerja,” ujar Dr. dr. Ray W Basrowi, MKK, praktisi kesehatan komunitas dan kedokteran kerja dari Health Collaborative Center.

Mengutip expert judgement di editorial The Indonesian Journal of Community and Occupational Medicine (IJCOM) edisi 2023, dr. Ray menegaskan bahwa bukti klinis terkait dampak dukungan laktasi terhadap produktivitas pekerja sebenarnya telah tersedia, tetapi belum diedukasikan dengan optimal ke perusahaan. Sehingga, diperlukan suatu pedoman sederhana untuk meyakinkan tempat kerja bahwa investasi laktasi di perusahaan akan memberikan return of investment.

Meskipun peraturan dukungan untuk ibu menyusui masih membutuhkan penguatan, beberapa perusahaan telah melakukan inisiatif untuk mendukung pemberian ASI eksklusif. Contohnya perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Produk Bernutrisi untuk Ibu dan Anak (APPNIA).

“APPNIA menyadari pentingnya manfaat ASI Eksklusif dan dan nutrisi pada 1.000 hari pertama kehidupan, serta mendukung ibu, khususnya yang bekerja, agar dapat memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan bayinya,” ungkap Direktur Eksekutif APPNIA Poppy Kumala dalam keterangan tertulis di Jakarta.

Anggota APPNIA terus memperkuat kebijakan dan melakukan berbagai program untuk memastikan hak-hak karyawan dan anak terpenuhi, agar orang tua baru dapat membersamai bayinya melalui pemberian cuti melahirkan berbayar selama 3 bulan sesuai aturan. Bahkan, ada yang memberikan sampai selama 6 bulan bagi karyawan perempuan. Ada juga cuti bagi ayah.(jpc/ind)

Ibu menyusui sekaligus yang bekerja di perkantoran kerap menghadapi dilema ketika masa cuti melahirkannya selesai. Mereka masih memberikan air susu ibu (ASI) kepada buah hati, sementara dia harus ke kantor untuk menjalani kewajiban.

Dilema ini bisa saja teratasi, jika kantor tempat ibu menyusui (busui) bekerja memiliki keberpihakan. Ketua Satgas ASI IDAI Dr. dr. Naomi Esthernita F Dewanto, SpA(K) mengatakan, ibu yang harus berhenti memberikan ASI pada anak setelah melahirkan angkanya masih tinggi. Hal itu disebabkan oleh multifaktor.

“Hal itu terjadi karena kurangnya dukungan keluarga dan tenaga medis, karena harus kembali bekerja,” ujar Naomi Esthernita F Dewanto, SpA(K kepada media, beberapa waktu lalu.

Naomi Esthernita menerangkan, salah satu faktor terbesar yang membuat ibu terpaksa menghentikan pemberian ASI pada bayi karena harus kembali bekerja setelah cuti melahirkan selesai. Untuk itu, busui memerlukan dukungan besar agar bisa menyusui anaknya secara maksimal. “Dukungan terbesar diharapkan didapat dari tempat kerja,” katanya.

Selama ini banyak busui berhenti menyusui lebih awal karena keterbatasan dukungan menyusui di tempat kerja. Padahal, perempuan membutuhkan waktu dan dukungan cukup dari lingkungannya agar bisa tetap menyusui dengan optimal.

“Cuti yang cuma tiga bulan itu bisa berakibat tingkat ibu menyusui rendah. Ibu yang kembali bekerja terlalu dini dapat memberikan efek negatif terhadap berlangsungnya masa menyusui. Hal ini tentu membuat ibu tidak bisa memberikan ASI eksklusif selama enam bulan,” ujarnya.

Seperti diketahui, ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi yang baru lahir. Kandungannya yang spesifik, membuat ASI banyak memberikan manfaat, mulai dari membantu mengurangi risiko alergi pada bayi, menunjang pertumbuhan, dan perkembangan fisik serta kecerdasan, hingga dapat menjadi sumber antibodi pada bayi.

Baca Juga :  Minuman Herbal yang ’’Mendinginkan’’ Rosela dan Serai

Berdasar data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ibu berhenti menyusui karena harus kembali bekerja setelah cuti melahirkan sebanyak 45 persen. Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), salah satu dukungan utama yang diperlukan ibu agar tetap dapat memberikan ASI pada bayinya adalah pemberian cuti melahirkan selama 18 minggu atau sekitar 4-5 bulan.

Sementara waktu ideal untuk memastikan ibu bisa menyusui anak secara maksimal lebih dari enam bulan. Di Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, hak cuti melahirakn kepada pekerja selama tiga bulan. Satu setengah bulan sebelum dan satu setengah bulan setelah melahirkan. Periode cuti ini dianggap tidak selaras dengan periode pemberian ASI Eksklusif selama enam bulan.

Selain memberikan cuti yang lebih baik, dr Naomi juga mendorong perusahaan untuk bisa menyediakan ruang laktasi yang memadai. Dengan begitu, ibu bisa menyusui atau memompa ASI dengan nyaman dan aman.

Dukungan itu tidak hanya waktu atau jeda bekerja untuk memompa ASI. Bisa juga berupa penyediaan ruangan laktasi untuk menyusui atau untuk memompa ASI. Fasilitas itu harus bersih, nyaman, aman, dan private untuk ibu.

Menurut data studi narrative review yang dipublikasikan The Indonesian Journal of Community and Occupational Medicine (IJCOM) tahun 2022, dukungan kebijakan ramah laktasi di perkantoran sudah meningkat signifikan. Di beberapa perkantoran multinasional bahkan tercatat adanya dukungan cuti melahirkan hingga enam bulan serta keberadaan konselor laktasi di tempat kerja. Semua itu sudah menjadi standar aturan ketenagakerjaan bagi seluruh karyawan.

Baca Juga :  Makan Buah Pisang Bisa Menghindarkan dari Malanutrisi

“Salah satu faktor penting di Indonesia dalam melindungi pemberian ASI eksklusif adalah terkait kebijakan-kebijakan perlindungan ASI Eksklusif di lingkungan kerja,” ujar Dr. dr. Ray W Basrowi, MKK, praktisi kesehatan komunitas dan kedokteran kerja dari Health Collaborative Center.

Mengutip expert judgement di editorial The Indonesian Journal of Community and Occupational Medicine (IJCOM) edisi 2023, dr. Ray menegaskan bahwa bukti klinis terkait dampak dukungan laktasi terhadap produktivitas pekerja sebenarnya telah tersedia, tetapi belum diedukasikan dengan optimal ke perusahaan. Sehingga, diperlukan suatu pedoman sederhana untuk meyakinkan tempat kerja bahwa investasi laktasi di perusahaan akan memberikan return of investment.

Meskipun peraturan dukungan untuk ibu menyusui masih membutuhkan penguatan, beberapa perusahaan telah melakukan inisiatif untuk mendukung pemberian ASI eksklusif. Contohnya perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Produk Bernutrisi untuk Ibu dan Anak (APPNIA).

“APPNIA menyadari pentingnya manfaat ASI Eksklusif dan dan nutrisi pada 1.000 hari pertama kehidupan, serta mendukung ibu, khususnya yang bekerja, agar dapat memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan bayinya,” ungkap Direktur Eksekutif APPNIA Poppy Kumala dalam keterangan tertulis di Jakarta.

Anggota APPNIA terus memperkuat kebijakan dan melakukan berbagai program untuk memastikan hak-hak karyawan dan anak terpenuhi, agar orang tua baru dapat membersamai bayinya melalui pemberian cuti melahirkan berbayar selama 3 bulan sesuai aturan. Bahkan, ada yang memberikan sampai selama 6 bulan bagi karyawan perempuan. Ada juga cuti bagi ayah.(jpc/ind)

Terpopuler

Artikel Terbaru