26.1 C
Jakarta
Monday, December 2, 2024

Kebiasaan Merokok Tidak Serta Merta Dapat Diubah Secara Singkat

Tingginya prevalensi gaya hidup perkotaan yang serba instan dan perilaku berisiko seperti konsumsi makanan tinggi gula, garam, dan lemak, diet tidak seimbang, serta kurangnya aktivitas fisik menjadi tantangan serius di seluruh Indonesia.

Menurut Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2023, kebiasaan merokok juga masih sangat tinggi, dengan angka perokok aktif di kalangan pria dewasa mencapai 42% dalam rentang usia 25 hingga 54 tahun.

Oleh karena itu, upaya untuk mengurangi faktor risiko kesehatan Penyakit Tidak Menular (PTM) harus melibatkan kerja sama kuat antara pemerintah dan berbagai sektor seperti pendidikan, kesehatan, swasta, serta masyarakat agar kebijakan yang dihasilkan tepat sasaran dan terintegrasi.

Praktisi Kesehatan, Dr. dr. Cashtry Meher, M.Kes, M.H.Kes., Sp. DVE, menjelaskan bahwa kolaborasi lintas sektor diperlukan untuk membuat kebijakan yang fokus utamanya adalah perbaikan kualitas hidup masyarakat dengan memperhitungkan aspek kesehatan.

Sebagai upaya menurunkan berbagai faktor risiko kesehatan, pendekatan pragmatis pengurangan risiko (harm reduction) juga perlu dipertimbangkan dalam pembuatan kebijakan. Misalnya, bagi masyarakat yang sulit mengubah perilaku berisiko, menyediakan alternatif lebih rendah risiko seperti produk makanan-minuman reformulasi dan produk tembakau alternatif bisa menjadi langkah komplementer untuk mengurangi dampak kesehatan akibat diet tidak seimbang dan kebiasaan merokok.

“Saya menyarankan agar kebijakan kesehatan di Medan menitikberatkan pada sinergi antara pemerintah, tenaga kesehatan, sektor swasta, dan masyarakat, sehingga tantangan kesehatan dapat kita hadapi bersama,” ujar dr. Cashtry kepada wartawan, Senin (1/12).

Baca Juga :  Ini Faktanya! Kecerdasan Anak Diwariskan Oleh Ibunya

“Selain itu, kebijakan haruslah berpijak pada ilmu pengetahuan terbaru. Jika ada konsep pengurangan risiko yang terbukti banyak manfaatnya, maka diharapkan pembuatan kebijakan bisa turut mengikuti perkembangan ini,” sambungnya.

  1. Cashtry juga menekankan pentingnya pemberdayaan komunitas dan LSM untuk menjalankan program edukatif dan preventif dengan pendekatan yang lebih personal, serta mendorong terciptanya dukungan sosial kuat dalam mengadopsi gaya hidup sehat.

Selain itu, diperlukan pula upaya edukatif oleh tenaga kesehatan, yang berperan penting dalam menyebarluaskan konsep pengurangan bahaya dan berinteraksi langsung dengan masyarakat yang rentan.

“Dengan bekerja bersama dan terbuka terhadap pendekatan-pendekatan inovatif seperti pengurangan risiko, kita bisa menjangkau masyarakat yang berperilaku berisiko secara holistik dan mengurangi prevalensi PTM dengan lebih efektif,” tuturnya.

Untuk itu, dr. Cashtry mendukung penuh inisiatif pemerintah yang bertujuan mengurangi faktor risiko kesehatan di berbagai wilayah, termasuk Medan. Agenda kesehatan promotif dan preventif, termasuk kampanye gaya hidup sehat dan promosi kesehatan berkelanjutan perlu disosialisasikan lebih masif ke masyarakat.

“Mengubah perilaku kesehatan masyarakat di Medan bukan tugas yang mudah. Literasi kesehatan yang masih rendah, tingginya perilaku berisiko, serta keterbatasan akses layanan kesehatan menjadi hambatan utama dalam upaya preventif,” ungkapnya.

“Meski tantangannya besar, peluang untuk memperbaiki kualitas kesehatan melalui edukasi komunitas sangat menjanjikan. Pendekatan ini efektif karena mengajak masyarakat untuk belajar bersama, saling mendukung, dan menerapkan gaya hidup sehat secara kolektif,” imbuh dr. Cashtry.

Lebih lanjut, ia juga menegaskan pentingnya penerbitan program-program pro masyarakat dengan penyampaian yang mudah dipahami dan sesuai budaya setempat. Sebagai contoh, ia menyebut bahwa tidak mudah meminta perokok dewasa untuk menghentikan kebiasaan merokok secara langsung.

Baca Juga :  Menemukan Keindahan dalam Kesederhanaan, Inilah 3 Zodiak Menganut Gaya Hidup Minimalis

“Oleh karena itu, memaksimalkan konsep pengurangan bahaya tembakau melalui pemanfaatan produk tembakau alternatif dapat menjadi opsi terbaik bagi perokok dewasa untuk mengurangi risiko akibat kebiasaan merokok sekaligus membantu Pemerintah Kota Medan dalam menurunkan prevalensi merokok serta angka PTM,” imbuhnya.

Senada dengan itu, Akademisi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, Dr. Indra Mustika S.P, drg., Sp. Perio (K), menjelaskan bahwa kebiasaan merokok tidak serta merta dapat diubah secara singkat.

Buktinya, pendekatan konvensional dengan melarang berhenti merokok secara langsung tidak berhasil, sehingga diperlukan pendekatan lebih inovatif. Memberikan informasi akurat dan akses kepada produk tembakau alternatif juga memainkan peranan penting.

Sependapat dengan Dr. Cashtry, Dr. Indra mengatakan bahwa kolaborasi lintas sektor akan lebih efektif dalam menurunkan prevalensi merokok.

“Hasil penelitian dapat dipertimbangkan pemerintah untuk membuat kebijakan berbasis bukti ilmiah (evidence based), yang harapannya bisa didorong untuk menjadi dasar membuat peraturan,” ujarnya.

 

Dr. Indra menegaskan, pemerintah memiliki tanggung jawab penting dalam mendukung perokok dewasa yang ingin berhenti merokok, salah satunya dengan memastikan akses terhadap informasi yang akurat, transparan, dan tidak dibatas-batasi.

“Masyarakat berhak tahu secara utuh tentang perbedaan profil risiko antara produk tembakau alternatif dengan rokok sehingga masyarakat dapat membuat keputusan dengan bijak,” pungkasnya.(jpc)

Tingginya prevalensi gaya hidup perkotaan yang serba instan dan perilaku berisiko seperti konsumsi makanan tinggi gula, garam, dan lemak, diet tidak seimbang, serta kurangnya aktivitas fisik menjadi tantangan serius di seluruh Indonesia.

Menurut Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2023, kebiasaan merokok juga masih sangat tinggi, dengan angka perokok aktif di kalangan pria dewasa mencapai 42% dalam rentang usia 25 hingga 54 tahun.

Oleh karena itu, upaya untuk mengurangi faktor risiko kesehatan Penyakit Tidak Menular (PTM) harus melibatkan kerja sama kuat antara pemerintah dan berbagai sektor seperti pendidikan, kesehatan, swasta, serta masyarakat agar kebijakan yang dihasilkan tepat sasaran dan terintegrasi.

Praktisi Kesehatan, Dr. dr. Cashtry Meher, M.Kes, M.H.Kes., Sp. DVE, menjelaskan bahwa kolaborasi lintas sektor diperlukan untuk membuat kebijakan yang fokus utamanya adalah perbaikan kualitas hidup masyarakat dengan memperhitungkan aspek kesehatan.

Sebagai upaya menurunkan berbagai faktor risiko kesehatan, pendekatan pragmatis pengurangan risiko (harm reduction) juga perlu dipertimbangkan dalam pembuatan kebijakan. Misalnya, bagi masyarakat yang sulit mengubah perilaku berisiko, menyediakan alternatif lebih rendah risiko seperti produk makanan-minuman reformulasi dan produk tembakau alternatif bisa menjadi langkah komplementer untuk mengurangi dampak kesehatan akibat diet tidak seimbang dan kebiasaan merokok.

“Saya menyarankan agar kebijakan kesehatan di Medan menitikberatkan pada sinergi antara pemerintah, tenaga kesehatan, sektor swasta, dan masyarakat, sehingga tantangan kesehatan dapat kita hadapi bersama,” ujar dr. Cashtry kepada wartawan, Senin (1/12).

Baca Juga :  Ini Faktanya! Kecerdasan Anak Diwariskan Oleh Ibunya

“Selain itu, kebijakan haruslah berpijak pada ilmu pengetahuan terbaru. Jika ada konsep pengurangan risiko yang terbukti banyak manfaatnya, maka diharapkan pembuatan kebijakan bisa turut mengikuti perkembangan ini,” sambungnya.

  1. Cashtry juga menekankan pentingnya pemberdayaan komunitas dan LSM untuk menjalankan program edukatif dan preventif dengan pendekatan yang lebih personal, serta mendorong terciptanya dukungan sosial kuat dalam mengadopsi gaya hidup sehat.

Selain itu, diperlukan pula upaya edukatif oleh tenaga kesehatan, yang berperan penting dalam menyebarluaskan konsep pengurangan bahaya dan berinteraksi langsung dengan masyarakat yang rentan.

“Dengan bekerja bersama dan terbuka terhadap pendekatan-pendekatan inovatif seperti pengurangan risiko, kita bisa menjangkau masyarakat yang berperilaku berisiko secara holistik dan mengurangi prevalensi PTM dengan lebih efektif,” tuturnya.

Untuk itu, dr. Cashtry mendukung penuh inisiatif pemerintah yang bertujuan mengurangi faktor risiko kesehatan di berbagai wilayah, termasuk Medan. Agenda kesehatan promotif dan preventif, termasuk kampanye gaya hidup sehat dan promosi kesehatan berkelanjutan perlu disosialisasikan lebih masif ke masyarakat.

“Mengubah perilaku kesehatan masyarakat di Medan bukan tugas yang mudah. Literasi kesehatan yang masih rendah, tingginya perilaku berisiko, serta keterbatasan akses layanan kesehatan menjadi hambatan utama dalam upaya preventif,” ungkapnya.

“Meski tantangannya besar, peluang untuk memperbaiki kualitas kesehatan melalui edukasi komunitas sangat menjanjikan. Pendekatan ini efektif karena mengajak masyarakat untuk belajar bersama, saling mendukung, dan menerapkan gaya hidup sehat secara kolektif,” imbuh dr. Cashtry.

Lebih lanjut, ia juga menegaskan pentingnya penerbitan program-program pro masyarakat dengan penyampaian yang mudah dipahami dan sesuai budaya setempat. Sebagai contoh, ia menyebut bahwa tidak mudah meminta perokok dewasa untuk menghentikan kebiasaan merokok secara langsung.

Baca Juga :  Menemukan Keindahan dalam Kesederhanaan, Inilah 3 Zodiak Menganut Gaya Hidup Minimalis

“Oleh karena itu, memaksimalkan konsep pengurangan bahaya tembakau melalui pemanfaatan produk tembakau alternatif dapat menjadi opsi terbaik bagi perokok dewasa untuk mengurangi risiko akibat kebiasaan merokok sekaligus membantu Pemerintah Kota Medan dalam menurunkan prevalensi merokok serta angka PTM,” imbuhnya.

Senada dengan itu, Akademisi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, Dr. Indra Mustika S.P, drg., Sp. Perio (K), menjelaskan bahwa kebiasaan merokok tidak serta merta dapat diubah secara singkat.

Buktinya, pendekatan konvensional dengan melarang berhenti merokok secara langsung tidak berhasil, sehingga diperlukan pendekatan lebih inovatif. Memberikan informasi akurat dan akses kepada produk tembakau alternatif juga memainkan peranan penting.

Sependapat dengan Dr. Cashtry, Dr. Indra mengatakan bahwa kolaborasi lintas sektor akan lebih efektif dalam menurunkan prevalensi merokok.

“Hasil penelitian dapat dipertimbangkan pemerintah untuk membuat kebijakan berbasis bukti ilmiah (evidence based), yang harapannya bisa didorong untuk menjadi dasar membuat peraturan,” ujarnya.

 

Dr. Indra menegaskan, pemerintah memiliki tanggung jawab penting dalam mendukung perokok dewasa yang ingin berhenti merokok, salah satunya dengan memastikan akses terhadap informasi yang akurat, transparan, dan tidak dibatas-batasi.

“Masyarakat berhak tahu secara utuh tentang perbedaan profil risiko antara produk tembakau alternatif dengan rokok sehingga masyarakat dapat membuat keputusan dengan bijak,” pungkasnya.(jpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru

/