29.1 C
Jakarta
Wednesday, April 16, 2025

Dampak Virus Korona, Lima Kota di Tiongkok Diisolasi

”Kami seakan merasa ini adalah akhir dunia,” ujar seorang
penduduk Wuhan, Tiongkok, dalam unggahannya di Weibo. Respons serupa membanjiri
media sosial yang mirip Twitter itu. Ya, mulai kemarin Wuhan ditutup.
Diisolasi.

Wuhan adalah kota di Tiongkok yang menjadi tempat pertama
munculnya virus korona yang bernama lain 2019-nCoV. Seluruh operasi
transportasi umum dihentikan. Bagi pemerintah Tiongkok, ini adalah pertaruhan
reputasi. Sebab, negara tersebut sudah berkali-kali menjadi sumber utama wabah
penyakit. Mulai flu burung hingga severe acute respiratory syndrome (SARS) yang
menelan ratusan korban jiwa.

”Jika tidak mendesak, jangan meninggalkan kota,” bunyi
peringatan yang diberikan oleh pemerintah Tiongkok kepada penduduk. Tidak ada
penerbangan dari dan ke luar Wuhan sejak pukul 10.00 kemarin (23/1). Di jam
yang hampir sama, seluruh operasional di stasiun kereta api dan terminal bus
juga ditutup. Pun demikian jalan-jalan utama untuk keluar dari Wuhan. Jalur
laut juga bernasib serupa. Tak ada layanan feri ke luar kota tersebut. Penduduk
yang terjebak di kota itu menjadi panik. ”Kami seakan merasa ini adalah akhir
dunia,” ujar salah satu penduduk Wuhan dalam unggahannya di Weibo, semacam
Twitter di Tiongkok.

Hanya berselang beberapa jam, Huanggang melakukan hal serupa.
Kota itu berbatasan langsung dengan Wuhan. Seluruh kafe, bioskop, tempat
pertunjukan, dan tempat-tempat umum lain ditutup mulai tengah malam. Ezhou,
Xiantao, dan Chibi akhirnya mengikuti jejak Wuhan dan Huanggang. Lima kota itu
berada di Provinsi Hubei.

Penduduk bebas bepergian di dalam kota, tapi tidak bisa keluar.
Pun demikian orang dari luar. Mereka tidak bisa masuk ke lima kota tersebut.
Belum diketahui apakah akan ada penambahan kota yang akses transportasinya
ditutup. Banyak yang ketakutan bahwa mereka akan kehabisan stok pangan jika
isolasi berlangsung lama. Para sopir taksi yang melayani dalam kota kini juga
mematok tarif tiga kali lipat. ”Di luar sangat berbahaya. Tapi, kami juga harus
menghasilkan uang,” ujar seorang pengemudi taksi.

Baca Juga :  Turki Diguncang Gempa Magnitudo 7,1

Bagi penduduk Tiongkok, isolasi itu tak hanya meresahkan, tapi
juga mengecewakan. Banyak di antara mereka yang memiliki rencana berkunjung ke
kota lain saat Imlek. Hal itu tentu tak bisa lagi dilakukan. Bahkan,
acara-acara yang menarik banyak orang dibatalkan. Semua itu demi satu tujuan:
2019-nCoV tak menyebar lebih luas.

Tiongkok memang pantas waswas. Sebab, virus tersebut sudah
menginfeksi 571 orang. Sebanyak 17 orang dilaporkan tewas dan lebih dari 5 ribu
lainnya diobservasi. Hingga kemarin, belum diungkap secara pasti asal muasal
virus tersebut. Pun belum ada vaksin khusus yang bisa menghancurkan virus itu.

Publikasi dalam Journal of Medical Virology mengungkap,
penularan 2019-nCoV sedikit berbeda dengan SARS dan MERS. Kelelawar menjadi
sumber penularan utama SARS dan MERS. Awalnya, peneliti mengira 2019-nCoV
berasal dari binatang yang sama. Namun, penelitian lebih lanjut menunjukkan
bahwa kode protein 2019-nCoV sangat mirip dengan milik ular.

Di alam liar, ular memang biasanya memangsa kelelawar. Tampaknya
virus dari kelelawar menjangkiti ular. Nah, ular yang terjangkit itulah yang dijual
di Seafood Market Wuhan. Meski namanya pasar ikan, ia juga menjual binatang
lain seperti kelelawar, tikus, daging unta, anak serigala, rubah, dan ular.
Orang-orang yang kali pertama tertular adalah para pekerja di pasar tersebut.
Belum diketahui bagaimana virus itu bisa bermutasi dari kelelawar yang berdarah
panas ke ular yang berdarah dingin dan masuk lagi ke manusia yang termasuk
berdarah panas.

Baca Juga :  Donald Trump Pastikan Pimpinan ISIS Tewas Saat Penyergapan

Hingga kemarin, Badan Kesehatan Dunia (WHO) belum mengeluarkan
status apa pun untuk penanganan penyebaran 2019-nCoV. Padahal, mereka
diharapkan menyatakan status darurat kesehatan global. Dengan begitu,
penanganan antarnegara bisa saling terkait. Namun, di pihak lain, status itu
juga akan mencoreng muka Tiongkok..

”Kami membutuhkan lebih banyak informasi,” ujar Ketua WHO Tedros
Adhanom Ghebreyesus. Dia memuji langkah Tiongkok untuk mengontrol persebaran
virus. Kota-kota besar di Tiongkok seperti Beijing, Makau, dan Hongkong
membatalkan perayaan dan parade Imlek.

Di pihak lain, pejabat tinggi di Departemen Luar Negeri AS masih
meragukan transparansi Tiongkok. Saat SARS mewabah 2002, Tiongkok berusaha
menutupi. Mereka baru lapor kepada WHO setelah beberapa bulan. Para pakar WHO
pun dilarang masuk Provinsi Guangdong yang menjadi lokasi munculnya virus
tersebut untuk kali pertama.

Virus 2019-nCoV saat ini sudah sampai di AS. Singapura juga
memastikan bahwa ada satu pasien yang positif tertular virus itu. Pria 66 tahun
tersebut baru datang dari Wuhan dan menuju rumah sakit karena demam serta
batuk-batuk. Dua warga Tiongkok yang berkunjung ke Vietnam juga dipastikan
positif tertular 2019-nCoV.

Petugas bandara kini harus lebih waspada saat mengecek
penumpang. Sebab, ternyata tidak semua pasien yang positif tertular 2019-nCoV
mengalami demam. Beberapa di antaranya hanya mengalami masalah pernapasan dan
batuk-batuk. Artinya, mereka yang sudah tertular mungkin saja lolos dari
deteksi suhu tubuh di bandara.(jpc)

”Kami seakan merasa ini adalah akhir dunia,” ujar seorang
penduduk Wuhan, Tiongkok, dalam unggahannya di Weibo. Respons serupa membanjiri
media sosial yang mirip Twitter itu. Ya, mulai kemarin Wuhan ditutup.
Diisolasi.

Wuhan adalah kota di Tiongkok yang menjadi tempat pertama
munculnya virus korona yang bernama lain 2019-nCoV. Seluruh operasi
transportasi umum dihentikan. Bagi pemerintah Tiongkok, ini adalah pertaruhan
reputasi. Sebab, negara tersebut sudah berkali-kali menjadi sumber utama wabah
penyakit. Mulai flu burung hingga severe acute respiratory syndrome (SARS) yang
menelan ratusan korban jiwa.

”Jika tidak mendesak, jangan meninggalkan kota,” bunyi
peringatan yang diberikan oleh pemerintah Tiongkok kepada penduduk. Tidak ada
penerbangan dari dan ke luar Wuhan sejak pukul 10.00 kemarin (23/1). Di jam
yang hampir sama, seluruh operasional di stasiun kereta api dan terminal bus
juga ditutup. Pun demikian jalan-jalan utama untuk keluar dari Wuhan. Jalur
laut juga bernasib serupa. Tak ada layanan feri ke luar kota tersebut. Penduduk
yang terjebak di kota itu menjadi panik. ”Kami seakan merasa ini adalah akhir
dunia,” ujar salah satu penduduk Wuhan dalam unggahannya di Weibo, semacam
Twitter di Tiongkok.

Hanya berselang beberapa jam, Huanggang melakukan hal serupa.
Kota itu berbatasan langsung dengan Wuhan. Seluruh kafe, bioskop, tempat
pertunjukan, dan tempat-tempat umum lain ditutup mulai tengah malam. Ezhou,
Xiantao, dan Chibi akhirnya mengikuti jejak Wuhan dan Huanggang. Lima kota itu
berada di Provinsi Hubei.

Penduduk bebas bepergian di dalam kota, tapi tidak bisa keluar.
Pun demikian orang dari luar. Mereka tidak bisa masuk ke lima kota tersebut.
Belum diketahui apakah akan ada penambahan kota yang akses transportasinya
ditutup. Banyak yang ketakutan bahwa mereka akan kehabisan stok pangan jika
isolasi berlangsung lama. Para sopir taksi yang melayani dalam kota kini juga
mematok tarif tiga kali lipat. ”Di luar sangat berbahaya. Tapi, kami juga harus
menghasilkan uang,” ujar seorang pengemudi taksi.

Baca Juga :  Turki Diguncang Gempa Magnitudo 7,1

Bagi penduduk Tiongkok, isolasi itu tak hanya meresahkan, tapi
juga mengecewakan. Banyak di antara mereka yang memiliki rencana berkunjung ke
kota lain saat Imlek. Hal itu tentu tak bisa lagi dilakukan. Bahkan,
acara-acara yang menarik banyak orang dibatalkan. Semua itu demi satu tujuan:
2019-nCoV tak menyebar lebih luas.

Tiongkok memang pantas waswas. Sebab, virus tersebut sudah
menginfeksi 571 orang. Sebanyak 17 orang dilaporkan tewas dan lebih dari 5 ribu
lainnya diobservasi. Hingga kemarin, belum diungkap secara pasti asal muasal
virus tersebut. Pun belum ada vaksin khusus yang bisa menghancurkan virus itu.

Publikasi dalam Journal of Medical Virology mengungkap,
penularan 2019-nCoV sedikit berbeda dengan SARS dan MERS. Kelelawar menjadi
sumber penularan utama SARS dan MERS. Awalnya, peneliti mengira 2019-nCoV
berasal dari binatang yang sama. Namun, penelitian lebih lanjut menunjukkan
bahwa kode protein 2019-nCoV sangat mirip dengan milik ular.

Di alam liar, ular memang biasanya memangsa kelelawar. Tampaknya
virus dari kelelawar menjangkiti ular. Nah, ular yang terjangkit itulah yang dijual
di Seafood Market Wuhan. Meski namanya pasar ikan, ia juga menjual binatang
lain seperti kelelawar, tikus, daging unta, anak serigala, rubah, dan ular.
Orang-orang yang kali pertama tertular adalah para pekerja di pasar tersebut.
Belum diketahui bagaimana virus itu bisa bermutasi dari kelelawar yang berdarah
panas ke ular yang berdarah dingin dan masuk lagi ke manusia yang termasuk
berdarah panas.

Baca Juga :  Donald Trump Pastikan Pimpinan ISIS Tewas Saat Penyergapan

Hingga kemarin, Badan Kesehatan Dunia (WHO) belum mengeluarkan
status apa pun untuk penanganan penyebaran 2019-nCoV. Padahal, mereka
diharapkan menyatakan status darurat kesehatan global. Dengan begitu,
penanganan antarnegara bisa saling terkait. Namun, di pihak lain, status itu
juga akan mencoreng muka Tiongkok..

”Kami membutuhkan lebih banyak informasi,” ujar Ketua WHO Tedros
Adhanom Ghebreyesus. Dia memuji langkah Tiongkok untuk mengontrol persebaran
virus. Kota-kota besar di Tiongkok seperti Beijing, Makau, dan Hongkong
membatalkan perayaan dan parade Imlek.

Di pihak lain, pejabat tinggi di Departemen Luar Negeri AS masih
meragukan transparansi Tiongkok. Saat SARS mewabah 2002, Tiongkok berusaha
menutupi. Mereka baru lapor kepada WHO setelah beberapa bulan. Para pakar WHO
pun dilarang masuk Provinsi Guangdong yang menjadi lokasi munculnya virus
tersebut untuk kali pertama.

Virus 2019-nCoV saat ini sudah sampai di AS. Singapura juga
memastikan bahwa ada satu pasien yang positif tertular virus itu. Pria 66 tahun
tersebut baru datang dari Wuhan dan menuju rumah sakit karena demam serta
batuk-batuk. Dua warga Tiongkok yang berkunjung ke Vietnam juga dipastikan
positif tertular 2019-nCoV.

Petugas bandara kini harus lebih waspada saat mengecek
penumpang. Sebab, ternyata tidak semua pasien yang positif tertular 2019-nCoV
mengalami demam. Beberapa di antaranya hanya mengalami masalah pernapasan dan
batuk-batuk. Artinya, mereka yang sudah tertular mungkin saja lolos dari
deteksi suhu tubuh di bandara.(jpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru