27.1 C
Jakarta
Saturday, April 27, 2024

Perbedaan Pendapat Soal Keberadaan Harun Masiku, DPR: Perlu Diusut

Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Ronny Sompie dan
Menkumham Yasonna H Laoly berbeda pendapat mengenai keberadaan politikus Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Harun Masiku. Terkait hal itu, anggota
Komisi III DPR, Taufik Basari mengatakan perlu diusut pernyataan Ronny Sompie
dan Yasonna. Karena keterangan mereka berbeda mengenai keberadaan Harun Masiku.

“Khusus terkait keterangan Dirjen Imigrasi, menurut saya itu
juga harus ditelusuri, harus diusut,” ujar Taufik Basari kepada wartawan, Jumat
(24/1).

‎Diusutnya pernyataan tersebut, menurut Taufik apakah hanya
kesalahan administrasi. Selain itu, ataukah disenggaja oleh Ronny Sompie maupun
Yasonna Laoly.

“Jadi apakah ini memang ada kesengajaan ataukah ada kesalahan
sistem ataukah persoalan administrasi,” ‎imbuh Taufik.

‎Taufik menambahkan, sebuah lembaga sebesar kementerian tidak
boleh ada yang berbeda pernyataan. Apalagi dengan hal yang sensitif seperti
keberadaan Harun Masiku.

“Bagaimana pun tetap tidak bisa dibiarkan, harus diusut tuntas
mengenai persoalan keterangannya Imigrasi yang mengalami perubahan,” ungkapnya.

Sebelumnya, Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia (Kemenkumham), Ronny Sompie mengatakan Harun Masiku telah berada di
Indonesia sejak Selasa (7/1) lalu. Harun yang merupakan buronan KPK itu
melintas masuk ke Jakarta melalui Bandara Soekarno Hatta menggunakan pesawat
Batik Air.

Baca Juga :  Cemburu Buta, Mantan Pacar Digigit, Diseret dan Dipukul Hingga Pingsan

“Saya telah memerintahkan kepada Kepala Kantor Imigrasi Kelas 1
Khusus Bandara Soeta dan Direktur Sistem Informasi dan Teknologi Keimigrasan
Ditjen Imigrasi untuk melakukan pendalaman terhadap adanya delay time dalam
pemrosesan data perlintasan di Terminal 2 F Bandara Soeta, ketika Harun Masiku
melintas masuk,” beber Ronny Sompie.

Dalam kasus PAW yang melibatkan Harun Masiku, KPK menetapkan
empat orang sebagai tersangka. Mereka yakni Komisioner KPU Wahyu Setiawan,
Agustiani Tio Fridelina selaku mantan Anggota Badan Pengawas Pemilu sekaligus
orang kepercayaan Wahyu, Harun Masiku selaku caleg DPR RI fraksi PDIP dan
Saeful.

KPK menduga Wahyu bersama Agustiani Tio Fridelina diduga
menerima suap dari Harun dan Saeful. Suap dengan total Rp 900 juta itu diduga
diberikan kepada Wahyu agar Harun dapat ditetapkan oleh KPU sebagai anggota DPR
RI menggantikan caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas yang
meninggal dunia pada Maret 2019 lalu.

Baca Juga :  Waduh, Dua Kelompok Nelayan Kumai Nyaris Bentrok

Atas perbuatannya, Wahyu dan Agustiani Tio yang ditetapkan
sebagai tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 Ayat (1) huruf a
atau Pasal 12 Ayat (1) huruf b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999
sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara itu, Harun dan Saeful yang ditetapkan sebagai
tersangka pemberi suap disangkakan dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5
Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(jpc)

 

Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Ronny Sompie dan
Menkumham Yasonna H Laoly berbeda pendapat mengenai keberadaan politikus Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Harun Masiku. Terkait hal itu, anggota
Komisi III DPR, Taufik Basari mengatakan perlu diusut pernyataan Ronny Sompie
dan Yasonna. Karena keterangan mereka berbeda mengenai keberadaan Harun Masiku.

“Khusus terkait keterangan Dirjen Imigrasi, menurut saya itu
juga harus ditelusuri, harus diusut,” ujar Taufik Basari kepada wartawan, Jumat
(24/1).

‎Diusutnya pernyataan tersebut, menurut Taufik apakah hanya
kesalahan administrasi. Selain itu, ataukah disenggaja oleh Ronny Sompie maupun
Yasonna Laoly.

“Jadi apakah ini memang ada kesengajaan ataukah ada kesalahan
sistem ataukah persoalan administrasi,” ‎imbuh Taufik.

‎Taufik menambahkan, sebuah lembaga sebesar kementerian tidak
boleh ada yang berbeda pernyataan. Apalagi dengan hal yang sensitif seperti
keberadaan Harun Masiku.

“Bagaimana pun tetap tidak bisa dibiarkan, harus diusut tuntas
mengenai persoalan keterangannya Imigrasi yang mengalami perubahan,” ungkapnya.

Sebelumnya, Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia (Kemenkumham), Ronny Sompie mengatakan Harun Masiku telah berada di
Indonesia sejak Selasa (7/1) lalu. Harun yang merupakan buronan KPK itu
melintas masuk ke Jakarta melalui Bandara Soekarno Hatta menggunakan pesawat
Batik Air.

Baca Juga :  Cemburu Buta, Mantan Pacar Digigit, Diseret dan Dipukul Hingga Pingsan

“Saya telah memerintahkan kepada Kepala Kantor Imigrasi Kelas 1
Khusus Bandara Soeta dan Direktur Sistem Informasi dan Teknologi Keimigrasan
Ditjen Imigrasi untuk melakukan pendalaman terhadap adanya delay time dalam
pemrosesan data perlintasan di Terminal 2 F Bandara Soeta, ketika Harun Masiku
melintas masuk,” beber Ronny Sompie.

Dalam kasus PAW yang melibatkan Harun Masiku, KPK menetapkan
empat orang sebagai tersangka. Mereka yakni Komisioner KPU Wahyu Setiawan,
Agustiani Tio Fridelina selaku mantan Anggota Badan Pengawas Pemilu sekaligus
orang kepercayaan Wahyu, Harun Masiku selaku caleg DPR RI fraksi PDIP dan
Saeful.

KPK menduga Wahyu bersama Agustiani Tio Fridelina diduga
menerima suap dari Harun dan Saeful. Suap dengan total Rp 900 juta itu diduga
diberikan kepada Wahyu agar Harun dapat ditetapkan oleh KPU sebagai anggota DPR
RI menggantikan caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas yang
meninggal dunia pada Maret 2019 lalu.

Baca Juga :  Waduh, Dua Kelompok Nelayan Kumai Nyaris Bentrok

Atas perbuatannya, Wahyu dan Agustiani Tio yang ditetapkan
sebagai tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 Ayat (1) huruf a
atau Pasal 12 Ayat (1) huruf b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999
sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara itu, Harun dan Saeful yang ditetapkan sebagai
tersangka pemberi suap disangkakan dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5
Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(jpc)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru