Pengamanan
di Provinsi Yala, Thailand, diperketat. Kendaraan yang keluar masuk diperiksa.
Langkah itu dilakukan setelah pemberontak menyerang pos pengamanan di Lam
Phaya, Distrik Muang. Sebanyak 15 orang relawan pertahanan desa dilaporkan
tewas. Mereka adalah penduduk lokal yang dilatih militer untuk mengamankan
wilayahnya.
“Ini
adalah serangan terbesar yang terjadi belakangan ini,†ujar Juru Bicara Militer
Yala Kolonel Pramote Prom-in.
Bangkok
Post memaparkan, setidaknya sepuluh pemberontak menyerang pada Selasa (5/11)
sekitar pukul 23.30. Mereka berjalan kaki dari perkebunan karet, mendekati pos,
dan menembaki orang-orang. Sebelas orang tewas di lokasi. Tujuh orang dilarikan
ke Yala Hospital. Namun, empat di antara mereka tak bisa selamat.
Salah
seorang korban tewas adalah dokter di desa tersebut. Selain itu, ada kapten
polisi yang bertanggung jawab atas penyelidikan di wilayah perbatasan selatan,
kepala subdistrik, dan mantan kepala subdistrik. Para pemberontak itu mengambil
semua senjata yang ada di lokasi.
Untuk
memperlambat bantuan, pelaku menyebar banyak paku di jalan dan membakar ban
bekas. Mereka juga menumbangkan beberapa pohon di dekat jalan. Sebuah bom juga
diletakkan di tiang listrik. Imbasnya, bukan hanya pihak kepolisian yang sulit
ke lokasi, melainkan juga petugas medis yang akan menyelamatkan para korban.
Juru
Bicara Militer Thailand Kolonel Kiattisak Neewong mengungkapkan di lokasi
kejadian ditemukan baju dengan bercak darah. Ada kemungkinan pelaku terluka
saat baku tembak. Hingga Rabu (6/11) belum ada satu pun pelaku yang tertangkap.
Perdana
Menteri Thailand Prayuth Chan-o-cha berpendapat bahwa serangan itu mungkin
menunjukkan bahwa pemberontak kini berganti strategi. Biasanya target mereka
adalah polisi dan tentara, tapi kini ganti relawan pertahanan desa. Mereka
adalah sasaran empuk. Sebab, meski membawa senjata dan mendapat pelatihan
militer, kemampuan mereka belum mumpuni.
Para
relawan itu biasanya hanya menjaga desa, tidak pernah menyerang pemberontak
lebih dulu. Mereka juga tidak digaji.
“Kami
akan membuat rencana untuk lebih melindungi mereka,†ujar Prayuth seperti
dikutip Associated Press.
Pemberontak
biasanya juga menyerang perwakilan pemerintah dan penduduk yang memihak
pemerintah. Beberapa biksu Buddha pun kerap menjadi korban penyerangan. Para
pemberontak itu tidak memiliki kaitan dengan kelompok militan seperti Islamic
State (IS) alias ISIS.
Gerakan
separatisme di Provinsi Pattani, Narathiwat, dan Yala tak pernah mati. Warga
muslim Thailand kerap merasa bahwa mereka diperlakukan sebagai penduduk kelas
dua. Pembicaraan damai yang difasilitasi Malaysia sudah beberapa kali terjadi,
tetapi tak pernah membuahkan hasil.
JEJAK
PEMBERONTAKAN THAILAND
– Kesultanan Pattani yang meliputi Pattani, Yala, Narathiwat, Songkhla, dan
Kelantan ditaklukkan Kerajaan Siam pada 1785. Kecuali Kelantan, semua masuk
kekuasaan Thailand. Penduduk wilayah tersebut didominasi warga muslim. Mereka
tak mau bergabung dengan Thailand. Pemberontakan pun dimulai.
– Sejak 1950-an pemerintahan militer Thailand berusaha memaksa penduduk untuk
belajar bahasa, budaya, dan agama mayoritas di negara tersebut. Namun, penduduk
menolak.
– Pemberontak melakukan perang gerilya pada 1970-an–1980-an. Aksi itu mereda
pada 1990-an karena tawaran amnesti.
– 28 April 2004, pemberontakan kembali mencuat. Lebih dari 100 pemberontak menyerang
10 pos penjagaan di Pattani, Yala, dan Songkhla. Sebanyak 32 pemberontak mundur
ke Masjid Krue Se, masjid paling suci dan tertua di Pattani. Militer menyerang
masuk dan membunuh semuanya di dalam masjid.
– Oktober 2014, sebanyak 30 ribu tentara dan polisi dikerahkan untuk
menenangkan massa yang mengamuk setelah 78 pria muslim yang ditangkap saat demo
tewas kehabisan napas dalam perjalanan menuju tahanan.
– Mayoritas pemberontak adalah anggota kelompok Barisan Revolusi Nasional
(BRN).
– Lebih dari 7 ribu orang tewas sejak 2004.(jpc)
Sumber:
AP, AFP, Wikipedia