29.7 C
Jakarta
Friday, May 9, 2025

Sekolah Cek Rekening Ya, Dana BOS Tahap I Sudah Cair

JAKARTA – Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) reguler tahap I
senilai Rp 9,8 triliun telah cair pada Februari ini. Bahkan telah disalurkan ke
ratusan ribu sekolah.

Plt. Kepala Biro Komunikasi dan
Layanan Informasi Kementerian Keuangan Nufransa Wira Sakti mengatakan
Pemerintah telah menyalurkan dana BOS reguler tahap I ke 136.579 sekolah pada
Februari 2020. Totalnya senilai Rp9,8 triliun. Pencairan dan penyaluran
dipercepat sesuai dengan komitmen bersama Menteri Keuangan, Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan dan Menteri Dalam Negeri.

“Penyaluran Dana BOS ke
sekolah-sekolah pada bulan Februari 2020 ini lebih cepat dibandingkan dengan
tahun sebelumnya, yang rata-rata baru masuk ke rekening sekolah pada bulan
Maret dan April,” kata Nufransa, Senin (17/2).

Proses penyaluran yang lebih
cepat ke rekening sekolah akan dapat membuat kegiatan operasional sekolah bisa
lebih cepat terselenggara. Sekolah dapat lebih cepat dalam menyampaikan laporan
tanpa menunggu sekolah lain meskipun dalam wilayah yang sama.

“Penyaluran langsung ke rekening
sekolah juga tetap ditatausahakan dalam APBD Provinsi/Kabupaten/Kota sehingga
sisi akuntabilitas tetap terjaga,” katanya.

Penyaluran dana BOS secara
langsung dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Sekolah ini tercantum dalam
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 9/PMK.07/2020 tentang Perubahan Atas PMK
Nomor 48/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan DAK Nonfisik.

Alokasi dana BOS reguler tahap I
ini sebesar 30 persen untuk masing-masing sekolah yang telah mendapatkan
rekomendasi dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Baca Juga :  KPPU Harus Segera Putuskan Dugaan Kartel Penerbangan

Untuk Tahap II dan III akan
disalurkan sebesar 40 persen dan 30 persen. Dengan skema penyaluran terbaru
ini, maka sebesar 70 persen dana BOS nantinya dapat langsung diterima sekolah
pada semester I.

Terpisah, Koordinator Nasional
Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji mengkritisi 50
persen dana BOS digunakan untuk gaji guru honorer. Hal ini menurutnya sangat
kontradiktif dengan peraturan yang ada.

Selama ini pemerintah berjanji
untuk mengangkat guru honorer sebagai pegawai negeri sipil (PNS) ataupun
pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K). Namun yang terjadi malah dana
BOS digunakan untuk menggaji guru honorer.

“Dana BOS itu sangat mepet untuk
operasional sekolah. Harusnya honorer kan diberikan dari pos lain, atau yang
lebih strategis statusnya harus diperjelas. Kalau operasional dikurangi banyak,
maka itu akan mengundang pungli,” katanya.

Skema maksimal 50 persen untuk
gaji guru ini, menurutnya berpotensi diskriminatif. Sebab ada prasyarat guru
honorer tersebut harus memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan
(NUPTK). Pada kenyataannya, sangat banyak guru honorer, yang tak punya NUPTK.

Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemdikbud) sebaiknya segera merevisi Permendikbud Nomor 8 Tahun
2020 tentang Pengelolaan Dana BOS untuk menghindari diskriminasi.

Baca Juga :  Istana Perintahkan Mundur, Ini Jawaban Firli Bahuri

“Dengan syarat NUPTK ini, banyak
guru honorer yang tidak bisa mengakses dana BOS. Itulah kenapa saya katakan
kebijakan ini hanya gertak sambal dan tidak strategis sama sekali, dan NUPTK
ini akan menimbulkan masalah baru,” ucapnya.

Dia pun mengusulkan, jika
pemerintah ingin dana BOS menjadi salah satu solusi untuk kesejahteraan guru,
maka jangan ada persyaratan NUPTK.

Ubaid juga memeinta pemerintah
mewaspadai pengelolaan dana BOS. Pasalnya, pengelolaannya masih tertutup dan
tidak partisipatif.

“JPPI menemukan selama ini,
pengelolaan dana BOS ini hanya dilakukan oleh kepala sekolah dan bendahara
tanpa melibatkan elemen lain,” ujarnya.

Karenanya, sebelum melakukan
transfer langsung, pemerintah seharusnya melakukan sosialisasi kepada para guru
dan kepala sekolah. Sebab, tidak semuanya paham pengelolaan dana BOS.

“Harus pemerintah yang menginisiasi
pelatihan pengelolaan dana BOS secara akuntabel, transparan, dan partisipatif
sebelum dana BOS ditransfer. Apabila mereka tidak bisa mengelola secara
transparan dan akuntabel, maka berpotensi besar menjadi jebakan masuk bui,”
ujarnya.(gw/fin/kpc)

Penyaluran dana BOS Tahap I

94.680 Sekolah Dasar total Rp4,44 triliun

23.625 Sekolah Menengah Pertama total Rp2,21 triliun

6.857 Sekolah Menangah Atas total Rp1,22 triliun

9.932 Sekolah Menengah Kejuruan total Rp1,84 triliun

1.485 Sekolah Luar Biasa total
Rp70,1 miliar

JAKARTA – Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) reguler tahap I
senilai Rp 9,8 triliun telah cair pada Februari ini. Bahkan telah disalurkan ke
ratusan ribu sekolah.

Plt. Kepala Biro Komunikasi dan
Layanan Informasi Kementerian Keuangan Nufransa Wira Sakti mengatakan
Pemerintah telah menyalurkan dana BOS reguler tahap I ke 136.579 sekolah pada
Februari 2020. Totalnya senilai Rp9,8 triliun. Pencairan dan penyaluran
dipercepat sesuai dengan komitmen bersama Menteri Keuangan, Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan dan Menteri Dalam Negeri.

“Penyaluran Dana BOS ke
sekolah-sekolah pada bulan Februari 2020 ini lebih cepat dibandingkan dengan
tahun sebelumnya, yang rata-rata baru masuk ke rekening sekolah pada bulan
Maret dan April,” kata Nufransa, Senin (17/2).

Proses penyaluran yang lebih
cepat ke rekening sekolah akan dapat membuat kegiatan operasional sekolah bisa
lebih cepat terselenggara. Sekolah dapat lebih cepat dalam menyampaikan laporan
tanpa menunggu sekolah lain meskipun dalam wilayah yang sama.

“Penyaluran langsung ke rekening
sekolah juga tetap ditatausahakan dalam APBD Provinsi/Kabupaten/Kota sehingga
sisi akuntabilitas tetap terjaga,” katanya.

Penyaluran dana BOS secara
langsung dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Sekolah ini tercantum dalam
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 9/PMK.07/2020 tentang Perubahan Atas PMK
Nomor 48/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan DAK Nonfisik.

Alokasi dana BOS reguler tahap I
ini sebesar 30 persen untuk masing-masing sekolah yang telah mendapatkan
rekomendasi dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Baca Juga :  KPPU Harus Segera Putuskan Dugaan Kartel Penerbangan

Untuk Tahap II dan III akan
disalurkan sebesar 40 persen dan 30 persen. Dengan skema penyaluran terbaru
ini, maka sebesar 70 persen dana BOS nantinya dapat langsung diterima sekolah
pada semester I.

Terpisah, Koordinator Nasional
Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji mengkritisi 50
persen dana BOS digunakan untuk gaji guru honorer. Hal ini menurutnya sangat
kontradiktif dengan peraturan yang ada.

Selama ini pemerintah berjanji
untuk mengangkat guru honorer sebagai pegawai negeri sipil (PNS) ataupun
pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K). Namun yang terjadi malah dana
BOS digunakan untuk menggaji guru honorer.

“Dana BOS itu sangat mepet untuk
operasional sekolah. Harusnya honorer kan diberikan dari pos lain, atau yang
lebih strategis statusnya harus diperjelas. Kalau operasional dikurangi banyak,
maka itu akan mengundang pungli,” katanya.

Skema maksimal 50 persen untuk
gaji guru ini, menurutnya berpotensi diskriminatif. Sebab ada prasyarat guru
honorer tersebut harus memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan
(NUPTK). Pada kenyataannya, sangat banyak guru honorer, yang tak punya NUPTK.

Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemdikbud) sebaiknya segera merevisi Permendikbud Nomor 8 Tahun
2020 tentang Pengelolaan Dana BOS untuk menghindari diskriminasi.

Baca Juga :  Istana Perintahkan Mundur, Ini Jawaban Firli Bahuri

“Dengan syarat NUPTK ini, banyak
guru honorer yang tidak bisa mengakses dana BOS. Itulah kenapa saya katakan
kebijakan ini hanya gertak sambal dan tidak strategis sama sekali, dan NUPTK
ini akan menimbulkan masalah baru,” ucapnya.

Dia pun mengusulkan, jika
pemerintah ingin dana BOS menjadi salah satu solusi untuk kesejahteraan guru,
maka jangan ada persyaratan NUPTK.

Ubaid juga memeinta pemerintah
mewaspadai pengelolaan dana BOS. Pasalnya, pengelolaannya masih tertutup dan
tidak partisipatif.

“JPPI menemukan selama ini,
pengelolaan dana BOS ini hanya dilakukan oleh kepala sekolah dan bendahara
tanpa melibatkan elemen lain,” ujarnya.

Karenanya, sebelum melakukan
transfer langsung, pemerintah seharusnya melakukan sosialisasi kepada para guru
dan kepala sekolah. Sebab, tidak semuanya paham pengelolaan dana BOS.

“Harus pemerintah yang menginisiasi
pelatihan pengelolaan dana BOS secara akuntabel, transparan, dan partisipatif
sebelum dana BOS ditransfer. Apabila mereka tidak bisa mengelola secara
transparan dan akuntabel, maka berpotensi besar menjadi jebakan masuk bui,”
ujarnya.(gw/fin/kpc)

Penyaluran dana BOS Tahap I

94.680 Sekolah Dasar total Rp4,44 triliun

23.625 Sekolah Menengah Pertama total Rp2,21 triliun

6.857 Sekolah Menangah Atas total Rp1,22 triliun

9.932 Sekolah Menengah Kejuruan total Rp1,84 triliun

1.485 Sekolah Luar Biasa total
Rp70,1 miliar

Terpopuler

Artikel Terbaru