JAKARTA – Penyelesaian sengketa pada Pemilihan
Kepala Daerah (Pilkada) 2020 mendatang diharapkan bisa melalui mediasi.
sehingga tercapai musyawarah mufakat. Penyelesaian tidak hanya melalui jalur
hukum. Namun, harus ada dialog dan musyawarah.
Pakar ilmu pemerintahan Universitas Diponegoro (Undip) Nur Hidayat Sardini
menyampaikan sengketa proses pilkada harus diselesaikan secara musyawarah
mufakat agar pilkada memenuhi kepastian, keadilan, dan kemanfaatan besar.
“Penerapan mekanisme electoral dispute
resolution supaya sampah pemilu diselesaikan secara pidana yang selalu
memberi alternatif hitam atau putih, menang atau kalah. Padahal pemilu tidak
bisa didekati melalui hukum semata. Harus ada dialog dan musyawarah,†kata
Hidayat di Jakarta, Senin (28/10).
Dia memaparkan sejumlah fungsi pencegahan sengketa proses pemilihan.
Pertama, bisa dilakukan identifikasi. Yakni mengidentifikasi atau memetakan
potensi kerawanan sengketa proses pemilihan. Ia menambahkan, koordinasi dengan
penyelenggara pemilu dan instansi pemerintah terkait pelaksanaan penyelesaian
sengketa proses pemilihan juga perlu.
Sementara itu, Anggota Bawaslu RI, Mochamad Afifuddin meminta jajaran
divisi penyelesaian sengketa baik Bawaslu tingkat provinsi maupun kabupaten/
kota meningkatkan kemampuan mediasi. Hal ini penting agar masalah sengketa
Pilkada 2020 dapat rampung secara musyawarah mufakat.
Dia menilai, kemampuan fakultatif jajarannya di daerah akan diuji mulai
tahapan proses pencalonan. Dalam fase ini, bisa saja perseorangan yang
mengajukan sengketa merupakan orang-orang yang mempunyai hubungan baik. Afif
menegaskan, agar jajaran pengawas selalu independen serta berintegritas. “Ini
harus bisa kita identifikasi sehingga besok kalau ada masalah di provinsi atau
kabupaten/kota bisa mengadvokasinya,†ucapnya.
Ia menuturkan, pengalaman pilkada sebelumnya akan sangat berguna untuk
diinventarisir pola penanganannya serta cara-cara penyelesaian masalah sengketa
proses. Selain itu, Afif berharap dalam situasi apapun divisi penyelesaian
sengketa mempunyai kemampuan yang luar biasa. “Termasuk bagaimana memediasi
jika ada ketegangan antarkomisioner atau komisioner dengan sekretariat,â€
tandasnya.
Terpisah, pakar hukum dari Universitas Indonesia (UI) Wirdyaningsih
menambahkan, permasalahan dan teknis sengketa proses pilkada, para mediator
harus berintegritas, objektif, dan bisa menyiasati keterbatasan. Tak hanya itu.
Keahlian juga wajib selalu ditingkatkan. “Seorang mediator harus menguasai
keterampilan dan teknik pengorganisasian, perundingan, fasilitasi dan komunikasi,â€
pungkasnya. (khf/fin/rh/kpc)