26 C
Jakarta
Wednesday, April 24, 2024

Sinthya Lima ‘i’

Ups, ada calon baru lagi. Untuk Direktur Utama PLN yang lama
kosong: Sinthya Roesly.

Mana yang lebih bagus? Rudiantara atau Sinthya? Saya harus mikir
agak lama: dua-duanya sangat bagus. Untuk PLN.

Rudiantara sangat bagus –kalau ia mau turun pangkat (DI’s Way:Antara Rudiantara).
Sinthya sangat bagus –kalau dia masih cinta listrik. 

Saya pun harus kembali memuji pada orang yang menemukan nama
Sinthya Roesly ini.

Radar saya tidak sampai ke nama itu. Mungkin karena saya memang
tidak pernah mikir lagi siapa harus jadi apa.

Mungkin juga karena saya melihat Sinthya sudah sangat mencintai
dunia barunya: perbankan. 

 Dia sudah jadi banker. Sinthya sudah menjadi Dirut Bank
Exim. Yang nama resminya adalah Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Sejak enam tahun lalu. 

Bahkan baru saja Sinthya diangkat lagi. Tiga bulan lalu. Untuk
masa jabatan kedua di bank itu.

Tapi cinta pertama Sinthya memang adalah listrik.

Sinthya adalah insinyur listrik dari Departemen Teknik
Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia.

Ketika di PLN tugasnya di bidang yang sangat listrik: P3B. Saya
sudah lupa singkatan apa itu. Orang teknik, kalau bikin singkatan, tidak
mempertimbangkan sastra.

Baca Juga :  Agenda Ini yang akan Diikuti SIWO Kalteng di Rakernaslub

Yang saya tahu –dan ini tertancap dalam otak saya– P3B adalah
otaknya PLN.

Seluruh gardu induk adalah urusan P3B. Seluruh aliran listrik
urusannya di bawah P3B. Listrik mati P3B-lah yang sering jadi tertuduh –meski
padahal penyebabnya sengon.

P3B pula yang berkuasa: listrik dari pembangkit mana harus
dialirkan ke mana. Kalau gardu induk A bermasalah harus dicari jalan: aliran
listrik dialihkan ke mana –lewat gardu yang mana lagi.

P3B adalah guru listrik saya. Sampai saya tahu bahwa listrik itu
ternyata tidak bisa disebut dengan istilah ‘mengalir’. Listrik itu ternyata
potongan-potongan yang dikirim per potong. Hanya saja kecepatan kirimnya begitu
tinggi sehingga terlihat seperti mengalir.

Waktu itu belum begitu populer listrik jenis lain: solar
cell

Seharusnya saya sudah tahu yang seperti itu sejak SMA –kalau
saja saya bukan lulusan madrasah.

Setelah berkarir matang di P3B Sinthya pindah ke bagian
keuangan. Bagi Sinthya urusan keuangan itu kecil –dibanding listrik. Dengan
cepat dia mendalami ilmu keuangan. Prestasinyi di bidang keuangan juga
menonjol.

Baca Juga :  Sensasi Es Mangga Kelapa Muda saat Berbuka Puasa

Menteri Keuangan pun tahu ada mutiara keuangan di PLN. Lantas
diminta menjadi salah satu direktur di Bank Exim. Belakangan jadi dirutnya.

Seperti juga Rudiantara Sinthya sudah 10 tahun tidak di PLN. Dia
tidak terlibat dalam intrik ataupun kubu. Dia bisa lebih jernih melihat PLN.

Maka siapa pun di antara Sinthya dan Rudiantara, PLN mendapat
harapan baru.

Usia Sinthya juga ideal: 50 tahun. Begitu lulus UI, gadis Riau
ini meneruskan S2 di New South Wales, Australia. Gelarnyi master of
science
. Masih ditambah lagi gelar MBA dari University of Melbourne.

Sinthya bisa dibilang profesional 100 persen. Tidak pernah
tengok kanan-kiri.

Itulah kekuatannyi –sekaligus kelemahannyi: apakah politisi
akan mendukungnyi.

Kelebihan lainnyi sebenarnya akan saya rahasiakan: ‘i’ – nya
lima!

Jumlah ‘i’ itu seimbang dengan suaminyi. Yang juga sangat
ganteng. Tinggi. Besar. Pintar. Sempurna sebagai lelananging jagad.

Ada satu yang disayangkan teman-teman Sinthya: mengapa anaknyi
hanya satu.

Pasangan ideal-sempurna seperti itu harusnya punya anak banyak:
untuk memperbaiki generasi baru Indonesia –otak maupun wajah.(Dahlan
Iskan) 

 

Ups, ada calon baru lagi. Untuk Direktur Utama PLN yang lama
kosong: Sinthya Roesly.

Mana yang lebih bagus? Rudiantara atau Sinthya? Saya harus mikir
agak lama: dua-duanya sangat bagus. Untuk PLN.

Rudiantara sangat bagus –kalau ia mau turun pangkat (DI’s Way:Antara Rudiantara).
Sinthya sangat bagus –kalau dia masih cinta listrik. 

Saya pun harus kembali memuji pada orang yang menemukan nama
Sinthya Roesly ini.

Radar saya tidak sampai ke nama itu. Mungkin karena saya memang
tidak pernah mikir lagi siapa harus jadi apa.

Mungkin juga karena saya melihat Sinthya sudah sangat mencintai
dunia barunya: perbankan. 

 Dia sudah jadi banker. Sinthya sudah menjadi Dirut Bank
Exim. Yang nama resminya adalah Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Sejak enam tahun lalu. 

Bahkan baru saja Sinthya diangkat lagi. Tiga bulan lalu. Untuk
masa jabatan kedua di bank itu.

Tapi cinta pertama Sinthya memang adalah listrik.

Sinthya adalah insinyur listrik dari Departemen Teknik
Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia.

Ketika di PLN tugasnya di bidang yang sangat listrik: P3B. Saya
sudah lupa singkatan apa itu. Orang teknik, kalau bikin singkatan, tidak
mempertimbangkan sastra.

Baca Juga :  Agenda Ini yang akan Diikuti SIWO Kalteng di Rakernaslub

Yang saya tahu –dan ini tertancap dalam otak saya– P3B adalah
otaknya PLN.

Seluruh gardu induk adalah urusan P3B. Seluruh aliran listrik
urusannya di bawah P3B. Listrik mati P3B-lah yang sering jadi tertuduh –meski
padahal penyebabnya sengon.

P3B pula yang berkuasa: listrik dari pembangkit mana harus
dialirkan ke mana. Kalau gardu induk A bermasalah harus dicari jalan: aliran
listrik dialihkan ke mana –lewat gardu yang mana lagi.

P3B adalah guru listrik saya. Sampai saya tahu bahwa listrik itu
ternyata tidak bisa disebut dengan istilah ‘mengalir’. Listrik itu ternyata
potongan-potongan yang dikirim per potong. Hanya saja kecepatan kirimnya begitu
tinggi sehingga terlihat seperti mengalir.

Waktu itu belum begitu populer listrik jenis lain: solar
cell

Seharusnya saya sudah tahu yang seperti itu sejak SMA –kalau
saja saya bukan lulusan madrasah.

Setelah berkarir matang di P3B Sinthya pindah ke bagian
keuangan. Bagi Sinthya urusan keuangan itu kecil –dibanding listrik. Dengan
cepat dia mendalami ilmu keuangan. Prestasinyi di bidang keuangan juga
menonjol.

Baca Juga :  Sensasi Es Mangga Kelapa Muda saat Berbuka Puasa

Menteri Keuangan pun tahu ada mutiara keuangan di PLN. Lantas
diminta menjadi salah satu direktur di Bank Exim. Belakangan jadi dirutnya.

Seperti juga Rudiantara Sinthya sudah 10 tahun tidak di PLN. Dia
tidak terlibat dalam intrik ataupun kubu. Dia bisa lebih jernih melihat PLN.

Maka siapa pun di antara Sinthya dan Rudiantara, PLN mendapat
harapan baru.

Usia Sinthya juga ideal: 50 tahun. Begitu lulus UI, gadis Riau
ini meneruskan S2 di New South Wales, Australia. Gelarnyi master of
science
. Masih ditambah lagi gelar MBA dari University of Melbourne.

Sinthya bisa dibilang profesional 100 persen. Tidak pernah
tengok kanan-kiri.

Itulah kekuatannyi –sekaligus kelemahannyi: apakah politisi
akan mendukungnyi.

Kelebihan lainnyi sebenarnya akan saya rahasiakan: ‘i’ – nya
lima!

Jumlah ‘i’ itu seimbang dengan suaminyi. Yang juga sangat
ganteng. Tinggi. Besar. Pintar. Sempurna sebagai lelananging jagad.

Ada satu yang disayangkan teman-teman Sinthya: mengapa anaknyi
hanya satu.

Pasangan ideal-sempurna seperti itu harusnya punya anak banyak:
untuk memperbaiki generasi baru Indonesia –otak maupun wajah.(Dahlan
Iskan) 

 

Terpopuler

Artikel Terbaru