27.1 C
Jakarta
Saturday, April 27, 2024

Malu G-Land

Ups, saya ke Banyuwangi lagi.

Sudah banyak yang baru lagi. 

Bahkan sudah ada kafe yang terbesar di
Indonesia –1,5 hektar. Saya diminta menghadiri peresmiannya: Sabtu sore lalu.
Di tengah kota Banyuwangi. Namanya Hedon Cafe.

Juga sudah ada kuliner unik minggu pagi:
di Desa Kemiren. Di pinggiran Kota Banyuwangi. Saya juga ke desa itu untuk
makan pecel pitik –pecel ayam. Sedap sekali.

Ada pula kuliner khusus masakan Arab.
Tiap Kamis malam. Yang ini saya simpan dulu sebagai dendam.

Soal Hedon saya heran. Kok ada orang
membuka cafe seluas itu. Pohon yang ditanam pun mahal-mahal. Ada pohon yang
dibeli dengan harga Rp 500 juta.

Mobil yang dipajang di halamannya juga
mahal-mahal: Porche, McLaren, Ferrari, dan entah apa lagi. 

Bagian bawahnya ada Excelso.
“Betul. Ini Excelso kami yang terbesar,” ujar Kevin Mergonoto, putra
pemilik kopi Kapal Api itu. 

Pemiliknya Hedon sendiri seorang dokter
gigi. Yang pengusaha: David. Yang hobinya koleksi mobil murah –untuk ukuran
kolektor pesawat.

Tempat prakter dokter giginya pun lux sekali
–meja kursi lemarinya merek McLaren. Bahan-bahan untuk crown dan implant gigi
ia ciptakan sendiri.

Dulunya David anak miskin –miskin
sekali. Untuk sekolah harus sambil bekerja. Kuliah juga sambil cari uang.
Akhirnya bisa merancang kursi pasien gigi. Lalu punya pabrik kursi pasien gigi.

Ia buka kafe bukan untuk bisnis.
“Untuk mendukung kemajuan Banyuwangi,” kata teman saya itu.

Tapi pecel ayam Kemiren tidak kalah
keren. Bahkan itu yang telah mengalahkan pesta di Jakarta. Saya pamit tidak
menghadiri pesta itu. Yakni pesta kawin peraknya bos besar Chairul Tanjung.

Selamat menuju kawin emas –yang akan
saya rayakan enam tahun lagi.

Begitu penting pecel pitik di sebuah
jalan sempit di pinggiran kota ini. Mungkin terkait masa lalu saya. Ikatan saya
dengan kelapa sekuat akar kelapa itu sendiri. Saya memang senang yang serba
kelapa.

Kue Manado misalnya, yang saya pilih
pertama pasti kenari yang dicampur kelapa itu.

 

Di masa kecil kelapa sama pentingnya
dengan tebu. Rucuh –air kelapa dicampur gula– adalah minuman terlezat di
desa. Enting-enting –irisan kelapa yang dicampur gula merah beku– adalah kue
tergurih.

Kalau lagi tidak musim tebu saya
memanjat pohon kelapa. Di samping rumah. Untuk memetik yang masih muda –tidak
pernah ada yang sempat tua.

Baca Juga :  Miliki Alat Test Swab PCR, Walikota Palangka Raya Optimistis Percepat

Air dan daging kelapa muda.

Itulah makan siang saya hari itu.
Pernah, belum lagi dapat meraih kelapanya pelepah pegangan saya lepas. Saya
jatuh –untung ke parit yang berlumpur di bawahnya.

Pecel pitik Banyuwangi ini pakai bahan
baku kelapa. Ayamnya dibakar dulu. Setelah itu dibumbui santan kelapa. Tidak
sampai berkah.

Sambalnya parutan kelapa mentah. Diulek
dengan cabe mentah dan kemiri mentah. Tanpa bawang putih atau bawang merah.
Hanya ditambah garam dan sedikit gula.

Ulekan sambal serba mentah itulah yang
ditabur sampai menutup ayamnya.

Tidak hanya pecel pitik. Jalan sempit di
Desa Kemiran itu padat makanan desa. Beda rumah beda yang dijual: ayam lodoh,
sate jamur sampai sambal sego tempong. Dalam bahasa Osing tempong artinya
tampar. Makan sambal ini rasanya seperti ditampar –saking pedasnya. Pun usus
saya. Sampai terasa tertampar.

“Sudah sembilan tahun saya menjadi
Bupati Banyuwangi. Alhamdulillah bisa bertahan. Untuk tidak memberi izin
Indomaret dan Alfamart,” ujar Abdullah Azwar Anas. 

“Saya juga masih belum tergoda
untuk memberi izin berdirinya mall di sini,” tambahnya.

Saya sudah lama tidak bertemu Bupati
Kulon Progo, Jogja –apakah juga masih bertahan tidak memberi izin
serupa. 

Malam itu saya juga diundang pagelaran
batik tahunan. Kali ini temanya ‘Batik Blarak Sempal’.

Perancang busana Samuel Wattimena tampil
dengan karyanya. Hadir juga perancang busana Didit, anak tunggal Prabowo
Subijanto itu.

Panggung pagelaran itu besar dan tidak
seperti kelas kabupaten. Yang tampil di sesi awal adalah para peragawati SMK
se-Banyuwangi. Yang mengenakan batik karya perancang SMK juga.

Saya terharu menyaksikan model dari SMK
di panggung besar seperti itu. Percaya diri telah berhasil ditularkan ke
desa-desa.

Pagi-pagi, sebelum kuliner di Kemiren,
saya mampir proyek baru. Luasnya hampir 90 hektar. Saya baru tahu: PT Inka
membangun workshop begitu besar di Banyuwangi. Saya memang
ikut merasakan: pabriknya yang di Madiun sudah sangat sesak.

 

Jangan-jangan Juni depan saya harus ke
Banyuwangi lagi. Ke kawasan yang saya belum pernah ke sana: G-Land.

Bahkan saya belum tahu apa itu G-Land.
Memalukan.

Selama ini saya hanya tahu di mana itu
Pantai Plengkung. Betapa hebat pantai itu. Begitu terkenalnya di dunia.
Khususnya dunia surfing. Tapi Plengkung masih kalah dengan G-Land.
Anda belum bisa dibilang surfer kelas dunia kalau belum surfing di
G-Land. Begitulah kata orang asing di seluruh dunia. Mereka justru tidak tahu
di mana Plengkung.

Baca Juga :  3 Ribu APD dan 15 Ribu Masker Tiba Di Bandara Tjilik Riwut

 Oh… G-Land itu ya Plengkung itu.

Maka saya pun tidak jadi malu. Justru
para surfer itu yang harusnya malu: kok tidak tahu Plengkung!

Juni tahun depan kejuaraan dunia surfing akan
dilakukan di Pleng… Ups… Di G-Land.

Bahkan G-Land akan menjadi tuan rumah
seri ke-3 World Surf League (WSL) Championship Tour 2020.

Olahraga surfing memang
ngetop lima tahun terakhir. Sejak World Surf League (WSL) dipimpin wanita satu
ini: Sophie Goldschmidt. 

 

Ia orang California. Pemain tenis sejak
remaja. Organisasi tenis memberinya beasiswa. Untuk kuliah di Burleigh, Texas.

Sophie cedera. Tidak bisa main tenis
lagi. Ia pun berkarir di pemasaran olahraga. Pernah menangani marketing basket,
sepak bola sampai rugby.

Tiga tahun lalu Sophie dilamar menjadi
CEO World Surf League. Dialah yang menggebrak marketing olahraga surf.

Yang dia seriusi pertama adalah
membangun perhatian publik pada surf. Sophie prihatin. Tidak banyak
orang yang menjadi fans surfing.

Dia garap media sosial
sungguh-sungguh. 

Sophie sukses besar. Di arena Facebook,
kini surfing mendapat perhatian terbesar ketiga. Mengalahkan
sepak bola. Mengalahkan golf. Hanya kalah dari basket dan American football.

Berikutnya Sophie mencatat sejarah:
berhasil menjual hak siar online ke Facebook. Dengan nilai USD
30 juta. Selama tahun depan.

Itulah sebabnya WSL bisa lebih
independen. Ia bisa menetapkan sendiri di mana saja kejuaraan dunia harus
dilaksanakan. Tidak harus memilih lokasi yang sebenarnya kalah hebat –tapi
pemerintah setempat mampu membiayai.

Bupati Anas dapat berkah dari
sukses leadership Sophie. Salah satu seri WSL Championship
Tour 2020 bisa diputuskan di G-Land. Tanpa Banyuwangi harus mengeluarkan biaya.

“Kami hanya diminta tambahan
listrik dan 
wifi yang sangat kuat,” ujar Anas –yang
sebenarnya bekerja keras juga untuk bisa mendapat kepercayaan itu.

Misalnya, dua kejuaraan dunia dianggap
berhasil dilakukan di Banyuwangi. Salah satunya kejuaraan Banyuwangi
International BMX 2019 (baca juga: Rider Asing Berjaya di Banyuwangi International BMX 2019).
Yang Banyuwangi sangat jeli untuk memiliki trek BMX terbaik.

Membangun trek BMX itu begitu murahnya
–kalau bandingannya stadion sepak bola. Ceruk ini begitu sempit. Tapi Anas
melihatnya sebagai senjata untuk bisa unggul di dunia di bidang itu.

G-Land. 

Namamu kini abadi di hatiku
–tanpa menghapus ingatan akan Plengkung.(dis)

Ups, saya ke Banyuwangi lagi.

Sudah banyak yang baru lagi. 

Bahkan sudah ada kafe yang terbesar di
Indonesia –1,5 hektar. Saya diminta menghadiri peresmiannya: Sabtu sore lalu.
Di tengah kota Banyuwangi. Namanya Hedon Cafe.

Juga sudah ada kuliner unik minggu pagi:
di Desa Kemiren. Di pinggiran Kota Banyuwangi. Saya juga ke desa itu untuk
makan pecel pitik –pecel ayam. Sedap sekali.

Ada pula kuliner khusus masakan Arab.
Tiap Kamis malam. Yang ini saya simpan dulu sebagai dendam.

Soal Hedon saya heran. Kok ada orang
membuka cafe seluas itu. Pohon yang ditanam pun mahal-mahal. Ada pohon yang
dibeli dengan harga Rp 500 juta.

Mobil yang dipajang di halamannya juga
mahal-mahal: Porche, McLaren, Ferrari, dan entah apa lagi. 

Bagian bawahnya ada Excelso.
“Betul. Ini Excelso kami yang terbesar,” ujar Kevin Mergonoto, putra
pemilik kopi Kapal Api itu. 

Pemiliknya Hedon sendiri seorang dokter
gigi. Yang pengusaha: David. Yang hobinya koleksi mobil murah –untuk ukuran
kolektor pesawat.

Tempat prakter dokter giginya pun lux sekali
–meja kursi lemarinya merek McLaren. Bahan-bahan untuk crown dan implant gigi
ia ciptakan sendiri.

Dulunya David anak miskin –miskin
sekali. Untuk sekolah harus sambil bekerja. Kuliah juga sambil cari uang.
Akhirnya bisa merancang kursi pasien gigi. Lalu punya pabrik kursi pasien gigi.

Ia buka kafe bukan untuk bisnis.
“Untuk mendukung kemajuan Banyuwangi,” kata teman saya itu.

Tapi pecel ayam Kemiren tidak kalah
keren. Bahkan itu yang telah mengalahkan pesta di Jakarta. Saya pamit tidak
menghadiri pesta itu. Yakni pesta kawin peraknya bos besar Chairul Tanjung.

Selamat menuju kawin emas –yang akan
saya rayakan enam tahun lagi.

Begitu penting pecel pitik di sebuah
jalan sempit di pinggiran kota ini. Mungkin terkait masa lalu saya. Ikatan saya
dengan kelapa sekuat akar kelapa itu sendiri. Saya memang senang yang serba
kelapa.

Kue Manado misalnya, yang saya pilih
pertama pasti kenari yang dicampur kelapa itu.

 

Di masa kecil kelapa sama pentingnya
dengan tebu. Rucuh –air kelapa dicampur gula– adalah minuman terlezat di
desa. Enting-enting –irisan kelapa yang dicampur gula merah beku– adalah kue
tergurih.

Kalau lagi tidak musim tebu saya
memanjat pohon kelapa. Di samping rumah. Untuk memetik yang masih muda –tidak
pernah ada yang sempat tua.

Baca Juga :  Miliki Alat Test Swab PCR, Walikota Palangka Raya Optimistis Percepat

Air dan daging kelapa muda.

Itulah makan siang saya hari itu.
Pernah, belum lagi dapat meraih kelapanya pelepah pegangan saya lepas. Saya
jatuh –untung ke parit yang berlumpur di bawahnya.

Pecel pitik Banyuwangi ini pakai bahan
baku kelapa. Ayamnya dibakar dulu. Setelah itu dibumbui santan kelapa. Tidak
sampai berkah.

Sambalnya parutan kelapa mentah. Diulek
dengan cabe mentah dan kemiri mentah. Tanpa bawang putih atau bawang merah.
Hanya ditambah garam dan sedikit gula.

Ulekan sambal serba mentah itulah yang
ditabur sampai menutup ayamnya.

Tidak hanya pecel pitik. Jalan sempit di
Desa Kemiran itu padat makanan desa. Beda rumah beda yang dijual: ayam lodoh,
sate jamur sampai sambal sego tempong. Dalam bahasa Osing tempong artinya
tampar. Makan sambal ini rasanya seperti ditampar –saking pedasnya. Pun usus
saya. Sampai terasa tertampar.

“Sudah sembilan tahun saya menjadi
Bupati Banyuwangi. Alhamdulillah bisa bertahan. Untuk tidak memberi izin
Indomaret dan Alfamart,” ujar Abdullah Azwar Anas. 

“Saya juga masih belum tergoda
untuk memberi izin berdirinya mall di sini,” tambahnya.

Saya sudah lama tidak bertemu Bupati
Kulon Progo, Jogja –apakah juga masih bertahan tidak memberi izin
serupa. 

Malam itu saya juga diundang pagelaran
batik tahunan. Kali ini temanya ‘Batik Blarak Sempal’.

Perancang busana Samuel Wattimena tampil
dengan karyanya. Hadir juga perancang busana Didit, anak tunggal Prabowo
Subijanto itu.

Panggung pagelaran itu besar dan tidak
seperti kelas kabupaten. Yang tampil di sesi awal adalah para peragawati SMK
se-Banyuwangi. Yang mengenakan batik karya perancang SMK juga.

Saya terharu menyaksikan model dari SMK
di panggung besar seperti itu. Percaya diri telah berhasil ditularkan ke
desa-desa.

Pagi-pagi, sebelum kuliner di Kemiren,
saya mampir proyek baru. Luasnya hampir 90 hektar. Saya baru tahu: PT Inka
membangun workshop begitu besar di Banyuwangi. Saya memang
ikut merasakan: pabriknya yang di Madiun sudah sangat sesak.

 

Jangan-jangan Juni depan saya harus ke
Banyuwangi lagi. Ke kawasan yang saya belum pernah ke sana: G-Land.

Bahkan saya belum tahu apa itu G-Land.
Memalukan.

Selama ini saya hanya tahu di mana itu
Pantai Plengkung. Betapa hebat pantai itu. Begitu terkenalnya di dunia.
Khususnya dunia surfing. Tapi Plengkung masih kalah dengan G-Land.
Anda belum bisa dibilang surfer kelas dunia kalau belum surfing di
G-Land. Begitulah kata orang asing di seluruh dunia. Mereka justru tidak tahu
di mana Plengkung.

Baca Juga :  3 Ribu APD dan 15 Ribu Masker Tiba Di Bandara Tjilik Riwut

 Oh… G-Land itu ya Plengkung itu.

Maka saya pun tidak jadi malu. Justru
para surfer itu yang harusnya malu: kok tidak tahu Plengkung!

Juni tahun depan kejuaraan dunia surfing akan
dilakukan di Pleng… Ups… Di G-Land.

Bahkan G-Land akan menjadi tuan rumah
seri ke-3 World Surf League (WSL) Championship Tour 2020.

Olahraga surfing memang
ngetop lima tahun terakhir. Sejak World Surf League (WSL) dipimpin wanita satu
ini: Sophie Goldschmidt. 

 

Ia orang California. Pemain tenis sejak
remaja. Organisasi tenis memberinya beasiswa. Untuk kuliah di Burleigh, Texas.

Sophie cedera. Tidak bisa main tenis
lagi. Ia pun berkarir di pemasaran olahraga. Pernah menangani marketing basket,
sepak bola sampai rugby.

Tiga tahun lalu Sophie dilamar menjadi
CEO World Surf League. Dialah yang menggebrak marketing olahraga surf.

Yang dia seriusi pertama adalah
membangun perhatian publik pada surf. Sophie prihatin. Tidak banyak
orang yang menjadi fans surfing.

Dia garap media sosial
sungguh-sungguh. 

Sophie sukses besar. Di arena Facebook,
kini surfing mendapat perhatian terbesar ketiga. Mengalahkan
sepak bola. Mengalahkan golf. Hanya kalah dari basket dan American football.

Berikutnya Sophie mencatat sejarah:
berhasil menjual hak siar online ke Facebook. Dengan nilai USD
30 juta. Selama tahun depan.

Itulah sebabnya WSL bisa lebih
independen. Ia bisa menetapkan sendiri di mana saja kejuaraan dunia harus
dilaksanakan. Tidak harus memilih lokasi yang sebenarnya kalah hebat –tapi
pemerintah setempat mampu membiayai.

Bupati Anas dapat berkah dari
sukses leadership Sophie. Salah satu seri WSL Championship
Tour 2020 bisa diputuskan di G-Land. Tanpa Banyuwangi harus mengeluarkan biaya.

“Kami hanya diminta tambahan
listrik dan 
wifi yang sangat kuat,” ujar Anas –yang
sebenarnya bekerja keras juga untuk bisa mendapat kepercayaan itu.

Misalnya, dua kejuaraan dunia dianggap
berhasil dilakukan di Banyuwangi. Salah satunya kejuaraan Banyuwangi
International BMX 2019 (baca juga: Rider Asing Berjaya di Banyuwangi International BMX 2019).
Yang Banyuwangi sangat jeli untuk memiliki trek BMX terbaik.

Membangun trek BMX itu begitu murahnya
–kalau bandingannya stadion sepak bola. Ceruk ini begitu sempit. Tapi Anas
melihatnya sebagai senjata untuk bisa unggul di dunia di bidang itu.

G-Land. 

Namamu kini abadi di hatiku
–tanpa menghapus ingatan akan Plengkung.(dis)

Terpopuler

Artikel Terbaru