28.7 C
Jakarta
Saturday, April 27, 2024

Paskah Open

Sesekali perlu juga agak serius memikirkan mengapa Presiden Trump bikin
pernyataan kontroversial. Terutama pernyataannya yang terakhir kemarin, Selasa.

Ia minta agar mulai Hari Raya Paskah nanti
–minggu depan– social
distancing
 dihapus. Rakyat harus dibebaskan liburan. Harus
dibebaskan untuk belanja. Harus mulai lagi bekerja seperti biasa. Harus mulai
bebas lagi makan-makan di restoran.

Agar ekonomi hidup lagi. Negara ini bisa mati
bukan karena Covid-19, tetapi karena ekonomi macet.

Tentu Trump tidak sedang melucu. Trump itu memang manusia ‘binatang
ekonomi’. Yang bukan ekonomi tidak penting.

Terutama kalau ekonomi jelek ia yakin tidak
bisa terpilih lagi. Pertumbuhan ekonomi yang hebatlah yang selalu
diagung-agungkan Trump sebagai prestasi kerjanya.

Bill Gates dan Melinda Gates tidak secara
langsung mengkritik Trump. “Akankah kita biarkan kalau ada mayat tertumpuk
di pojok-pojok jalan karena peti mati tidak cukup lagi?” ujar Bill Gates.

Bill Gates memang penganut aliran social distancing. Demikian
juga mayoritas ahli kesehatan.

Trump anti-lockdown.
Anti-social distancing.
 

Adakah Trump kali ini pun –dalam hal wabah ini pun– menerapkan
ideologi pasar bebas? Sebagaimana aliran ideologi ekonominya?

“Itulah sejarah kejayaan Amerika,”
ujarnya. Maksudnya, menurut tafsir saya, Amerika itu bisa hebat karena ideologi
pasar bebas. Kalau tidak lagi menganut pasar bebas akan hilang kehebatannya.

Dengan ideologi itu terjadilah persaingan
ketat. Yang kuat bersaing hanyalah yang hebat-hebat. Amerika adalah kumpulan
orang yang daya saingnya kuat. Karena itu Amerika menjadi jaya.

Dalam kasus wabah ini pun Trump bisa jadi
berpikir begitu. Tidak usah ada lockdown. Tidak
usah ada social
distancing.

Wabah Covid-19 ini biasa saja. Menurut Trump,
Covid-19 ini lebih ringan dari flu –dari segi jumlah korban. Bahkan korban
kecelakaan lalu lintas lebih banyak daripada yang mati karena Covid-19.

Untuk apa takut Covid-19. Sampai pun harus
mengorbankan ekonomi.

Jangan-jangan Trump memang lagi ingin ada
seleksi alam untuk penduduknya. Biarlah yang badannya tidak kuat mati oleh
virus. Toh badan yang tidak kuat bukanlah tergolong orang yang punya daya saing
tinggi.

Baca Juga :  PSBB Palangka Raya Resmi Berakhir, Ini Fokus Utama PSKH

Mungkin Trump punya pikiran kalau yang
lemah-lemah itu sudah banyak yang hilang daya saing Amerika sangat tinggi lagi.
Ekonominya tidak diganggu oleh yang lemah-lemah itu. Yang hanya menggerogoti
anggaran negara.

Adakah Trump juga lagi melakukan gerakan
pemurnian kembali jati diri Amerika?

Golongan miskin di Amerika tentu termasuk yang
lemah. Apalagi mereka tidak punya jaminan asuransi. Biarlah mereka itu mati
sendiri. Toh selama ini mereka hanya ngrepoti.

Orang-orang kaya umumnya punya jaminan
asuransi. Kalaupun tidak mereka mampu membayar dokter. Virus kali ini tidak
akan mematikan mereka yang sejak awal sudah dirawat dengan baik.

Trump sendiri termasuk golongan mampu itu.
Apalagi ia sudah tes –dan hasilnya negatif Covid-19.

Maka biarlah wabah itu mewabah. Akan terjadi
sendiri seleksi alam sesuai dengan hukum pasar bebas. Mayoritas –yang unggul
itu– akan sembuh. Lalu memiliki kekebalan bersama —herd immunity.

Dari situlah muncul teori herd immunity itu.
Biarkan semua orang kena virus. Agar muncul kekebalan bersama –sambil
membiarkan yang lemah mati.

Maka kini ada tiga teori untuk menghadapi
Covid-19 ini: lockdown,
social distancing,
 dan herd
immunity. 
Tinggal pilih yang mana.

Ternyata ada pemikiran filsafat yang serius di
balik sikap Trump yang kelihatan kejam itu. Mungkin Hitler, Pol Pot,
Machiavelli, Ken Arok juga orang-orang yang punya filsafat tinggi sebelum
melakukan kekejaman mereka.

Itu juga bisa dilihat dari konsistensi Trump
dalam mengusulkan stimulus ekonomi. Yang nilainya tremendous. Untuk mengatasi
kemacetan ekonomi akibat Covid-19.

Nilai stimulus itu luar biasa besar: USD 2
triliun. Setara dengan Rp 34.000.000.000.000.000. Atau mirip dengan APBN
Indonesia selama 15 tahun.

Itu baru stimulus.

Namun usulan itu terganjal di persetujuan
Senat. Semua anggota Senat yang dari Demokrat menolak. Semua anggota Senat yang
dari Republik setuju.

Baca Juga :  Mewujudkan SDM Berkualitas Jadi Tujuan Bu Rambat

Sebenarnya itu sudah cukup untuk memenangkan
usulan Trump. Republik adalah mayoritas di Senat.

Namun lima orang anggota Senat dari Republik
tidak bisa ikut pemungutan suara: yang dua orang karena terkena Covid-19. Yang
tiga orang lagi lagi isolasi diri secara sukarela.

Seperti apa usulan Trump?

Stimulus itu harus diberikan kepada
perusahaan-perusahaan. Misalnya perusahaan penerbangan. Atau perhotelan. Agar
mereka tetap beroperasi. Sehingga tidak ada PHK.

Itulah usulan yang sangat kapitalis –dan
begitu konsisten dengan ideologi pasar bebas.

Demokrat memilih stimulus itu harus langsung
diterima orang miskin.

Perbedaan pandangan itu akhirnya bisa
diselesaikan. Kompromi.

Sebenarnya Amerika juga punya pengalaman
menarik dua tahun lalu. Ketika wabah flu menggila.

Kota St Louis melakukan isolasi ketat atas
penderita flu. Philadelphia tidak.

Yang mati di Philadelphia dua kali lipat lebih
banyak.

Namun yang seperti St Louis itu pasti tidak
sesuai dengan filsafat pasar bebas dan ideologi kebebasan individu –yang juga
menjadi pondasi penting kejayaan Amerika.

Mungkin orang Kolaka (Sulawesi Tenggara) itu
juga penganut filsafat yang mirip Trump –dalam bentuk agama yang berbeda.

Anda tentu sudah melihat sendiri videonya yang
beredar luas di medsos: istrinya meninggal di RS Kolaka. Dipastikan akibat
Covid-19.

Mayatnya sudah mau dikuburkan pihak RS –sesuai
protap untuk menderita penyakit menular. Namun sang suami datang ke RS. Ngotot
mengambil mayat yang sudah dibungkus plastik.

Sampai di rumah plastik mayat itu ia buka.
Mayat sang istri ia mandikan. Ia kafani. Ia kubur.

Itulah bentuk cinta sampai mati.

Itulah bentuk kebebasan yang juga nyata terjadi
di Indonesia.

Saya hanya bisa berdoa semoga ada keajaiban.
Termasuk keajaiban di hari raya Paskah yang tinggal seminggu lagi.

Kita saksikan apa yang akan terjadi di Amerika
–mumpung hari raya Idul Fitri masih dua bulan lagi di Indonesia.(***)

 

Sesekali perlu juga agak serius memikirkan mengapa Presiden Trump bikin
pernyataan kontroversial. Terutama pernyataannya yang terakhir kemarin, Selasa.

Ia minta agar mulai Hari Raya Paskah nanti
–minggu depan– social
distancing
 dihapus. Rakyat harus dibebaskan liburan. Harus
dibebaskan untuk belanja. Harus mulai lagi bekerja seperti biasa. Harus mulai
bebas lagi makan-makan di restoran.

Agar ekonomi hidup lagi. Negara ini bisa mati
bukan karena Covid-19, tetapi karena ekonomi macet.

Tentu Trump tidak sedang melucu. Trump itu memang manusia ‘binatang
ekonomi’. Yang bukan ekonomi tidak penting.

Terutama kalau ekonomi jelek ia yakin tidak
bisa terpilih lagi. Pertumbuhan ekonomi yang hebatlah yang selalu
diagung-agungkan Trump sebagai prestasi kerjanya.

Bill Gates dan Melinda Gates tidak secara
langsung mengkritik Trump. “Akankah kita biarkan kalau ada mayat tertumpuk
di pojok-pojok jalan karena peti mati tidak cukup lagi?” ujar Bill Gates.

Bill Gates memang penganut aliran social distancing. Demikian
juga mayoritas ahli kesehatan.

Trump anti-lockdown.
Anti-social distancing.
 

Adakah Trump kali ini pun –dalam hal wabah ini pun– menerapkan
ideologi pasar bebas? Sebagaimana aliran ideologi ekonominya?

“Itulah sejarah kejayaan Amerika,”
ujarnya. Maksudnya, menurut tafsir saya, Amerika itu bisa hebat karena ideologi
pasar bebas. Kalau tidak lagi menganut pasar bebas akan hilang kehebatannya.

Dengan ideologi itu terjadilah persaingan
ketat. Yang kuat bersaing hanyalah yang hebat-hebat. Amerika adalah kumpulan
orang yang daya saingnya kuat. Karena itu Amerika menjadi jaya.

Dalam kasus wabah ini pun Trump bisa jadi
berpikir begitu. Tidak usah ada lockdown. Tidak
usah ada social
distancing.

Wabah Covid-19 ini biasa saja. Menurut Trump,
Covid-19 ini lebih ringan dari flu –dari segi jumlah korban. Bahkan korban
kecelakaan lalu lintas lebih banyak daripada yang mati karena Covid-19.

Untuk apa takut Covid-19. Sampai pun harus
mengorbankan ekonomi.

Jangan-jangan Trump memang lagi ingin ada
seleksi alam untuk penduduknya. Biarlah yang badannya tidak kuat mati oleh
virus. Toh badan yang tidak kuat bukanlah tergolong orang yang punya daya saing
tinggi.

Baca Juga :  PSBB Palangka Raya Resmi Berakhir, Ini Fokus Utama PSKH

Mungkin Trump punya pikiran kalau yang
lemah-lemah itu sudah banyak yang hilang daya saing Amerika sangat tinggi lagi.
Ekonominya tidak diganggu oleh yang lemah-lemah itu. Yang hanya menggerogoti
anggaran negara.

Adakah Trump juga lagi melakukan gerakan
pemurnian kembali jati diri Amerika?

Golongan miskin di Amerika tentu termasuk yang
lemah. Apalagi mereka tidak punya jaminan asuransi. Biarlah mereka itu mati
sendiri. Toh selama ini mereka hanya ngrepoti.

Orang-orang kaya umumnya punya jaminan
asuransi. Kalaupun tidak mereka mampu membayar dokter. Virus kali ini tidak
akan mematikan mereka yang sejak awal sudah dirawat dengan baik.

Trump sendiri termasuk golongan mampu itu.
Apalagi ia sudah tes –dan hasilnya negatif Covid-19.

Maka biarlah wabah itu mewabah. Akan terjadi
sendiri seleksi alam sesuai dengan hukum pasar bebas. Mayoritas –yang unggul
itu– akan sembuh. Lalu memiliki kekebalan bersama —herd immunity.

Dari situlah muncul teori herd immunity itu.
Biarkan semua orang kena virus. Agar muncul kekebalan bersama –sambil
membiarkan yang lemah mati.

Maka kini ada tiga teori untuk menghadapi
Covid-19 ini: lockdown,
social distancing,
 dan herd
immunity. 
Tinggal pilih yang mana.

Ternyata ada pemikiran filsafat yang serius di
balik sikap Trump yang kelihatan kejam itu. Mungkin Hitler, Pol Pot,
Machiavelli, Ken Arok juga orang-orang yang punya filsafat tinggi sebelum
melakukan kekejaman mereka.

Itu juga bisa dilihat dari konsistensi Trump
dalam mengusulkan stimulus ekonomi. Yang nilainya tremendous. Untuk mengatasi
kemacetan ekonomi akibat Covid-19.

Nilai stimulus itu luar biasa besar: USD 2
triliun. Setara dengan Rp 34.000.000.000.000.000. Atau mirip dengan APBN
Indonesia selama 15 tahun.

Itu baru stimulus.

Namun usulan itu terganjal di persetujuan
Senat. Semua anggota Senat yang dari Demokrat menolak. Semua anggota Senat yang
dari Republik setuju.

Baca Juga :  Mewujudkan SDM Berkualitas Jadi Tujuan Bu Rambat

Sebenarnya itu sudah cukup untuk memenangkan
usulan Trump. Republik adalah mayoritas di Senat.

Namun lima orang anggota Senat dari Republik
tidak bisa ikut pemungutan suara: yang dua orang karena terkena Covid-19. Yang
tiga orang lagi lagi isolasi diri secara sukarela.

Seperti apa usulan Trump?

Stimulus itu harus diberikan kepada
perusahaan-perusahaan. Misalnya perusahaan penerbangan. Atau perhotelan. Agar
mereka tetap beroperasi. Sehingga tidak ada PHK.

Itulah usulan yang sangat kapitalis –dan
begitu konsisten dengan ideologi pasar bebas.

Demokrat memilih stimulus itu harus langsung
diterima orang miskin.

Perbedaan pandangan itu akhirnya bisa
diselesaikan. Kompromi.

Sebenarnya Amerika juga punya pengalaman
menarik dua tahun lalu. Ketika wabah flu menggila.

Kota St Louis melakukan isolasi ketat atas
penderita flu. Philadelphia tidak.

Yang mati di Philadelphia dua kali lipat lebih
banyak.

Namun yang seperti St Louis itu pasti tidak
sesuai dengan filsafat pasar bebas dan ideologi kebebasan individu –yang juga
menjadi pondasi penting kejayaan Amerika.

Mungkin orang Kolaka (Sulawesi Tenggara) itu
juga penganut filsafat yang mirip Trump –dalam bentuk agama yang berbeda.

Anda tentu sudah melihat sendiri videonya yang
beredar luas di medsos: istrinya meninggal di RS Kolaka. Dipastikan akibat
Covid-19.

Mayatnya sudah mau dikuburkan pihak RS –sesuai
protap untuk menderita penyakit menular. Namun sang suami datang ke RS. Ngotot
mengambil mayat yang sudah dibungkus plastik.

Sampai di rumah plastik mayat itu ia buka.
Mayat sang istri ia mandikan. Ia kafani. Ia kubur.

Itulah bentuk cinta sampai mati.

Itulah bentuk kebebasan yang juga nyata terjadi
di Indonesia.

Saya hanya bisa berdoa semoga ada keajaiban.
Termasuk keajaiban di hari raya Paskah yang tinggal seminggu lagi.

Kita saksikan apa yang akan terjadi di Amerika
–mumpung hari raya Idul Fitri masih dua bulan lagi di Indonesia.(***)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru