28.4 C
Jakarta
Monday, April 29, 2024

Satu Nyawa

Wuhan ngamuk. Gegara
ditemukan penderita baru di kota asal Covid-19 itu, seluruh penduduknya harus
menjalani tes. Seluruhnya. Mulai hari ini. Sampai lusa.

Dalam tiga hari itu, 11
juta warga Wuhan harus sudah selesai dites.

Itu bukan sekedar rapid test.
Yang hasilnya kadang tidak akurat itu.

Yang dilakukan kali ini
adalah langsung tes nucleus acid. Yang hasilnya pasti: positif atau
negatif.

Tiongkok akan mencari
sungguh-sungguh dari mana asal virus yang mencoreng nama Wuhan –yang sudah
tercoreng itu. Yakni virus baru yang menular ke kakek berumur 84 tahun itu.
Yang tinggal di perumahan kelas bawah di pusat kota Wuhan itu. Yang sering
keluar rumah tanpa masker itu. Yang kemudian menulari tetangganya itu. 

Memang si kakek itu
salah: mengapa tidak pakai masker. Sampai semua pejabat di kecamatan itu
dipecat. 

Tapi ada hikmahnya:
berarti masih ada orang yang bervirus di Wuhan. Yang orang itu kesana-kemari
–menularkan virusnya kepada orang yang sembrono.

Orang itu sendiri tidak
sadar kalau dirinya bervirus. Tidak ada gejala apa-apa yang ia rasakan –banyak
yang seperti itu. 

Berarti sulit sekali
menelusuri siapa saja orang yang merasa sehat tapi bervirus. Karena itu sapu
jagad saja: semua penduduk Wuhan dites. Biarpun jumlahnya 11 juta jiwa. 

Rasanya tidak ada negara
yang all-out seperti
itu: mengejar satu orang dengan cara memeriksa 11 juta orang. Atau
jangan-jangan ternyata banyak yang ditemukan bervirus.

Sekalian tuntas. 

Bisa juga sekaligus
sebagai pilot
project
. Kalau hasilnya membahayakan berarti di kota lain juga
perlu dilakukan tes menyeluruh.

Itulah kegilaan di
Wuhan. Itulah sulitnya menjaga reputasi.

Ada lagi berikut ini:

Baca Juga :  Milenial Barsel: Kita Sangat Perlu Pemimpin yang Baik Hati Seperti Sug

Tidak hanya Wuhan. Yang
juga lagi all-out adalah
Vietnam. Yakni all-out untuk
menyelamatkan nyawa satu orang. 

Di mana pentingnya
nyawa satu orang itu?

Ia bukan orang yang
sangat penting. Tapi kalau sampai meninggal dunia hilanglah ”gelar” agung
Vietnam selama ini. Yakni gelar sebagai satu-satunya negara yang tidak satu pun
orang meninggal karena Covid-19. 

Gelar agung itu telah
pula menjadi kebanggaan rakyat Vietnam. Rakyat begitu kagum pada pemerintahnya.
Maka jangan sampai akhirnya ada yang meninggal dunia karena Covid-19.

Upaya apa pun harus
dilakukan: jangan sampai ada yang meninggal. 

Tapi rasanya akan ada.

Semoga tetap tidak
ada. 

Semoga dokter terbaik
di Vietnam berhasil menyelamatkan satu nyawa orang itu. Yang kondisinya
benar-benar sudah gawat. Sudah menggunakan pernafasan buatan.

Ia seorang pilot. Warga
asing. Dari Inggris. Ia bekerja di perusahaan penerbangan Vietnam, Vietnam Airlines.

Nama pilot itu singkat:
Pasien No 91.

Awal Februari lalu ia
tiba dari Inggris. Sebagai penumpang biasa. Untuk mulai bertugas di Vietnam. Ia
tidak hanya menerbangkan pesawat untuk rute domestik. Juga rute internasional.

Sebelum ke Vietnam ia
sudah dinyatakan negatif. Maka ia pun mulai bekerja. Ia juga hidup normal di
Saigon –kini: Ho Chi Minh City. Termasuk, kalau malam, ke bar-bar yang waktu
itu masih buka. Vietnam belum di-lockdown kala itu.

Tiba-tiba ia
batuk-batuk. Badan panas. Nafas sesak. Positif Covid-19.

Jadilah ia Pasien No
91.

Sementara ia menjalani
isolasi di rumah sakit pemerintah melakukan pelacakan: siapa saja yang
kira-kira tertular pilot itu.

Ditemukanlah 4.000 nama
yang harus dihubungi. Yakni para penumpang pesawat, para pengunjung bar dan
teman-teman kerjanya. Tidak mudah. Banyak sekali bar yang ia kunjungi di
malam-malam membujangnya di Vietnam.

Baca Juga :  Ben Brahim Siap Wujudkan Lima Poin Aspirasi Warga Seruyan

Dari pelacakan terhadap
4.000 orang itu ditemukan penderita baru. Sampai akhirnya di Vietnam terdapat
288 penderita Covid-19. Angka itu terus bertahan. Sampai sekarang tidak pernah
bertambah.

Dari 288 orang itu
tidak satu pun yang meninggal. 

Kecuali, ada satu yang
lagi gawat itu. Pilot itu.

Umurnya 43 tahun.

Kini yang serba terbaik
sudah diberikan ke pilot itu. Asal bisa sembuh. Tapi kondisinya terus memburuk.

Sulit diselamatkan.

Minggu lalu
disimpulkan: satu-satunya pertolongan tinggal-lah transplantasi paru.

Maka muncullah banyak
calon donor. Vietnam memang negara komunis. Tapi kulturnya tetap Budha. Di
negara Budha soal donor organ dianggap sangat mulia. Media di sana menyebut ada
10 orang yang mengajukan diri bersedia menjadi pendonor paru. Salah satunya
seorang veteran tentara berumur 70 tahun.

Berbeda dengan donor
ginjal, donor paru tidak mudah. Orang bisa mendonorkan salah satu ginjalnya.
Masih bisa hidup normal dengan satu ginjal.

Atau orang bisa
mendonorkan separo hatinya. Hati yang tinggal separo bisa utuh lagi dalam tiga
bulan.

Orang juga bisa
mendonorkan sebagian parunya. Ia sendiri tetap bisa hidup. Tapi paru yang sudah
dipotong tidak bisa utuh lagi.

Paru pilot itu sendiri
sudah sangat parah. Fungsinya tinggal 10 persen. Tapi UU yang berlaku di sana
masih belum membolehkan pendonor hidup.

Berarti sang pilot
masih harus menunggu ada orang yang meninggal dunia di rumah sakit itu.

Doa saya untuk pilot
itu. Juga untuk Vietnam.

Memang sudah tidak ada
Covid-19 di Vietnam. Tapi nyawa pilot itu harus selamat.(Dahlan Iskan)

 

Wuhan ngamuk. Gegara
ditemukan penderita baru di kota asal Covid-19 itu, seluruh penduduknya harus
menjalani tes. Seluruhnya. Mulai hari ini. Sampai lusa.

Dalam tiga hari itu, 11
juta warga Wuhan harus sudah selesai dites.

Itu bukan sekedar rapid test.
Yang hasilnya kadang tidak akurat itu.

Yang dilakukan kali ini
adalah langsung tes nucleus acid. Yang hasilnya pasti: positif atau
negatif.

Tiongkok akan mencari
sungguh-sungguh dari mana asal virus yang mencoreng nama Wuhan –yang sudah
tercoreng itu. Yakni virus baru yang menular ke kakek berumur 84 tahun itu.
Yang tinggal di perumahan kelas bawah di pusat kota Wuhan itu. Yang sering
keluar rumah tanpa masker itu. Yang kemudian menulari tetangganya itu. 

Memang si kakek itu
salah: mengapa tidak pakai masker. Sampai semua pejabat di kecamatan itu
dipecat. 

Tapi ada hikmahnya:
berarti masih ada orang yang bervirus di Wuhan. Yang orang itu kesana-kemari
–menularkan virusnya kepada orang yang sembrono.

Orang itu sendiri tidak
sadar kalau dirinya bervirus. Tidak ada gejala apa-apa yang ia rasakan –banyak
yang seperti itu. 

Berarti sulit sekali
menelusuri siapa saja orang yang merasa sehat tapi bervirus. Karena itu sapu
jagad saja: semua penduduk Wuhan dites. Biarpun jumlahnya 11 juta jiwa. 

Rasanya tidak ada negara
yang all-out seperti
itu: mengejar satu orang dengan cara memeriksa 11 juta orang. Atau
jangan-jangan ternyata banyak yang ditemukan bervirus.

Sekalian tuntas. 

Bisa juga sekaligus
sebagai pilot
project
. Kalau hasilnya membahayakan berarti di kota lain juga
perlu dilakukan tes menyeluruh.

Itulah kegilaan di
Wuhan. Itulah sulitnya menjaga reputasi.

Ada lagi berikut ini:

Baca Juga :  Milenial Barsel: Kita Sangat Perlu Pemimpin yang Baik Hati Seperti Sug

Tidak hanya Wuhan. Yang
juga lagi all-out adalah
Vietnam. Yakni all-out untuk
menyelamatkan nyawa satu orang. 

Di mana pentingnya
nyawa satu orang itu?

Ia bukan orang yang
sangat penting. Tapi kalau sampai meninggal dunia hilanglah ”gelar” agung
Vietnam selama ini. Yakni gelar sebagai satu-satunya negara yang tidak satu pun
orang meninggal karena Covid-19. 

Gelar agung itu telah
pula menjadi kebanggaan rakyat Vietnam. Rakyat begitu kagum pada pemerintahnya.
Maka jangan sampai akhirnya ada yang meninggal dunia karena Covid-19.

Upaya apa pun harus
dilakukan: jangan sampai ada yang meninggal. 

Tapi rasanya akan ada.

Semoga tetap tidak
ada. 

Semoga dokter terbaik
di Vietnam berhasil menyelamatkan satu nyawa orang itu. Yang kondisinya
benar-benar sudah gawat. Sudah menggunakan pernafasan buatan.

Ia seorang pilot. Warga
asing. Dari Inggris. Ia bekerja di perusahaan penerbangan Vietnam, Vietnam Airlines.

Nama pilot itu singkat:
Pasien No 91.

Awal Februari lalu ia
tiba dari Inggris. Sebagai penumpang biasa. Untuk mulai bertugas di Vietnam. Ia
tidak hanya menerbangkan pesawat untuk rute domestik. Juga rute internasional.

Sebelum ke Vietnam ia
sudah dinyatakan negatif. Maka ia pun mulai bekerja. Ia juga hidup normal di
Saigon –kini: Ho Chi Minh City. Termasuk, kalau malam, ke bar-bar yang waktu
itu masih buka. Vietnam belum di-lockdown kala itu.

Tiba-tiba ia
batuk-batuk. Badan panas. Nafas sesak. Positif Covid-19.

Jadilah ia Pasien No
91.

Sementara ia menjalani
isolasi di rumah sakit pemerintah melakukan pelacakan: siapa saja yang
kira-kira tertular pilot itu.

Ditemukanlah 4.000 nama
yang harus dihubungi. Yakni para penumpang pesawat, para pengunjung bar dan
teman-teman kerjanya. Tidak mudah. Banyak sekali bar yang ia kunjungi di
malam-malam membujangnya di Vietnam.

Baca Juga :  Ben Brahim Siap Wujudkan Lima Poin Aspirasi Warga Seruyan

Dari pelacakan terhadap
4.000 orang itu ditemukan penderita baru. Sampai akhirnya di Vietnam terdapat
288 penderita Covid-19. Angka itu terus bertahan. Sampai sekarang tidak pernah
bertambah.

Dari 288 orang itu
tidak satu pun yang meninggal. 

Kecuali, ada satu yang
lagi gawat itu. Pilot itu.

Umurnya 43 tahun.

Kini yang serba terbaik
sudah diberikan ke pilot itu. Asal bisa sembuh. Tapi kondisinya terus memburuk.

Sulit diselamatkan.

Minggu lalu
disimpulkan: satu-satunya pertolongan tinggal-lah transplantasi paru.

Maka muncullah banyak
calon donor. Vietnam memang negara komunis. Tapi kulturnya tetap Budha. Di
negara Budha soal donor organ dianggap sangat mulia. Media di sana menyebut ada
10 orang yang mengajukan diri bersedia menjadi pendonor paru. Salah satunya
seorang veteran tentara berumur 70 tahun.

Berbeda dengan donor
ginjal, donor paru tidak mudah. Orang bisa mendonorkan salah satu ginjalnya.
Masih bisa hidup normal dengan satu ginjal.

Atau orang bisa
mendonorkan separo hatinya. Hati yang tinggal separo bisa utuh lagi dalam tiga
bulan.

Orang juga bisa
mendonorkan sebagian parunya. Ia sendiri tetap bisa hidup. Tapi paru yang sudah
dipotong tidak bisa utuh lagi.

Paru pilot itu sendiri
sudah sangat parah. Fungsinya tinggal 10 persen. Tapi UU yang berlaku di sana
masih belum membolehkan pendonor hidup.

Berarti sang pilot
masih harus menunggu ada orang yang meninggal dunia di rumah sakit itu.

Doa saya untuk pilot
itu. Juga untuk Vietnam.

Memang sudah tidak ada
Covid-19 di Vietnam. Tapi nyawa pilot itu harus selamat.(Dahlan Iskan)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru