30 C
Jakarta
Monday, April 21, 2025

Komunikasi dan Kemiskinan Informasi Covid-19

BELUM ada prediksi akurat soal kapan pandemi Covid-19 berakhir.
Sementara itu, data orang terpapar Covid-19 di Indonesia mengalami kenaikan.
Fakta di lapangan, aktivitas sosial mulai menggeliat. Orang seakan abai dan
menganggap situasi ”darurat” ini sebagai kondisi ”aman-aman” saja.

Tampaknya informasi perihal
Covid-19 belum membuat banyak warga menyadari ganasnya Covid-19. Laporan
tentang korban meninggal karena Covid-19 yang tiap hari disampaikan oleh gugus
tugas juga tak membuat orang takut.

Demikian pula anjuran agar
berprotokol kesehatan, belum dilakukan warga secara masksimal. Masih banyak
orang yang berkerumun. Tidak bermasker. Juga masih ada ruang publik yang tak
menyediakan sarana cuci tangan.

Tak mengherankan jika pertengahan
Mei lalu dunia media sosial dihebohkan dengan tagar Indonesia Terserah.
Munculnya tagar tersebut diiringi keluhan dan rasa kecewa dari warganet yang
menilai pemerintah belum secara maksimal menanggulangi wabah Covid-19.

Sebetulnya menyalahkan pemerintah
bukan solusi. Sebab, praktiknya, warga masyarakat juga masih enggan menerima
kenyataan Covid-19 ini.

Ketidakdisiplinan menjalankan
protokol kesehatan bukan perkara di Indonesia saja. Sejumlah negara lain juga
tidak sabar menormalkan situasi yang tidak normal ini. Semua ingin segera
memulihkan keadaan seperti semula.

Kepala Program Kedaruratan
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Mike Ryan telah memperingatkan potensi
munculnya gelombang kedua penularan Covid-19. Menurut dia, dunia saat ini masih
berada di tengah-tengah gelombang pertama karena peningkatan kasus di kawasan
Amerika Tengah dan Selatan serta Asia Selatan dan Afrika.

Mengapa banyak orang masih tak
disiplin menjalankan protokol kesehatan? Mengapa orang tak serius menghadapi
Covid-19? Padahal, belajar dari negara yang berhasil mengeliminasi penularan
Covid-19, dilandasi perasaan takut. Selandia Baru dan Taiwan adalah negara yang
berhasil menangani Covid-19. Mereka berhasil karena takut sehingga serius. Di
sisi lain, Amerika dan Brasil gagal menekan angka korban karena pemimpinnya
mengabaikan semua peringatan. Lalu, bagaimana situasi Indonesia?

Protokol Komunikasi Publik

Orang disiplin karena rasa takut,
mengidentifikasi dengan orang lain dan menyadari manfaat disiplin. Adanya warga
yang tidak disiplin menjalani protokol kesehatan boleh jadi karena sanksi
hukumnya tidak ada atau kurang tegas. Karena itu, orang tak mematuhinya. Bisa
juga karena menyaksikan orang lain tidak melakukan. Serta tidak disiplin karena
tidak mendapatkan informasi memadai sehingga mengalami kemiskinan informasi.

Baca Juga :  Petugas Terbatas, Tim Kesehatan Kewalahan Periksa Pengguna Jalan

Sikap abai terhadap protokol
kesehatan itulah penyebab utama yang menyulitkan terputusnya rantai persebaran
Covid-19. Akibatnya, berapa pun fasilitas rumah sakit dan tenaga medis yang
disediakan akan tidak bisa menolong korban penularan.

Dengan demikian, tugas berat di
depan mata saat ini adalah bagaimana membuat orang tidak miskin informasi
sehingga patuh menjalankan aturan bermasker, jaga jarak aman, dan rutin cuci
tangan dengan sabun.

Sejauh ini, landasan protokol
komunikasi publik pencegahan Covid-19 didasari cara berpikir dan tujuan yang
tepat. Landasan pijaknya adalah pikiran Anthony de Mello (1977) yang menyatakan
bahwa jumlah korban bisa menjadi lima kali lipat kalau terjadi ketakutan di saat
terjadi wabah penyakit. Seribu orang menjadi korban karena sakit, sedangkan
empat ribu orang menjadi korban karena panik. Tujuan komunikasi publiknya
adalah membuat masyarakat paham dan mengikuti anjuran yang disampaikan.

Tetapi, realitasnya, tetap saja
masyarakat tidak secara serius menjalankan disiplin protokol kesehatan. Bisa
dibayangkan, tatkala terus terjadi penambahan kasus, potensi kepanikannya akan
meningkat. Karena itulah, untuk mencegah potensi kepanikan meledak, diperlukan
langkah-langkah tepat dalam menjalankan kebijakan komunikasi publik Covid-19.

Hindari Kemiskinan Informasi

Kemiskinan informasi Covid-19
harus menjadi perhatian serius. Selama ini program komunikasi hanya bertumpu
pada distribusi informasi. Monotonnya karakter informasi membuat warga sebagai
khalayak tidak termotivasi. Komunikasi yang efektif adalah yang bisa
membangkitkan (to evocate) motivasi agar khalayak mengikuti anjuran.

Di era teknologi informasi yang
lengkap, seharusnya konten soal Covid-19 juga dikembangkan secara kreatif.
Lebih dari kreatif, hal yang diabaikan dalam program komunikasi publik Covid-19
adalah proses diadik antara sumber informasi dan penerima informasi. Banyak
sudah lembaga penanganan Covid-19 yang menyediakan hotline dengan media modern.
Tapi, tak sedikit sumber daya pengelolanya yang minim pengetahuan berinteraksi
dengan khalayak. Lebih parahnya, ada hotline tapi tak aktif.

Baca Juga :  Mendagri Usulkan Kampanye Pilkada Cukup 1 Bulan

Padahal, komunikasi publik itu
memerlukan interaksi yang sifatnya dua arah untuk menemukan pengertian yang
sama (mutual understanding). Di sini esensi tujuannya sebagaimana yang
ditetapkan dalam protokol komunikasi publik Covid-19.

Pelajaran dari strategi
komunikasi publik pemerintah Selandia Baru adalah kehadiran negara dengan cara
yang ”akrab”. Setiap hari Perdana Menteri Selandia Baru Ardern muncul di
televisi dalam sesi brifing media yang ramai. Dia pun kerap muncul dalam sesi
Facebook live, menjawab pertanyaan publik dan menjelaskan strategi pemerintah.
Dirjen Kesehatannya, Ashley Bloomfield, pun banyak muncul di media dan dipuji
karena responsnya yang sederhana, berbasis ilmiah, dan jelas. Sedangkan
strategi komunikasi publik Taiwan dilakukan dengan tindakan proaktif, berbagi
informasi ke publik, serta menerapkan teknologi dalam bentuk menganalisis big
data dan platform online.

Indonesia pastilah berbeda dengan
Selandia Baru dan Taiwan. Baik dari segi geografis maupun populasi. Namun,
strategi komunikasi yang bersifat melayani (dua arah), kesigapan tim
komunikasi, dan pemanfaatan teknologi komunikasi secara maksimal layak ditiru.
Memang infrastruktur teknologi komunikasi kita belum merata. Tetapi, perangkat
kelembagaan komunikasi masyarakat bisa diperankan. Tokoh adat dan forum-forum
kebudayaan setempat bisa menjadi andalan komunikasi publik.

Hari-hari ini kita berada dalam
kelelahan dan perasaan bingung. Lelah karena aktivitas sosial terbatasi
regulasi pencegahan penularan Covid-19. Bersamaan itu, muncul rasa bingung
karena masih cukup banyak warga yang mengalami kemiskinan informasi. Agar masyarakat
berdaya diri, strategi komunikasi publik dibangun dengan cara yang transparan
dan rutin. Masyarakat perlu diajak bicara. Tidak sekadar menjadi pendengar
orang bicara.

Kehadiran juru bicara tidak cukup
hanya membawa kabar kematian. Tetapi juga memberikan pengetahuan dan bisa
mengulik hati warga untuk peduli sesama. Kebijakan komunikasi publik bisa
menjadi andalan mendisiplinkan warga. Masyarakat harus dihindarkan dari
kekurangan informasi yang akurat. Informasi Covid-19 yang akurat dan
dikomunikasikan secara efektif akan membantu warga berdaya menghadapi pandemi.
(*)

(Penulis adalah Dosen Departemen,
Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Airlangga)

BELUM ada prediksi akurat soal kapan pandemi Covid-19 berakhir.
Sementara itu, data orang terpapar Covid-19 di Indonesia mengalami kenaikan.
Fakta di lapangan, aktivitas sosial mulai menggeliat. Orang seakan abai dan
menganggap situasi ”darurat” ini sebagai kondisi ”aman-aman” saja.

Tampaknya informasi perihal
Covid-19 belum membuat banyak warga menyadari ganasnya Covid-19. Laporan
tentang korban meninggal karena Covid-19 yang tiap hari disampaikan oleh gugus
tugas juga tak membuat orang takut.

Demikian pula anjuran agar
berprotokol kesehatan, belum dilakukan warga secara masksimal. Masih banyak
orang yang berkerumun. Tidak bermasker. Juga masih ada ruang publik yang tak
menyediakan sarana cuci tangan.

Tak mengherankan jika pertengahan
Mei lalu dunia media sosial dihebohkan dengan tagar Indonesia Terserah.
Munculnya tagar tersebut diiringi keluhan dan rasa kecewa dari warganet yang
menilai pemerintah belum secara maksimal menanggulangi wabah Covid-19.

Sebetulnya menyalahkan pemerintah
bukan solusi. Sebab, praktiknya, warga masyarakat juga masih enggan menerima
kenyataan Covid-19 ini.

Ketidakdisiplinan menjalankan
protokol kesehatan bukan perkara di Indonesia saja. Sejumlah negara lain juga
tidak sabar menormalkan situasi yang tidak normal ini. Semua ingin segera
memulihkan keadaan seperti semula.

Kepala Program Kedaruratan
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Mike Ryan telah memperingatkan potensi
munculnya gelombang kedua penularan Covid-19. Menurut dia, dunia saat ini masih
berada di tengah-tengah gelombang pertama karena peningkatan kasus di kawasan
Amerika Tengah dan Selatan serta Asia Selatan dan Afrika.

Mengapa banyak orang masih tak
disiplin menjalankan protokol kesehatan? Mengapa orang tak serius menghadapi
Covid-19? Padahal, belajar dari negara yang berhasil mengeliminasi penularan
Covid-19, dilandasi perasaan takut. Selandia Baru dan Taiwan adalah negara yang
berhasil menangani Covid-19. Mereka berhasil karena takut sehingga serius. Di
sisi lain, Amerika dan Brasil gagal menekan angka korban karena pemimpinnya
mengabaikan semua peringatan. Lalu, bagaimana situasi Indonesia?

Protokol Komunikasi Publik

Orang disiplin karena rasa takut,
mengidentifikasi dengan orang lain dan menyadari manfaat disiplin. Adanya warga
yang tidak disiplin menjalani protokol kesehatan boleh jadi karena sanksi
hukumnya tidak ada atau kurang tegas. Karena itu, orang tak mematuhinya. Bisa
juga karena menyaksikan orang lain tidak melakukan. Serta tidak disiplin karena
tidak mendapatkan informasi memadai sehingga mengalami kemiskinan informasi.

Baca Juga :  Petugas Terbatas, Tim Kesehatan Kewalahan Periksa Pengguna Jalan

Sikap abai terhadap protokol
kesehatan itulah penyebab utama yang menyulitkan terputusnya rantai persebaran
Covid-19. Akibatnya, berapa pun fasilitas rumah sakit dan tenaga medis yang
disediakan akan tidak bisa menolong korban penularan.

Dengan demikian, tugas berat di
depan mata saat ini adalah bagaimana membuat orang tidak miskin informasi
sehingga patuh menjalankan aturan bermasker, jaga jarak aman, dan rutin cuci
tangan dengan sabun.

Sejauh ini, landasan protokol
komunikasi publik pencegahan Covid-19 didasari cara berpikir dan tujuan yang
tepat. Landasan pijaknya adalah pikiran Anthony de Mello (1977) yang menyatakan
bahwa jumlah korban bisa menjadi lima kali lipat kalau terjadi ketakutan di saat
terjadi wabah penyakit. Seribu orang menjadi korban karena sakit, sedangkan
empat ribu orang menjadi korban karena panik. Tujuan komunikasi publiknya
adalah membuat masyarakat paham dan mengikuti anjuran yang disampaikan.

Tetapi, realitasnya, tetap saja
masyarakat tidak secara serius menjalankan disiplin protokol kesehatan. Bisa
dibayangkan, tatkala terus terjadi penambahan kasus, potensi kepanikannya akan
meningkat. Karena itulah, untuk mencegah potensi kepanikan meledak, diperlukan
langkah-langkah tepat dalam menjalankan kebijakan komunikasi publik Covid-19.

Hindari Kemiskinan Informasi

Kemiskinan informasi Covid-19
harus menjadi perhatian serius. Selama ini program komunikasi hanya bertumpu
pada distribusi informasi. Monotonnya karakter informasi membuat warga sebagai
khalayak tidak termotivasi. Komunikasi yang efektif adalah yang bisa
membangkitkan (to evocate) motivasi agar khalayak mengikuti anjuran.

Di era teknologi informasi yang
lengkap, seharusnya konten soal Covid-19 juga dikembangkan secara kreatif.
Lebih dari kreatif, hal yang diabaikan dalam program komunikasi publik Covid-19
adalah proses diadik antara sumber informasi dan penerima informasi. Banyak
sudah lembaga penanganan Covid-19 yang menyediakan hotline dengan media modern.
Tapi, tak sedikit sumber daya pengelolanya yang minim pengetahuan berinteraksi
dengan khalayak. Lebih parahnya, ada hotline tapi tak aktif.

Baca Juga :  Mendagri Usulkan Kampanye Pilkada Cukup 1 Bulan

Padahal, komunikasi publik itu
memerlukan interaksi yang sifatnya dua arah untuk menemukan pengertian yang
sama (mutual understanding). Di sini esensi tujuannya sebagaimana yang
ditetapkan dalam protokol komunikasi publik Covid-19.

Pelajaran dari strategi
komunikasi publik pemerintah Selandia Baru adalah kehadiran negara dengan cara
yang ”akrab”. Setiap hari Perdana Menteri Selandia Baru Ardern muncul di
televisi dalam sesi brifing media yang ramai. Dia pun kerap muncul dalam sesi
Facebook live, menjawab pertanyaan publik dan menjelaskan strategi pemerintah.
Dirjen Kesehatannya, Ashley Bloomfield, pun banyak muncul di media dan dipuji
karena responsnya yang sederhana, berbasis ilmiah, dan jelas. Sedangkan
strategi komunikasi publik Taiwan dilakukan dengan tindakan proaktif, berbagi
informasi ke publik, serta menerapkan teknologi dalam bentuk menganalisis big
data dan platform online.

Indonesia pastilah berbeda dengan
Selandia Baru dan Taiwan. Baik dari segi geografis maupun populasi. Namun,
strategi komunikasi yang bersifat melayani (dua arah), kesigapan tim
komunikasi, dan pemanfaatan teknologi komunikasi secara maksimal layak ditiru.
Memang infrastruktur teknologi komunikasi kita belum merata. Tetapi, perangkat
kelembagaan komunikasi masyarakat bisa diperankan. Tokoh adat dan forum-forum
kebudayaan setempat bisa menjadi andalan komunikasi publik.

Hari-hari ini kita berada dalam
kelelahan dan perasaan bingung. Lelah karena aktivitas sosial terbatasi
regulasi pencegahan penularan Covid-19. Bersamaan itu, muncul rasa bingung
karena masih cukup banyak warga yang mengalami kemiskinan informasi. Agar masyarakat
berdaya diri, strategi komunikasi publik dibangun dengan cara yang transparan
dan rutin. Masyarakat perlu diajak bicara. Tidak sekadar menjadi pendengar
orang bicara.

Kehadiran juru bicara tidak cukup
hanya membawa kabar kematian. Tetapi juga memberikan pengetahuan dan bisa
mengulik hati warga untuk peduli sesama. Kebijakan komunikasi publik bisa
menjadi andalan mendisiplinkan warga. Masyarakat harus dihindarkan dari
kekurangan informasi yang akurat. Informasi Covid-19 yang akurat dan
dikomunikasikan secara efektif akan membantu warga berdaya menghadapi pandemi.
(*)

(Penulis adalah Dosen Departemen,
Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Airlangga)

Terpopuler

Artikel Terbaru