27.3 C
Jakarta
Monday, April 29, 2024

Membaca Dimensi Politik Kesepakatan Abad Ini

MEDIA Israel berbahasa Ibrani Hayom, yang dikenal sangat dekat
dengan Benyamin Netanyahu, membocorkan secara sengaja bagian-bagian inti dari
isi kesepakatan abad ini atau “Deal of Century” yang digagas
pemerintah Amerika di bawah Donald Trump.

Kecurigaan dibocorkannya secara
sengaja poin-poin yang sementara ini ditutup sangat rapat, semakin menemukan
pijakannya, merujuk pada sumber Kementrian Luar Negri Israel yang dikatakan
Hayom sebagai sumber dari mana info didapat. Disebutkannya secara jelas sumber
informasi tersebut, sebagai pesan agar para pembacanya percaya bahwa poin-poin
yang diungkapnya memiliki akurasi dan sumber legitimasi yang tinggi.

Waktu yang dipilih juga
bertepatan dengan saat ketegangan antara Amerika dan Iran mencapai puncaknya.
Hal ini sebenarnya menjelaskan secara tidak langsung bahwa tujuan sebenarnya
dari manuver militer Amerika yang melibatkannya gugus tugas angkatan laut
termasuk kapal induk Abraham Lincoln dan angkatan udara termasuk bomber B-52,
mendekati wilayah Iran.

Iran harus memahaminya bahwa ia
tidak boleh mengganggu inisiatif Amerika terkait dengan gagasan kesepakatan
abad ini antara Palestina dan Israel. Selain itu, untuk mengingatkan
negara-negara Arab pro-Iran di kawasan Timur Tengah agar tidak bergerak jika
tidak ingin berurusan dengan militer Amerika secara langsung.

Di antara poin-poin draft
kesepakatan yang diungkapkannya, yang perlu mendapatkan perhatian antara lain:
Pertama, pengakuan Yerusalem sebagai kota yang tak terbagi, dan sepenuhnya
milik Israel. Meskipun keberadaan warga Palestina di kota ini tidak akan diganggu,
sepanjang tunduk dengan aturan yang dibuat oleh otoritas dan administrasi
pemerintah Israel. Di sisi lain Palestina harus membayar seluruh fasilitas yang
dinikmati warganya, seperti sekolah atau fasilitas umum lain.

Baca Juga :  Pemko Akan Terapkan Command Center

Kedua, pengakuan terhadap seluruh
permukiman ilegal. Dengan kesepakatan ini, maka seluruh permukiman yang
statusnya saat ini sebagai permukiman ilegal berubah menjadi legal.
Konsekuensinya, Israel akan memiliki aparat keamanan dan akses jalan, serta
fasilitas administratif lain untuk berada di semua wilayah negara Palestina di
Tepi Barat. Kementrian Luar Negri Palestina di Ramallah menyebutnya sebagai bagian
dari kebijakan apartheid.

Ketiga, negara Palestina baru
yang diizinkan berdiri tidak boleh punya militer yang bertugas melindungi dan
menjaga kedaulatan negara sebagaimana lazimnya sebuah negara merdeka. Jadi
negara Palestina tidak boleh punya angkatan darat, angkatan laut, maupun
angkatan udara. Semua tugas ini akan dititipkan kepada Israel. Palestina hanya
boleh punya polisi yang dilengkapi dengan senjata ringan saja. Dengan kata
lain, negara Palestina akan memiliki kedaulatan yang terbatas, dan masalah
keamanan bergantung pada Israel secara permanen.

Keempat, adu-domba PLO dengan
Hammas, Jihad Islam, dan faksi-faksi perlawanan lain. Perjanjian akan
ditandatangani oleh Otoritas Palestina yang notabene kini dipimpin faksi Fatah
di Ramallah. Sementara yang lainnya termasuk Hammas, Jihad Islam yang berada di
Gaza harus mengikuti dan mematuhinya.

Kelima, adu-domba atau fait
accompli Palestina dengan negara-negara Arab lain, khususnya Mesir dan Yordania
yang bertetangga. Dalam batas tertentu, perjanjian ini sudah dikomunikasikan
dengan tetangga-tetangga Israel, khususnya Mesir dan Yordania. Keduanya dibuat
menerima berkah atau setidaknya tidak merugikan. Sementara tetangga lain,
seperti Suriah dan Lebanon ditinggal.

Baca Juga :  Perwali Diharapkan Mampu Tingkatkan Penggunaan Masker

Keenam, Jared Kushner seorang
pengusaha menantu Donald Trump yang konon beragama Yahudi dan sangat pro-Israel
yang menjadi otak perjanjian sekaligus mewakili kepentingan keluarga mereka,
memiliki kepentingan bisnis baik di Israel maupun negara-negara Arab yang kaya
di kawasan Teluk. Tentu proposal yang dibuatnya tidak bisa dilepaskan dari
interesnya.

Dengan uraian di atas, tampak
jelas sejumlah perbedaan dan perubahan baik dari nomenklatur maupun spiritnya
bila dibandingkan dengan perjanjian Oslo Accord yang melahirkan konsep two
states solution sebelumnya, yang telah ditandatangani pada 1993 di
Washington,D.C oleh Yaser Arafat mewakili Palestina dan Yitzhak Rabin mewakili
Israel, disaksikan oleh Presiden Amerika Bill Clinton sebagai mediator.

Gagasan two states solution terasa lebih berimbang dalam mengakomodasi
kepentingan Palestina dan Israel, sementara deal of century sangat
menguntungkan Israel dan sangat merugikan Palestina.

Lebih dari itu, jika dalam two states solution Amerika menempatkan
diri sebagai mediator aktif, sementara aktor utamanya adalah Palestina dan
Israel. Pada deal of century, Amerika menempatkan diri sebagai broker yang
memegang senjata sambil mengancam pihak Palestina walaupun diiringi basa-basi
seolah juga mengancam Israel. (***)

(Penulis adalah Pengamat Politik
Islam dan Demokrasi)

MEDIA Israel berbahasa Ibrani Hayom, yang dikenal sangat dekat
dengan Benyamin Netanyahu, membocorkan secara sengaja bagian-bagian inti dari
isi kesepakatan abad ini atau “Deal of Century” yang digagas
pemerintah Amerika di bawah Donald Trump.

Kecurigaan dibocorkannya secara
sengaja poin-poin yang sementara ini ditutup sangat rapat, semakin menemukan
pijakannya, merujuk pada sumber Kementrian Luar Negri Israel yang dikatakan
Hayom sebagai sumber dari mana info didapat. Disebutkannya secara jelas sumber
informasi tersebut, sebagai pesan agar para pembacanya percaya bahwa poin-poin
yang diungkapnya memiliki akurasi dan sumber legitimasi yang tinggi.

Waktu yang dipilih juga
bertepatan dengan saat ketegangan antara Amerika dan Iran mencapai puncaknya.
Hal ini sebenarnya menjelaskan secara tidak langsung bahwa tujuan sebenarnya
dari manuver militer Amerika yang melibatkannya gugus tugas angkatan laut
termasuk kapal induk Abraham Lincoln dan angkatan udara termasuk bomber B-52,
mendekati wilayah Iran.

Iran harus memahaminya bahwa ia
tidak boleh mengganggu inisiatif Amerika terkait dengan gagasan kesepakatan
abad ini antara Palestina dan Israel. Selain itu, untuk mengingatkan
negara-negara Arab pro-Iran di kawasan Timur Tengah agar tidak bergerak jika
tidak ingin berurusan dengan militer Amerika secara langsung.

Di antara poin-poin draft
kesepakatan yang diungkapkannya, yang perlu mendapatkan perhatian antara lain:
Pertama, pengakuan Yerusalem sebagai kota yang tak terbagi, dan sepenuhnya
milik Israel. Meskipun keberadaan warga Palestina di kota ini tidak akan diganggu,
sepanjang tunduk dengan aturan yang dibuat oleh otoritas dan administrasi
pemerintah Israel. Di sisi lain Palestina harus membayar seluruh fasilitas yang
dinikmati warganya, seperti sekolah atau fasilitas umum lain.

Baca Juga :  Pemko Akan Terapkan Command Center

Kedua, pengakuan terhadap seluruh
permukiman ilegal. Dengan kesepakatan ini, maka seluruh permukiman yang
statusnya saat ini sebagai permukiman ilegal berubah menjadi legal.
Konsekuensinya, Israel akan memiliki aparat keamanan dan akses jalan, serta
fasilitas administratif lain untuk berada di semua wilayah negara Palestina di
Tepi Barat. Kementrian Luar Negri Palestina di Ramallah menyebutnya sebagai bagian
dari kebijakan apartheid.

Ketiga, negara Palestina baru
yang diizinkan berdiri tidak boleh punya militer yang bertugas melindungi dan
menjaga kedaulatan negara sebagaimana lazimnya sebuah negara merdeka. Jadi
negara Palestina tidak boleh punya angkatan darat, angkatan laut, maupun
angkatan udara. Semua tugas ini akan dititipkan kepada Israel. Palestina hanya
boleh punya polisi yang dilengkapi dengan senjata ringan saja. Dengan kata
lain, negara Palestina akan memiliki kedaulatan yang terbatas, dan masalah
keamanan bergantung pada Israel secara permanen.

Keempat, adu-domba PLO dengan
Hammas, Jihad Islam, dan faksi-faksi perlawanan lain. Perjanjian akan
ditandatangani oleh Otoritas Palestina yang notabene kini dipimpin faksi Fatah
di Ramallah. Sementara yang lainnya termasuk Hammas, Jihad Islam yang berada di
Gaza harus mengikuti dan mematuhinya.

Kelima, adu-domba atau fait
accompli Palestina dengan negara-negara Arab lain, khususnya Mesir dan Yordania
yang bertetangga. Dalam batas tertentu, perjanjian ini sudah dikomunikasikan
dengan tetangga-tetangga Israel, khususnya Mesir dan Yordania. Keduanya dibuat
menerima berkah atau setidaknya tidak merugikan. Sementara tetangga lain,
seperti Suriah dan Lebanon ditinggal.

Baca Juga :  Perwali Diharapkan Mampu Tingkatkan Penggunaan Masker

Keenam, Jared Kushner seorang
pengusaha menantu Donald Trump yang konon beragama Yahudi dan sangat pro-Israel
yang menjadi otak perjanjian sekaligus mewakili kepentingan keluarga mereka,
memiliki kepentingan bisnis baik di Israel maupun negara-negara Arab yang kaya
di kawasan Teluk. Tentu proposal yang dibuatnya tidak bisa dilepaskan dari
interesnya.

Dengan uraian di atas, tampak
jelas sejumlah perbedaan dan perubahan baik dari nomenklatur maupun spiritnya
bila dibandingkan dengan perjanjian Oslo Accord yang melahirkan konsep two
states solution sebelumnya, yang telah ditandatangani pada 1993 di
Washington,D.C oleh Yaser Arafat mewakili Palestina dan Yitzhak Rabin mewakili
Israel, disaksikan oleh Presiden Amerika Bill Clinton sebagai mediator.

Gagasan two states solution terasa lebih berimbang dalam mengakomodasi
kepentingan Palestina dan Israel, sementara deal of century sangat
menguntungkan Israel dan sangat merugikan Palestina.

Lebih dari itu, jika dalam two states solution Amerika menempatkan
diri sebagai mediator aktif, sementara aktor utamanya adalah Palestina dan
Israel. Pada deal of century, Amerika menempatkan diri sebagai broker yang
memegang senjata sambil mengancam pihak Palestina walaupun diiringi basa-basi
seolah juga mengancam Israel. (***)

(Penulis adalah Pengamat Politik
Islam dan Demokrasi)

Terpopuler

Artikel Terbaru