Cuaca
ekstrem memang mengkhawatirkan. Selain berpotensi menimbulkan bencana banjir
dan tanah longsor, tapi juga berpengaruh besar terhadap perekonomian nelayan.
Berdasarkan evaluasi dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kalteng, terjadi
penurunan produksi ikan tangkapan nelayan di pelabuhan perikanan hingga 40
persen.
==============
BEBERAPA pekan
terakhir, hujan deras serta angin kencang yang disertai petir melanda hampir
seluruh wilayah Kalteng. Kondisi ini tentu sangat mengganggu aktivitas
masyarakat. Terutama bagi para nelayan yang mencari ikan di sungai maupun
lautan.
Kepala Dinas Perikanan
dan Kelautan Kalteng, Darliansjah menyebutkan, terhitung sejak 2 Januari lalu
kondisi cuaca kurang bersahabat. Hal tersebut berdampak pada aktivitas para nelayan.
“Memang cuaca
ekstrem ini terjadi mulai 2 Januari lalu. Tentu saja cuaca demikian membuat
para nelayan tidak berani turun menangkap ikan di sungai maupun laut,” ucapnya
saat ditemui di kantornya, Kamis (9/1).
Dikatakannya, tidak
semua nelayan memilih untuk tidak melaut. Para nelayan yang menggunakan kapal
tangkap ikan berukuran 10 gross tonnage (gt) ke atas masih bisa melaut. Akan tetapi,
lanjutnya, tidak semua nelayan dengan kapal besar yang berani melaut dalam
kondisi seperti sekarang ini.
“Nelayan yang
menggunakan kapal gt kecil memilih tidak melaut karena takut,” ungkapnya
kepada Kalteng Pos.
Tentu saja ini akan
menjadi salah satu penyumbang inflasi pada Januari ini. Untuk mengatasi hal itu,
pihaknya bekerja sama dengan Bank Indonesia (BI) Perwakilan Kalteng untuk
meningkatkan budi daya kolam penyangga.
“Langkah-langkah
ini untuk menyiasati keluhan masyarakat atas naiknya harga ikan yang disebabkan
oleh berkurangnya produksi ikan,” tegasnya.
Selain masalah inflasi,
cuaca ekstrem juga berpengaruh pada kehidupan perekonomian para nelayan. Akan tetapi,
pihaknya menyakini bahwa para nelayan tak hanya fokus mencari pendapatan dari pekerjaan
melaut. Ada nelayan yang juga mengembangkan budi daya ikan atau menjalani pekerjaan
lainnya selain sebagai nelayan. “Iya, tidak semua nelayan itu hanya
melaut. Ada yang juga memiliki pekerjaan lain,” pungkasnya.
Menanggapi soal cuaca
ekstrem, Sekretaris Daerah Provinsi Kalteng H Fahrizal Fitri melalui Plt Kepala
Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran H Darliansyah
mengatakan, pemerintah daerah telah memberikan imbauan kepada masyarakat untuk mengantisipasi
puncak musim hujan.
“Itu sehubungan
dengan informasi dari BMKG bahwa sebagaian besar wilayah Kalteng akan memasuki
musim hujan dengan puncaknya pada Januari 2020. Maka dari itu, perlu dilakukan
antisipasi terlebih dahulu,” katanya kepada Kalteng Pos, Kamis (9/1).
Menurutnya, langkah
yang perlu diambil untuk mengantisipasi terjadinya bencana akibat tingginya
curah hujan, yakni dengan kesiapsiagaan dan melakukan mitigasi. Warga diimbau harus
aktif mencari informasi dari BMKG maupun perluasan informasi, agar bisa mengantisipasi
datangnya bencana banjir dan tanah longsor.
Langkah lain yang bisa
ditempuh adalah melakukan penguatan kesiapsiagaan pemerintah bersama masyarakat
dengan menyiapkan sumber daya dan sistem informasi daerah. Mensimulasikan
kontingensi menghadapi ancaman banjir dan tanah longsor dengan menyiapkan
rencana kerja yang melibatkan stakeholder terkait. Apel kesiapsiagaan bencana
banjir dan tanah longsor mesti terus dilakukan. Jika ada potensi bencana banjir
atau longsor, maka status darurat bencana bisa ditetapkan. Sistem komando
penanganan darurat bencana pun bisa diaktifkan.
“Mesti ada laporan
rutin penanganan bencana kepada Pusdalops,” tambahnya.
Dibeberkan sekda, rata-rata sebagian besar
wilayah Kalteng berpotensi banjir dan tanah longsor. Karena itu, pihaknya
kembali mengingatkan semua warga Kalteng untuk meningkatkan kewaspadaan saat melakukan
aktivitas harian selama cuaca ekstrem masih melanda wilayah ini. (abw/nue/ce/ala)