28.9 C
Jakarta
Wednesday, April 16, 2025

Para Pemimpin Air Mata

ADA memang dalam sejarah, jejeran para pemimpin yang pekerjaannya
hanya meneteskan air mata rakyatnya.

Menyengsarakan dan melahirkan
penderitaan lahir bathin. Setiap perkataan yang keluar dari dalam mulutnya
adalah solar api yang membakar hati dan mencemaskan pikiran.

Tindakannya membawa kegaduhan,
serta menyeret manusia pada keadaan yang tak pernah pasti. Ia biasanya lebih
gandrung pada bangunan benda-benda yang tak begitu penting, namun kering dari
sentuhan jiwa yang kukuh memperkuat mata batin.

Cara kerjanya seperti membangun
istana di atas tumpukan pasir. Ia tak peduli pada kokohnya bangunan, namun lebih
suka gigantisme meski rapuh. Pada kebanyakan manusia tak berkesadaran, pemimpin
seperti itu adalah idola mereka. Namun pada masyarakat yang berkesadaran penuh,
mereka tak ubahnya sebagai air bah yang meluluhlantakkan kehidupan. Jenis
pemimpin seperti itu selalu tidak cocok bagi orang cerdas.

Sebab, sekelompok orang cerdas
adalah mereka yang bisa mengerti dan tahu apa yang akan terjadi, lalu mereka
gelisah mencari solusi. Sedang sekelompok manusia bodoh, baru merasa bingung
setelah peristiwa, —keadaan buruk terjadi. Di situlah beda orang
berpengetahuan dan tidak berpengetahuan. Juga disitulah perbedaan antara
pemimpin berpengetahuan dan pemimpin yang tidak berpengetahuan.

Dalam lintasan sejarah manusia,
alam kerap melahirkan pemimpin aneka jenis manusia. Ada yang merusak dunia, ada
yang bersahabat dengan bumi. Ada pemimpin yang pandai bersyukur, namun juga ada
pemimpin yang kufur. Pada pemimpin yang pandai bersyukur, kehidupan ibarat mata
air yang menumbuhkan dan menyejukkan, sedangkan pemimpin yang kufur hanya
melahirkan air mata kesedihan dan penderitaan.

Baca Juga :  Jangan Khawatir ! Pupuk Kaltim Siapkan 2.233 Ton NPK Subsidi untuk Kal

Para pemimpin air mata itu lahir
dari senyawa kebodohan yang dibungkus oleh data-data yang palsu. Sedangkan
pemimpin mata air selalu lahir dari penderitaan yang majemuk; menembus batu
batu tantangan yang mampu menyembulkan optimisme dan harapan. Ia selalu berdiri
tegak lurus diatas kesadaran akidah dirinya dengan Tuhannya. Sekujur aliran
nafasnya adalah hikmah, petuah dan tuntunan hidup yang indah nan menguatkan.

Berdekat-dekat dengannya adalah
anugerah dan keistimewaan yang seolah mimpi yang indah. Berjauhan dengannya
selalu terasa merindukan. Seperti kerinduan kaum mukminin pada Rasulullah.

Mendengarkan perkataannya mampu
merangsang imajinasi, memperkuat cita-cita dan mampu menjadi energi untuk mewujudkannya.

Namun bagi pemimpin air mata,
mereka hanya melahirkan deretan pesimisme yang terus datang berkelindan.
Seperti barisan gelombang pasang air laut yang terus menghantam bibir pantai.
Gelombang yang makin hari makin menakutkan, seperti gelombang pasang yang kawin-mawin
dengan tsunami yang tak jelas kapan mereda. Tiba-tiba rakyatnya sudah menerima
pemandangan yang luluh lantak, dan tak tahu harus berbuat apa dan harus
bagaimana. Pemimpin air mata hanya melahirkan kedunguan-kedunguan baru yang
tanpa batas.

Baca Juga :  Tim Ben-Ujang Galang Sumbangan untuk ke MK

Pemimpin air mata adalah mereka
yang bekerja tanpa ilmu pengetahuan yang normal nan pasti. Pemimpin air mata
adalah mereka yang mulutnya mengarah ke kanan, hatinya ke kiri, tindakannya
melongok ke atas langit, sedang jalannya membentur-benturkan tubuhnya hingga
sempoyongan. Tidak ada kompas kehidupan yang mampu menuntun jalan pada
kebenaran. Ia hanya memantik duka, dan melahirkan rasa sengsara.

Pada kehidupan yang demikian itu,
tiada jalan selain mendekat kembali pada pemilik langit dan bumi. Mempertegas
kembali komitmen tauhid kehidupan kita pada Tuhan yang Maha Pencipta alam raya.
Bukan berharap pada manusia yang dungu oleh kepalsuan para dedemit. Pada
deretan para perampok kesadaran yang palsu. Sebab itu adalah penderitaan yang
sejenis. Penderitaan yang sekaligus membutakan mata batin yang paling dalam.
Jika itu terjadi, maka itulah sejatinya wajah kegelapan yang akbar. Dan, usaha
yang paling cerdas hanyalah berlindung pada Tuhan; bukan pada yang lain.

(Direktur Eksekutif Indonesia
Development Research/IDR, Dosen Fakultas Ekonomi, Universitas Pamulang)

ADA memang dalam sejarah, jejeran para pemimpin yang pekerjaannya
hanya meneteskan air mata rakyatnya.

Menyengsarakan dan melahirkan
penderitaan lahir bathin. Setiap perkataan yang keluar dari dalam mulutnya
adalah solar api yang membakar hati dan mencemaskan pikiran.

Tindakannya membawa kegaduhan,
serta menyeret manusia pada keadaan yang tak pernah pasti. Ia biasanya lebih
gandrung pada bangunan benda-benda yang tak begitu penting, namun kering dari
sentuhan jiwa yang kukuh memperkuat mata batin.

Cara kerjanya seperti membangun
istana di atas tumpukan pasir. Ia tak peduli pada kokohnya bangunan, namun lebih
suka gigantisme meski rapuh. Pada kebanyakan manusia tak berkesadaran, pemimpin
seperti itu adalah idola mereka. Namun pada masyarakat yang berkesadaran penuh,
mereka tak ubahnya sebagai air bah yang meluluhlantakkan kehidupan. Jenis
pemimpin seperti itu selalu tidak cocok bagi orang cerdas.

Sebab, sekelompok orang cerdas
adalah mereka yang bisa mengerti dan tahu apa yang akan terjadi, lalu mereka
gelisah mencari solusi. Sedang sekelompok manusia bodoh, baru merasa bingung
setelah peristiwa, —keadaan buruk terjadi. Di situlah beda orang
berpengetahuan dan tidak berpengetahuan. Juga disitulah perbedaan antara
pemimpin berpengetahuan dan pemimpin yang tidak berpengetahuan.

Dalam lintasan sejarah manusia,
alam kerap melahirkan pemimpin aneka jenis manusia. Ada yang merusak dunia, ada
yang bersahabat dengan bumi. Ada pemimpin yang pandai bersyukur, namun juga ada
pemimpin yang kufur. Pada pemimpin yang pandai bersyukur, kehidupan ibarat mata
air yang menumbuhkan dan menyejukkan, sedangkan pemimpin yang kufur hanya
melahirkan air mata kesedihan dan penderitaan.

Baca Juga :  Jangan Khawatir ! Pupuk Kaltim Siapkan 2.233 Ton NPK Subsidi untuk Kal

Para pemimpin air mata itu lahir
dari senyawa kebodohan yang dibungkus oleh data-data yang palsu. Sedangkan
pemimpin mata air selalu lahir dari penderitaan yang majemuk; menembus batu
batu tantangan yang mampu menyembulkan optimisme dan harapan. Ia selalu berdiri
tegak lurus diatas kesadaran akidah dirinya dengan Tuhannya. Sekujur aliran
nafasnya adalah hikmah, petuah dan tuntunan hidup yang indah nan menguatkan.

Berdekat-dekat dengannya adalah
anugerah dan keistimewaan yang seolah mimpi yang indah. Berjauhan dengannya
selalu terasa merindukan. Seperti kerinduan kaum mukminin pada Rasulullah.

Mendengarkan perkataannya mampu
merangsang imajinasi, memperkuat cita-cita dan mampu menjadi energi untuk mewujudkannya.

Namun bagi pemimpin air mata,
mereka hanya melahirkan deretan pesimisme yang terus datang berkelindan.
Seperti barisan gelombang pasang air laut yang terus menghantam bibir pantai.
Gelombang yang makin hari makin menakutkan, seperti gelombang pasang yang kawin-mawin
dengan tsunami yang tak jelas kapan mereda. Tiba-tiba rakyatnya sudah menerima
pemandangan yang luluh lantak, dan tak tahu harus berbuat apa dan harus
bagaimana. Pemimpin air mata hanya melahirkan kedunguan-kedunguan baru yang
tanpa batas.

Baca Juga :  Tim Ben-Ujang Galang Sumbangan untuk ke MK

Pemimpin air mata adalah mereka
yang bekerja tanpa ilmu pengetahuan yang normal nan pasti. Pemimpin air mata
adalah mereka yang mulutnya mengarah ke kanan, hatinya ke kiri, tindakannya
melongok ke atas langit, sedang jalannya membentur-benturkan tubuhnya hingga
sempoyongan. Tidak ada kompas kehidupan yang mampu menuntun jalan pada
kebenaran. Ia hanya memantik duka, dan melahirkan rasa sengsara.

Pada kehidupan yang demikian itu,
tiada jalan selain mendekat kembali pada pemilik langit dan bumi. Mempertegas
kembali komitmen tauhid kehidupan kita pada Tuhan yang Maha Pencipta alam raya.
Bukan berharap pada manusia yang dungu oleh kepalsuan para dedemit. Pada
deretan para perampok kesadaran yang palsu. Sebab itu adalah penderitaan yang
sejenis. Penderitaan yang sekaligus membutakan mata batin yang paling dalam.
Jika itu terjadi, maka itulah sejatinya wajah kegelapan yang akbar. Dan, usaha
yang paling cerdas hanyalah berlindung pada Tuhan; bukan pada yang lain.

(Direktur Eksekutif Indonesia
Development Research/IDR, Dosen Fakultas Ekonomi, Universitas Pamulang)

Terpopuler

Artikel Terbaru