25.6 C
Jakarta
Friday, January 3, 2025

Permintaan Melemah, Harga CPO Kian Suram

Akibatnya pada Juni
2019, Dinas Perkebunan Kaltim mencatat, harga tandan buah segar (TBS) kelapa
sawit berada di level Rp 1.197 per kilogram. Turun dibandingkan bulan
sebelumnya di angka Rp 1.236 per kilogram.

Ketua Gabungan
Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Kaltim Muhammad Sjah Djafar khawatir
penurunan harga kelapa sawit berpengaruh besar terhadap ekonomi Bumi Etam.
Sebab kelapa sawit merupakan salah satu komoditas unggulan Kaltim setelah batu
bara. “Penurunan ini akibat tantangan dari eksternal,” katanya seperti dikutip
Kaltim Post (Jawa Pos Group), Selasa (23/7).

Penurunan juga terjadi
pada pertumbuhan nilai ekspor CPO yang mengalami perlambatan dari 58,85 persen
(yoy) pada awal tahun menjadi 53,77 persen (yoy) saat ini. Padahal pada
triwulan pertama tahun ini ekspor CPO Kaltim sudah tumbuh 57,42 persen (yoy)
dibandingkan triwulan IV 2018.

Dia menjelaskan, UE
menyatakan bahwa perkebunan kelapa sawit akan mempercepat proses deforestasi
dan merusak lingkungan. Aksi UE menentang produk-produk berbasis kelapa sawit
merupakan upaya mereka untuk melindungi produk minyak nabati UE yang berbasis
rapeseed dan sunflower seed. Terbaru, UE mengusulkan penerapan kebijakan
renewable energy directive (RED II).

Baca Juga :  Berawal dari Hobi, Cicha Siregar Sukses Bangun Bisnis di Dua Kota

“Sebenarnya yang
ditentang olahan hasil industri turunan CPO seperti biodiesel. Karena Kaltim
masih mengekspor CPO, dampaknya belum terlalu besar untuk ekspor kita,”
ungkapnya. Namun untuk kinerja ekspor secara menyeluruh pasti terasa. Sebab,
harga CPO terus anjlok yang akan dirasakan hingga penurunan TBS kelapa sawit.

Tentunya penurunan
secara pemasukan akan terasa, baik dari petani maupun pelaku usaha ekspor CPO.
Pemerintah harus melakukan gerakan agar kampanye tersebut tidak berlangsung
dalam jangka panjang. Apalagi untuk daerah yang sudah memiliki industri turunan
kelapa sawit. “Kalau kampanye negatif terus berlangsung, harga CPO domestik
maupun internasional akan terus anjlok,” pungkasnya.

Senada, Analis Central
Capital Futures Wahyu Tribowo Laksono mengatakan, harga CPO melemah lantaran
ekspor minyak sawit ke Eropa masih teradang kampanye hitam. Uni Eropa menyebut
ladang CPO di Indonesia ilegal dan menyebabkan pemanasan global.

Baca Juga :  Kiat Orang Tua dan Guru Agar Anak Tidak Stres Belajar dari Rumah

Selanjutnya, katalis
datang dari pertemuan AS-Tiongkok dalam agenda KTT G20 di Osaka, Jepang. Jika
pertumbuhan ekonomi Tiongkok bakal membaik ada harapan ekspor CPO bertumbuh.
Pun sebaliknya. “Terlalu banyak tekanan jadi saat komoditas lain rebound,
minyak sawit malah melemah,” kata Wahyu.

Dia menambahkan, harga
CPO juga tertekan pelemahan harga minyak kacang kedelai. Secara teknikal, Wahyu
mengamati indikator moving average (MA)5, MA100, dan MA200 berada di area
negatif. Selanjutnya moving average convergance divergence (MACD) masih
bearish. Dia meramalkan harga CPO cenderung terkoreksi.(jpn)

 

Akibatnya pada Juni
2019, Dinas Perkebunan Kaltim mencatat, harga tandan buah segar (TBS) kelapa
sawit berada di level Rp 1.197 per kilogram. Turun dibandingkan bulan
sebelumnya di angka Rp 1.236 per kilogram.

Ketua Gabungan
Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Kaltim Muhammad Sjah Djafar khawatir
penurunan harga kelapa sawit berpengaruh besar terhadap ekonomi Bumi Etam.
Sebab kelapa sawit merupakan salah satu komoditas unggulan Kaltim setelah batu
bara. “Penurunan ini akibat tantangan dari eksternal,” katanya seperti dikutip
Kaltim Post (Jawa Pos Group), Selasa (23/7).

Penurunan juga terjadi
pada pertumbuhan nilai ekspor CPO yang mengalami perlambatan dari 58,85 persen
(yoy) pada awal tahun menjadi 53,77 persen (yoy) saat ini. Padahal pada
triwulan pertama tahun ini ekspor CPO Kaltim sudah tumbuh 57,42 persen (yoy)
dibandingkan triwulan IV 2018.

Dia menjelaskan, UE
menyatakan bahwa perkebunan kelapa sawit akan mempercepat proses deforestasi
dan merusak lingkungan. Aksi UE menentang produk-produk berbasis kelapa sawit
merupakan upaya mereka untuk melindungi produk minyak nabati UE yang berbasis
rapeseed dan sunflower seed. Terbaru, UE mengusulkan penerapan kebijakan
renewable energy directive (RED II).

Baca Juga :  Berawal dari Hobi, Cicha Siregar Sukses Bangun Bisnis di Dua Kota

“Sebenarnya yang
ditentang olahan hasil industri turunan CPO seperti biodiesel. Karena Kaltim
masih mengekspor CPO, dampaknya belum terlalu besar untuk ekspor kita,”
ungkapnya. Namun untuk kinerja ekspor secara menyeluruh pasti terasa. Sebab,
harga CPO terus anjlok yang akan dirasakan hingga penurunan TBS kelapa sawit.

Tentunya penurunan
secara pemasukan akan terasa, baik dari petani maupun pelaku usaha ekspor CPO.
Pemerintah harus melakukan gerakan agar kampanye tersebut tidak berlangsung
dalam jangka panjang. Apalagi untuk daerah yang sudah memiliki industri turunan
kelapa sawit. “Kalau kampanye negatif terus berlangsung, harga CPO domestik
maupun internasional akan terus anjlok,” pungkasnya.

Senada, Analis Central
Capital Futures Wahyu Tribowo Laksono mengatakan, harga CPO melemah lantaran
ekspor minyak sawit ke Eropa masih teradang kampanye hitam. Uni Eropa menyebut
ladang CPO di Indonesia ilegal dan menyebabkan pemanasan global.

Baca Juga :  Kiat Orang Tua dan Guru Agar Anak Tidak Stres Belajar dari Rumah

Selanjutnya, katalis
datang dari pertemuan AS-Tiongkok dalam agenda KTT G20 di Osaka, Jepang. Jika
pertumbuhan ekonomi Tiongkok bakal membaik ada harapan ekspor CPO bertumbuh.
Pun sebaliknya. “Terlalu banyak tekanan jadi saat komoditas lain rebound,
minyak sawit malah melemah,” kata Wahyu.

Dia menambahkan, harga
CPO juga tertekan pelemahan harga minyak kacang kedelai. Secara teknikal, Wahyu
mengamati indikator moving average (MA)5, MA100, dan MA200 berada di area
negatif. Selanjutnya moving average convergance divergence (MACD) masih
bearish. Dia meramalkan harga CPO cenderung terkoreksi.(jpn)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru