Komisioner Komnas Perempuan, Mariana Amiruddin
mengatakan tema keluarga sebenarnya sudah diatur dalam UU tentang Perkawinan.
Sehingga tidak perlu lagi dibuat UU Ketahanan Keluarga. Hal ini dikatakan
Mariana setelah DPR resmi memasukan Draf Rancangan Undang-Undang (RUU)
Ketahanan Keluarga ke dalam salah satu RUU yang masuk dalam prolegnas 2020.
“Tema keluarga sebetulnya bisa diatur dalam UU
Perkawinan. Karena yang disebut keluarga berangkat dari hubungan keluarga yaitu
ayah ibu anak atau anggota keluarga lain,†ujar Mariana kepada JawaPos.com, Kamis
(20/2).
Mariana menambahkan, untuk kesejahteraan,
pengendalian pendukuk ‎serta reporoduksi sudah dala Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Sehingga tidak perlu lagi ada RUU
Ketahanan Keluarga. “Sementara soal kesejahteraan dan pengendalian penduduk dan
reproduksi ada BKKBN,†katanya.
Menurut Mariana yang menjadi perhatian Komnas
Perempuan adalah konteks kekerasan. Seperti kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT). Sehingga sebaiknya lebih baik DPR mengurusi tentang kekerasan dalam
rumah tangga.
‎â€Oleh karena itu sebuah aturan perlu dibuat
atas persoalan masyarakat yang perlu diatur secara hukum. Untuk keluarga
sebetulnya bisa dibuat dalam penyuluhan atau bimbingan melalui forum-forum
sosial di masyarakat,†ungkapnya.
‎Adapun RUU Ketahanan Keluarga merupakan
usulan dari lima anggota DPR yakni Ledia Hanifa dan Netty Prasetiyani dari PKS,
Sodik Mudjahid dari Gerindra, Ali Taher dari PAN dan Endang Maria dari Golkar.
Berikut sejumlah pasal kontroversial di dalam
RUU Ketahanan Keluarga:
1. Peran Istri Dalam Rumah Tangga
Dalam pasal 25 ayat 3 disebutkan peran seorang
istri wajib mengatur urusan rumah tangga hinhga memenuhu hak suami dan anak
sesuai norma agama.
(3) Kewajiban istri sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), antara lain:
a. wajib mengatur urusan rumah tangga
sebaik-baiknya;
b. menjaga keutuhan keluarga; serta
c. memperlakukan suami dan Anak secara baik,
serta
memenuhi hak-hak suami dan Anak sesuai norma
agama, etika sosial, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Penanganan Krisis Keluarga karena
Penyimpangan Seksual
RUU ketahanan Keluarga dalam pasal 85-87 juga
mengatur mengenai kewhiban keluarga melakukan rehabilitasi hingga bimbingan
terhadap anggota keluar yang memiliki penyimpangan seksual.
Pihak keluarga juga wajib melaporkan anggota
keluarga yang memiliki penyimpangan seksual kepada lembaga yang nantinya
ditunjuk untuk menangani masalah tersebut.
Pasal 85:
Badan yang menangani Ketahanan Keluarga wajib
melaksanakan penanganan Krisis Keluarga karena penyimpangan seksual sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 74 ayat (3) huruf f berupa:
a. rehabilitasi sosial;
b. rehabilitasi psikologis;
c. bimbingan rohani; dan/atau
d. rehabilitasi medis.
Pasal 86
Keluarga yang mengalami Krisis Keluarga karena
penyimpangan seksual wajib melaporkan anggota Keluarganya kepada Badan yang menangani
Ketahanan Keluarga atau lembaga rehabilitasi yang ditunjuk oleh Pemerintah
untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan.
Pasal 87
Setiap Orang dewasa yang mengalami
penyimpangan seksual wajib melaporkan diri kepada Badan yang menangani
Ketahanan Keluarga atau lembaga rehabilitasi untuk mendapatkan pengobatan
dan/atau perawatan.(jpc)