26.1 C
Jakarta
Thursday, April 25, 2024

Bertengkar di Depan Buah Hati Berdampak Buruk

KONFLIK merupakan hal biasa
dalam kehidupan pernikahan. Bahkan, bisa menyulut pertengkaran. Jika tak mampu
menahan emosi, pertengkaran bisa terjadi di mana saja. Bahkan, di hadapan
anak.  Tanpa disadari, hal tersebut berdampak buruk bagi perkembangan buah
hati.

Pertengkaran di hadapan buah
hati bisa terjadi tanpa disengaja. Psikolog Yeni Sukarini, S.Psi mengatakan
bukan masalah besar ketika buah hati hanya melihat sekali pertengkaran orang
tuanya. Anak bisa saja menoleransi hal tersebut.

“Terlebih jika setelah
bertengkar orang tua bisa menormalkan kembali suasana yang ada dan memberikan
pelajaran bagi anak,” ujarnya.

Namun, menjadi masalah jika
intensitas pertengkaran yang terjadi tergolong sering. Apalagi orang tua tidak
memberikan penjelasan pascapertengkaran tersebut kepada anak.

“Hal ini tentu dapat
menimbulkan dampak buruk bagi anak,” kata Yeni.

Menurut Yeni, dampak pertama
yakni perkembangan anak bisa terhambat dan berdampak pada usia berikutnya,
khususnya saat remaja atau dewasa. Selain itu, anak akan merasa bingung harus
memilih sosok diantara dua orang tua. Kedua, bisa saja anak membenci salah satu
atau kedua orang tuanya. “Misalnya, sang ayah sering memukul ibunya. Padahal
anak diajarkan untuk tidak boleh melakukan hal itu,” ungkap Yeni.

Baca Juga :  Rumput Eksotis Ranu Manduro Jadi Daya Tarik

Yani menuturkan orang tua
harus ingat bahwa anak kecil hanya tahu seseorang yang melakukan hal tidak baik
adalah termasuk orang jahat.

“Bisa saja anak beranggapan
apa yang dilakukan ayahnya membuat sosok yang dicintai dan dihormatinya
terlihat seperti orang jahat,” tutur Yeni.

Ketiga, adu pendapat dan
pertengkaran yang terus menerus membuat anak tidak akan betah berada di rumah.
Yeni mengungkapkan situasi yang ada membuat anak merasa rumah bukan tempat yang
nyaman untuknya. Dia akan memilih berada di rumah keluarga lainnya.

“Misalnya, rumah neneknya,”
kata Yeni.

Dampak buruk keempat, lanjut
Yeni, karena merasa rumah bukanlah tempat yang nyaman, anak memilih mencari
kesenangan di luar. Bahkan, bisa saja terjadi kenakalan pada anak.

“Anak akan memuaskan apa yang
menjadi keinginannya di luar. Bisa saja dia menjadi bersikap arogan, melakukan
pertengkaran, mencoba merokok atau lainnya,” jelas Yeni.

Kelima, menjadikan anak
depresi. Dikarenakan anak terus melihat pertengkaran yang terjadi. Perkembangan
otak menjadi tidak sehat. Terlebih jika tidak hanya pertengkaran saja di
dalamnya, tetapi juga ada kekerasan. Anak akan merasa cemas. Membuat dirinya
merasa tidak percaya diri saat berada di lingkungan sekitarnya.

Baca Juga :  Aleta Molly Makin Matang di Single Mengejar Mimpi

“Adapula beberapa anak yang
melihat orang tua bertengkar menjadi sakit fisik dan depresi,” tambahnya.

Yeni menjelaskan bentuk
depresi yang dialami anak bermacam-macam. Bisa saja anak tanpa sengaja melihat
video anak lain yang memiliki pengalaman sama di internet.

“Karena tidak bisa menahan,
dia pun memilih untuk melakukan hal yang sama, yakni bunuh diri. Mungkin anak
menganggap apa yang dirasakan dan dialaminya sudah terlalu berat. Sehingga,
memilih menyelesaikan masalah dengan mengakhiri hidupnya (bunuh diri),” jelas
Yeni.

Yeni menambahkan dampak
lainnya anak menjadi tidak percaya pada lawan jenis dan pernikahan. Anak akan
berpikir bahwa ternyata menikah tidak menyenangkan. Selain itu, bisa juga pada
saat berumah tangga anak menjadi sosok pribadi yang sama, seperti orang tuanya.

“Tidak menutup kemungkinan,
semakin lama bisa juga berperilaku ganda,” pungkasnya. (ghe/pontianakpost/ila)

KONFLIK merupakan hal biasa
dalam kehidupan pernikahan. Bahkan, bisa menyulut pertengkaran. Jika tak mampu
menahan emosi, pertengkaran bisa terjadi di mana saja. Bahkan, di hadapan
anak.  Tanpa disadari, hal tersebut berdampak buruk bagi perkembangan buah
hati.

Pertengkaran di hadapan buah
hati bisa terjadi tanpa disengaja. Psikolog Yeni Sukarini, S.Psi mengatakan
bukan masalah besar ketika buah hati hanya melihat sekali pertengkaran orang
tuanya. Anak bisa saja menoleransi hal tersebut.

“Terlebih jika setelah
bertengkar orang tua bisa menormalkan kembali suasana yang ada dan memberikan
pelajaran bagi anak,” ujarnya.

Namun, menjadi masalah jika
intensitas pertengkaran yang terjadi tergolong sering. Apalagi orang tua tidak
memberikan penjelasan pascapertengkaran tersebut kepada anak.

“Hal ini tentu dapat
menimbulkan dampak buruk bagi anak,” kata Yeni.

Menurut Yeni, dampak pertama
yakni perkembangan anak bisa terhambat dan berdampak pada usia berikutnya,
khususnya saat remaja atau dewasa. Selain itu, anak akan merasa bingung harus
memilih sosok diantara dua orang tua. Kedua, bisa saja anak membenci salah satu
atau kedua orang tuanya. “Misalnya, sang ayah sering memukul ibunya. Padahal
anak diajarkan untuk tidak boleh melakukan hal itu,” ungkap Yeni.

Baca Juga :  Rumput Eksotis Ranu Manduro Jadi Daya Tarik

Yani menuturkan orang tua
harus ingat bahwa anak kecil hanya tahu seseorang yang melakukan hal tidak baik
adalah termasuk orang jahat.

“Bisa saja anak beranggapan
apa yang dilakukan ayahnya membuat sosok yang dicintai dan dihormatinya
terlihat seperti orang jahat,” tutur Yeni.

Ketiga, adu pendapat dan
pertengkaran yang terus menerus membuat anak tidak akan betah berada di rumah.
Yeni mengungkapkan situasi yang ada membuat anak merasa rumah bukan tempat yang
nyaman untuknya. Dia akan memilih berada di rumah keluarga lainnya.

“Misalnya, rumah neneknya,”
kata Yeni.

Dampak buruk keempat, lanjut
Yeni, karena merasa rumah bukanlah tempat yang nyaman, anak memilih mencari
kesenangan di luar. Bahkan, bisa saja terjadi kenakalan pada anak.

“Anak akan memuaskan apa yang
menjadi keinginannya di luar. Bisa saja dia menjadi bersikap arogan, melakukan
pertengkaran, mencoba merokok atau lainnya,” jelas Yeni.

Kelima, menjadikan anak
depresi. Dikarenakan anak terus melihat pertengkaran yang terjadi. Perkembangan
otak menjadi tidak sehat. Terlebih jika tidak hanya pertengkaran saja di
dalamnya, tetapi juga ada kekerasan. Anak akan merasa cemas. Membuat dirinya
merasa tidak percaya diri saat berada di lingkungan sekitarnya.

Baca Juga :  Aleta Molly Makin Matang di Single Mengejar Mimpi

“Adapula beberapa anak yang
melihat orang tua bertengkar menjadi sakit fisik dan depresi,” tambahnya.

Yeni menjelaskan bentuk
depresi yang dialami anak bermacam-macam. Bisa saja anak tanpa sengaja melihat
video anak lain yang memiliki pengalaman sama di internet.

“Karena tidak bisa menahan,
dia pun memilih untuk melakukan hal yang sama, yakni bunuh diri. Mungkin anak
menganggap apa yang dirasakan dan dialaminya sudah terlalu berat. Sehingga,
memilih menyelesaikan masalah dengan mengakhiri hidupnya (bunuh diri),” jelas
Yeni.

Yeni menambahkan dampak
lainnya anak menjadi tidak percaya pada lawan jenis dan pernikahan. Anak akan
berpikir bahwa ternyata menikah tidak menyenangkan. Selain itu, bisa juga pada
saat berumah tangga anak menjadi sosok pribadi yang sama, seperti orang tuanya.

“Tidak menutup kemungkinan,
semakin lama bisa juga berperilaku ganda,” pungkasnya. (ghe/pontianakpost/ila)

Terpopuler

Artikel Terbaru