29.1 C
Jakarta
Sunday, December 15, 2024

Kuyang: Sebuah Takdir yang Terlepas

Cerpen Karya Rachmawati

DI sebuah desa bernama Long Tukaq Baru, jauh dari hiruk-pikuk kota, ada keluarga yang dikenal penduduk sekitar. Keluarga besar yang dihormati, tetapi juga sangat misterius. Keluarga Pahing namanya. Nenek Rani, seorang wanita tua bernama Mbah Marni, adalah kepala keluarga yang dihormati karena kemampuannya dalam pengobatan tradisional. Namun, ada satu rahasia kelam yang tak banyak orang ketahui; keluarga Pahing memiliki ilmu hitam yang sangat kuat dan berbahaya—ilmu kuyang.

Kuyang adalah makhluk astral yang sangat ditakuti di Kalimantan Timur. Menurut cerita, kuyang adalah hantu wanita yang kehilangan tubuhnya, yang selalu terbang malam hari dengan kepala yang terlepas dari tubuhnya, mencari darah manusia untuk menghidupi tubuhnya yang hancur. Banyak orang yang menganggap ilmu kuyang sebagai kutukan. Tetapi di keluarga Pahing, ilmu itu sudah ada sejak beberapa generasi. Dan kini, ilmu itu harus diteruskan kepada Rani—satu-satunya cucu perempuan yang tersisa dalam keluarga.

Sejak kecil, Rani selalu mendengar bisikan tentang ilmu kuyang yang diwariskan turun-temurun. Neneknya sering berbicara tentang “kekuatan” yang akan datang padanya suatu hari nanti, meski Rani selalu menghindari pembicaraan itu. Dia takut dan jijik dengan cerita-cerita yang mengerikan tentang hantu kuyang yang sering ia dengar. Rani ingin hidup normal, seperti gadis-gadis seusianya yang bermain dan bercengkerama tanpa khawatir akan bayang-bayang ilmu hitam.

Suatu hari, nenek Rani jatuh sakit. Keadaannya semakin memburuk, dan semua orang di desa menganggap bahwa kematian sudah dekat. Namun, selama berhari-hari nenek tidak kunjung meninggal. Dia terbaring lemah, matanya terpejam, tetapi napasnya tetap ada. Rani merasa ada yang aneh dengan keadaan ini. Seolah ada sesuatu yang menahan neneknya untuk pergi meninggalkan dunia ini.

“Rani, kamu harus siap,” kata neneknya dengan suara serak, saat Rani duduk di samping ranjangnya. “Kamu adalah satu-satunya yang bisa melanjutkan apa yang sudah kami mulai. Ilmu itu akan berpindah padamu, karena kamu adalah cucu perempuan satu-satunya.”

Rani hanya diam. Dia tidak tahu harus berkata apa. Tidak ada yang bisa menghibur neneknya, selain dirinya sendiri. Namun, hatinya terasa berat. Dia tidak ingin menjadi seorang kuyang.

Neneknya terus berbicara dengan suara yang semakin lemah, “Kuyang tidak sekadar makhluk yang menakutkan, Rani. Kuyang adalah bagian dari dirimu yang harus diterima. Jika kamu tidak bisa menguasainya, kamu akan hancur. Tetapi jika kamu bisa mengendalikan kekuatannya, kamu akan menjadi sangat kuat. Kuyang adalah pilihan, bukan kutukan. Dan kamu akan menjadi penerusnya.”

Rani duduk di dekat ranjang neneknya yang terbaring lemah. Neneknya sudah sangat tua dan hampir tak sadarkan diri, tetapi matanya masih tampak berkilat, seolah ada sesuatu yang ingin ia sampaikan sebelum ia meninggalkan dunia ini.

“Nenek… jangan pergi dulu…” Rani menangis pelan, memegang tangan neneknya yang kering dan dingin.

“Rani…” suara neneknya terdengar lemah, tetapi cukup untuk membuat Rani terhenyak. “Kamu harus siap. Ilmu ini harus berpindah padamu. Tidak ada pilihan lain.”

Rani terdiam. “Aku tidak mau, nenek. Aku tidak ingin jadi seperti nenekmu. Aku tidak ingin jadi kuyang!”

Neneknya menarik napas berat, lalu menatap cucunya dengan mata yang tajam meski usianya sudah sangat tua. “Kuyang bukanlah kutukan, Rani. Itu adalah kekuatan yang harus kamu kuasai. Kita tidak bisa melawan takdir. Ilmu ini sudah ada dalam darahmu. Kau adalah satu-satunya harapan keluarga ini.”

Rani merasa hatinya hancur mendengarnya. Dia tidak ingin menjadi kuyang. Ilmu itu, dengan segala kengerian yang melekat padanya, adalah sesuatu yang sangat dia takutkan. Tetapi, di balik ketakutannya, Rani juga tahu bahwa ada sesuatu yang lebih besar yang sedang menunggunya.

Tiba-tiba, tubuh neneknya menggigil. Rani merasa ada sesuatu yang aneh. Sepertinya neneknya tidak akan bertahan lama. Dalam keheningan malam itu, Rani merasakan sebuah kekuatan aneh mengalir dalam dirinya, seolah ilmu itu perlahan mulai meresap ke dalam tubuhnya.

Neneknya tersenyum lemah. “Kamu harus siap, Rani. Kuyang ada dalam dirimu. Jangan lari dari takdirmu.”

Saat itu, Rani tidak mengerti apa yang dimaksudkan neneknya. Dia hanya merasa cemas dan takut. Tidak ada yang ingin menjadi kuyang, sebuah makhluk yang setiap malam berkeliaran mencari darah, merobek tubuh manusia, dan kemudian terbang dengan kepala yang terpisah dari tubuh. Itu bukanlah takdir yang ingin ia jalani.

Baca Juga :  Sebab, Neraka Terlalu Lama

Dengan kata-kata itu, neneknya mengembuskan napas terakhir. Rani merasa tubuhnya dipenuhi dengan kesedihan yang mendalam, tetapi di saat yang sama, ada rasa takut yang semakin membesar. Namun, saat neneknya meninggal, perasaan Rani menjadi semakin kacau. Sesuatu yang berat terasa mengalir dalam dirinya, sesuatu yang gelap mulai membanjiri pikirannya, dan tak lama kemudian, Rani merasa tubuhnya terasa ringan. Pandangannya mulai kabur, dan dia tahu ilmu kuyang yang diwariskan neneknya kini mulai mengambil alih dirinya.

Pertemuan dengan Ahmad

Ahmad adalah seorang pemuda yang baru saja pindah ke desa itu. Ia berasal dari kota, seorang guru yang dipindahkan ke desa terpencil ini untuk mengajar di sekolah dasar. Ia tidak tahu apa-apa tentang kehidupan di desa ini, apalagi tentang cerita-cerita mistis yang sudah mendarah daging di kalangan penduduk setempat. Semua yang ia tahu adalah bahwa desa ini memiliki penduduk yang ramah, meskipun ada aura misterius yang selalu melingkupi setiap percakapan.

Suatu malam, setelah seharian bekerja, Ahmad berjalan menuju rumahnya. Di tengah perjalanan, ia melihat seorang gadis berdiri di dekat hutan, hanya beberapa meter dari jalan utama. Ahmad memperhatikan gadis itu lebih dekat, dan segera mengenali Rani, gadis yang sering ia lihat di sekolah.

“Rani? Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Ahmad, mendekati gadis itu dengan hati-hati.

Rani menoleh perlahan. Wajahnya tampak pucat, dan matanya kosong. Ada sesuatu yang aneh pada dirinya—sesuatu yang membuat Ahmad merasa cemas.

“Aku… aku tidak bisa mengendalikan diriku lagi, Ahmad,” jawab Rani dengan suara yang serak. “Ilmu kuyang… sudah mulai menguasai diriku. Aku takut… aku takut jika aku berubah menjadi kuyang.”

Ahmad tertegun mendengar kata-kata itu. Ia memang mendengar beberapa desas-desus tentang kuyang, tetapi ia tidak pernah mengira bahwa Rani terjerat dalam ilmu itu. Ia merasa prihatin dan berusaha menenangkan Rani.

Kemudian dengan suara serak Rani berkata, “Aku tidak bisa melarikan diri. Ilmu itu sudah ada dalam diriku. Aku tidak tahu bagaimana mengendalikannya, dan aku takut jika aku berubah.”

Ahmad merasa khawatir mendengar kata-kata itu. “Apa yang kamu maksud dengan ilmu itu?”

Rani menatapnya dengan tatapan yang penuh ketakutan. “Ilmu kuyang. Itu adalah takdirku, Ahmad. Itu adalah sesuatu yang sudah diwariskan dalam keluargaku. Aku tidak ingin jadi seperti nenekku, tapi aku tidak bisa menghindarinya.”

Ahmad merasa bingung, tetapi ia juga merasakan ada sesuatu yang sangat kelam dalam cerita Rani. “Kuyang… kamu bisa menghindarinya, Rani. Jangan biarkan itu mengendalikan hidupmu. Kamu masih bisa memilih jalanmu sendiri.”

Namun, Rani hanya bisa terdiam. Dia merasa terjebak dalam lingkaran takdir yang tak bisa ia hindari. Setiap malam, dia mulai merasakan kekuatan itu semakin menguasainya. Kepalanya terasa berat, dan kadang-kadang ia merasa seolah-olah tubuhnya ingin terlepas dari kendali. Dia takut, takut pada dirinya sendiri.

“Kamu tidak sendirian, Rani. Aku akan membantumu. Jangan biarkan ini menguasai dirimu. Kita akan mencari cara untuk menghentikannya,” kata Ahmad dengan keyakinan.

Rani menatapnya dengan penuh keraguan. “Tidak ada cara untuk menghentikan ini, Ahmad. Aku tidak bisa menghindar dari takdir ini. Aku akan menjadi seperti nenekku.”

Ahmad menggenggam tangan Rani dengan lembut. “Kamu lebih kuat dari yang kamu kira. Kita akan mencari bantuan.”

Dengan tekad yang baru, Ahmad memutuskan untuk membawa Rani menemui seorang Belian Tua yang terkenal di Desa Long Tuyoq. Belian tersebut adalah seseorang yang dianggap memiliki pengetahuan dalam menangani masalah-masalah spiritual, terutama yang berkaitan dengan makhluk astral dan ilmu hitam. Belian itu tinggal di sebuah rumah kecil di pinggiran desa, jauh dari keramaian.

Perjalanan Menuju Pembebasan

Pagi ini Ahmad berencana membawa Rani ke tempat seorang Belian ternama bernama Pak Usman yang berada di Kampung Long Tuyoq. Pak Usman, menerima mereka dengan ramah meskipun wajahnya terlihat serius. Setelah mendengarkan cerita Rani dan Ahmad, Pak Usman mengangguk pelan.

“Ilmu kuyang memang sangat kuat. Tidak mudah untuk mengatasi atau menghancurkannya, tetapi itu bukan berarti tidak mungkin. Kamu harus siap menghadapi kegelapan dalam dirimu, Rani.”

Pak Usman mengajak mereka untuk melaksanakan serangkaian ritual yang dipercaya dapat membantu melepaskan kekuatan kuyang yang ada dalam diri Rani. Ritual itu tidak mudah dan membutuhkan keberanian yang luar biasa. Rani harus menghadapi ketakutannya, berhadapan langsung dengan sisi gelap dalam dirinya, dan melepaskan ikatan ilmu yang telah menguasainya.

Baca Juga :  Sajak: Perahu dari Tulang Rusukku

“Kuyang adalah ilmu yang sangat kuat, tetapi itu bukan kutukan yang tak bisa dihindari. Kamu harus melepasnya dengan hati yang bersih. Kamu harus berani menghadapinya, dan menghancurkannya dari dalam dirimu,” ucap Pak Usman.

Rani merasa cemas, tetapi juga ada secercah harapan dalam dirinya. Dengan bimbingan Belian itu, ia menjalani serangkaian ritual untuk melepaskan ilmu kuyang yang telah menguasainya. Proses itu sangat sulit, penuh dengan rasa sakit, tetapi Rani merasa semakin dekat dengan dirinya sendiri.

Di saat yang sama, Ahmad selalu ada di sisinya, memberikan dukungan tanpa henti. Selama proses itu, mereka semakin dekat satu sama lain. Ahmad tidak hanya menjadi teman yang baik, tetapi juga pelindung yang setia.

Rani merasa cemas, tetapi di sisi lain, ada perasaan yang mulai tumbuh—perasaan ingin bebas dari belenggu takdir yang telah lama mengikatnya. Dengan bimbingan Pak Usman, Rani mulai menjalani serangkaian meditasi, doa, dan latihan spiritual yang membantu membuka jalan menuju pembebasan. Selama beberapa malam berturut-turut, Rani merasakan tubuhnya semakin ringan, dan rasa ketakutannya mulai berkurang.

Namun, proses itu bukanlah perjalanan yang mudah. Pada suatu malam, saat Rani sedang menjalani salah satu ritual, tubuhnya tiba-tiba terasa berat, dan matanya mulai kabur. Ia merasa seperti ada kekuatan yang mencoba menariknya ke dalam kegelapan. Kuyang dalam dirinya mulai melawan, berusaha untuk bangkit kembali.

Saat itulah, Ahmad yang selalu berada di sisinya, memegang tangan Rani dengan erat. “Kamu bisa, Rani. Jangan menyerah. Aku di sini untukmu. Kita akan menghadapi ini bersama-sama.”

Dengan kata-kata itu, Rani merasa ada kekuatan baru yang mengalir dalam dirinya. Ia menarik napas dalam-dalam, dan dengan tekad yang bulat, ia berusaha melepaskan diri dari cengkeraman kuyang yang selama ini menguasainya.

Akhirnya, setelah malam-malam penuh perjuangan, Rani berhasil mengatasi ilmu kuyang yang ada dalam dirinya. Tubuhnya terasa ringan dan bebas, dan kegelapan yang selama ini membayangi pikirannya pun hilang. Rani akhirnya merasa bahwa ia kembali menjadi dirinya sendiri.

Rani menatap Ahmad dengan penuh rasa terima kasih. “Aku bisa kembali menjadi diriku sendiri. Terima kasih telah membantuku.”

Ahmad tersenyum lembut. “Kamu lebih kuat dari yang kamu kira, Rani.”

Kembali Menemukan Cahaya

Dengan kekuatan kuyang yang berhasil dilepaskan, Rani merasa seperti beban berat telah terangkat dari dirinya. Ia tahu bahwa ia tidak hanya berhasil mengalahkan kekuatan gelap dalam dirinya, tetapi juga mengatasi rasa takut yang selama ini menguasainya.

Rani dan Ahmad semakin dekat setelah melalui semua ujian itu bersama. Kepercayaan yang tumbuh di antara mereka membuat mereka semakin yakin bahwa mereka bisa menghadapi masa depan bersama. Ahmad selalu ada di sisinya, memberi dukungan dan cinta yang tak ternilai.

Beberapa bulan setelah itu, Rani dan Ahmad memutuskan untuk menikah. Pernikahan mereka bukan hanya sebagai simbol cinta, tetapi juga sebagai pembebasan dari bayang-bayang masa lalu yang pernah menghantui Rani. Kini, Rani bisa hidup normal kembali, tanpa harus khawatir tentang ilmu Kuyang yang selama ini mengekangnya.

Mereka menjalani hidup dengan penuh kebahagiaan, jauh dari kegelapan yang pernah mengancam. Rani tahu bahwa meskipun perjalanan hidupnya penuh dengan cobaan, ia telah menemukan jalan menuju kebahagiaan yang sejati. Dengan Ahmad di sisinya, ia merasa siap untuk menghadapi apa pun yang akan datang. Rani bisa melepaskan segala ketakutannya, dan menjalani kehidupan yang penuh dengan cinta dan harapan. Rani tahu bahwa perjalanan hidupnya tidak akan selalu mudah, tetapi bersama Ahmad, ia merasa siap menghadapi apa pun yang datang. Ia sudah mengalahkan kuyang dalam dirinya, dan kini, ia bisa hidup normal kembali, dengan penuh harapan dan kebahagiaan. Kuyang tekah menjadi takdir yang terlepas dalam diri Rani. (dwi/jpg)

*)Pernikahan Rani dan Ahmad menjadi kisah yang diceritakan turun-temurun di desa mereka. Sebuah kisah tentang keberanian, cinta, dan kebebasan. Rani yang dulunya terjebak dalam kegelapan kini telah kembali menemukan cahaya. Cahaya yang menerangi hidupnya, yang membimbingnya menuju kebahagiaan dan kedamaian sejati.

Cerpen Karya Rachmawati

DI sebuah desa bernama Long Tukaq Baru, jauh dari hiruk-pikuk kota, ada keluarga yang dikenal penduduk sekitar. Keluarga besar yang dihormati, tetapi juga sangat misterius. Keluarga Pahing namanya. Nenek Rani, seorang wanita tua bernama Mbah Marni, adalah kepala keluarga yang dihormati karena kemampuannya dalam pengobatan tradisional. Namun, ada satu rahasia kelam yang tak banyak orang ketahui; keluarga Pahing memiliki ilmu hitam yang sangat kuat dan berbahaya—ilmu kuyang.

Kuyang adalah makhluk astral yang sangat ditakuti di Kalimantan Timur. Menurut cerita, kuyang adalah hantu wanita yang kehilangan tubuhnya, yang selalu terbang malam hari dengan kepala yang terlepas dari tubuhnya, mencari darah manusia untuk menghidupi tubuhnya yang hancur. Banyak orang yang menganggap ilmu kuyang sebagai kutukan. Tetapi di keluarga Pahing, ilmu itu sudah ada sejak beberapa generasi. Dan kini, ilmu itu harus diteruskan kepada Rani—satu-satunya cucu perempuan yang tersisa dalam keluarga.

Sejak kecil, Rani selalu mendengar bisikan tentang ilmu kuyang yang diwariskan turun-temurun. Neneknya sering berbicara tentang “kekuatan” yang akan datang padanya suatu hari nanti, meski Rani selalu menghindari pembicaraan itu. Dia takut dan jijik dengan cerita-cerita yang mengerikan tentang hantu kuyang yang sering ia dengar. Rani ingin hidup normal, seperti gadis-gadis seusianya yang bermain dan bercengkerama tanpa khawatir akan bayang-bayang ilmu hitam.

Suatu hari, nenek Rani jatuh sakit. Keadaannya semakin memburuk, dan semua orang di desa menganggap bahwa kematian sudah dekat. Namun, selama berhari-hari nenek tidak kunjung meninggal. Dia terbaring lemah, matanya terpejam, tetapi napasnya tetap ada. Rani merasa ada yang aneh dengan keadaan ini. Seolah ada sesuatu yang menahan neneknya untuk pergi meninggalkan dunia ini.

“Rani, kamu harus siap,” kata neneknya dengan suara serak, saat Rani duduk di samping ranjangnya. “Kamu adalah satu-satunya yang bisa melanjutkan apa yang sudah kami mulai. Ilmu itu akan berpindah padamu, karena kamu adalah cucu perempuan satu-satunya.”

Rani hanya diam. Dia tidak tahu harus berkata apa. Tidak ada yang bisa menghibur neneknya, selain dirinya sendiri. Namun, hatinya terasa berat. Dia tidak ingin menjadi seorang kuyang.

Neneknya terus berbicara dengan suara yang semakin lemah, “Kuyang tidak sekadar makhluk yang menakutkan, Rani. Kuyang adalah bagian dari dirimu yang harus diterima. Jika kamu tidak bisa menguasainya, kamu akan hancur. Tetapi jika kamu bisa mengendalikan kekuatannya, kamu akan menjadi sangat kuat. Kuyang adalah pilihan, bukan kutukan. Dan kamu akan menjadi penerusnya.”

Rani duduk di dekat ranjang neneknya yang terbaring lemah. Neneknya sudah sangat tua dan hampir tak sadarkan diri, tetapi matanya masih tampak berkilat, seolah ada sesuatu yang ingin ia sampaikan sebelum ia meninggalkan dunia ini.

“Nenek… jangan pergi dulu…” Rani menangis pelan, memegang tangan neneknya yang kering dan dingin.

“Rani…” suara neneknya terdengar lemah, tetapi cukup untuk membuat Rani terhenyak. “Kamu harus siap. Ilmu ini harus berpindah padamu. Tidak ada pilihan lain.”

Rani terdiam. “Aku tidak mau, nenek. Aku tidak ingin jadi seperti nenekmu. Aku tidak ingin jadi kuyang!”

Neneknya menarik napas berat, lalu menatap cucunya dengan mata yang tajam meski usianya sudah sangat tua. “Kuyang bukanlah kutukan, Rani. Itu adalah kekuatan yang harus kamu kuasai. Kita tidak bisa melawan takdir. Ilmu ini sudah ada dalam darahmu. Kau adalah satu-satunya harapan keluarga ini.”

Rani merasa hatinya hancur mendengarnya. Dia tidak ingin menjadi kuyang. Ilmu itu, dengan segala kengerian yang melekat padanya, adalah sesuatu yang sangat dia takutkan. Tetapi, di balik ketakutannya, Rani juga tahu bahwa ada sesuatu yang lebih besar yang sedang menunggunya.

Tiba-tiba, tubuh neneknya menggigil. Rani merasa ada sesuatu yang aneh. Sepertinya neneknya tidak akan bertahan lama. Dalam keheningan malam itu, Rani merasakan sebuah kekuatan aneh mengalir dalam dirinya, seolah ilmu itu perlahan mulai meresap ke dalam tubuhnya.

Neneknya tersenyum lemah. “Kamu harus siap, Rani. Kuyang ada dalam dirimu. Jangan lari dari takdirmu.”

Saat itu, Rani tidak mengerti apa yang dimaksudkan neneknya. Dia hanya merasa cemas dan takut. Tidak ada yang ingin menjadi kuyang, sebuah makhluk yang setiap malam berkeliaran mencari darah, merobek tubuh manusia, dan kemudian terbang dengan kepala yang terpisah dari tubuh. Itu bukanlah takdir yang ingin ia jalani.

Baca Juga :  Sebab, Neraka Terlalu Lama

Dengan kata-kata itu, neneknya mengembuskan napas terakhir. Rani merasa tubuhnya dipenuhi dengan kesedihan yang mendalam, tetapi di saat yang sama, ada rasa takut yang semakin membesar. Namun, saat neneknya meninggal, perasaan Rani menjadi semakin kacau. Sesuatu yang berat terasa mengalir dalam dirinya, sesuatu yang gelap mulai membanjiri pikirannya, dan tak lama kemudian, Rani merasa tubuhnya terasa ringan. Pandangannya mulai kabur, dan dia tahu ilmu kuyang yang diwariskan neneknya kini mulai mengambil alih dirinya.

Pertemuan dengan Ahmad

Ahmad adalah seorang pemuda yang baru saja pindah ke desa itu. Ia berasal dari kota, seorang guru yang dipindahkan ke desa terpencil ini untuk mengajar di sekolah dasar. Ia tidak tahu apa-apa tentang kehidupan di desa ini, apalagi tentang cerita-cerita mistis yang sudah mendarah daging di kalangan penduduk setempat. Semua yang ia tahu adalah bahwa desa ini memiliki penduduk yang ramah, meskipun ada aura misterius yang selalu melingkupi setiap percakapan.

Suatu malam, setelah seharian bekerja, Ahmad berjalan menuju rumahnya. Di tengah perjalanan, ia melihat seorang gadis berdiri di dekat hutan, hanya beberapa meter dari jalan utama. Ahmad memperhatikan gadis itu lebih dekat, dan segera mengenali Rani, gadis yang sering ia lihat di sekolah.

“Rani? Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Ahmad, mendekati gadis itu dengan hati-hati.

Rani menoleh perlahan. Wajahnya tampak pucat, dan matanya kosong. Ada sesuatu yang aneh pada dirinya—sesuatu yang membuat Ahmad merasa cemas.

“Aku… aku tidak bisa mengendalikan diriku lagi, Ahmad,” jawab Rani dengan suara yang serak. “Ilmu kuyang… sudah mulai menguasai diriku. Aku takut… aku takut jika aku berubah menjadi kuyang.”

Ahmad tertegun mendengar kata-kata itu. Ia memang mendengar beberapa desas-desus tentang kuyang, tetapi ia tidak pernah mengira bahwa Rani terjerat dalam ilmu itu. Ia merasa prihatin dan berusaha menenangkan Rani.

Kemudian dengan suara serak Rani berkata, “Aku tidak bisa melarikan diri. Ilmu itu sudah ada dalam diriku. Aku tidak tahu bagaimana mengendalikannya, dan aku takut jika aku berubah.”

Ahmad merasa khawatir mendengar kata-kata itu. “Apa yang kamu maksud dengan ilmu itu?”

Rani menatapnya dengan tatapan yang penuh ketakutan. “Ilmu kuyang. Itu adalah takdirku, Ahmad. Itu adalah sesuatu yang sudah diwariskan dalam keluargaku. Aku tidak ingin jadi seperti nenekku, tapi aku tidak bisa menghindarinya.”

Ahmad merasa bingung, tetapi ia juga merasakan ada sesuatu yang sangat kelam dalam cerita Rani. “Kuyang… kamu bisa menghindarinya, Rani. Jangan biarkan itu mengendalikan hidupmu. Kamu masih bisa memilih jalanmu sendiri.”

Namun, Rani hanya bisa terdiam. Dia merasa terjebak dalam lingkaran takdir yang tak bisa ia hindari. Setiap malam, dia mulai merasakan kekuatan itu semakin menguasainya. Kepalanya terasa berat, dan kadang-kadang ia merasa seolah-olah tubuhnya ingin terlepas dari kendali. Dia takut, takut pada dirinya sendiri.

“Kamu tidak sendirian, Rani. Aku akan membantumu. Jangan biarkan ini menguasai dirimu. Kita akan mencari cara untuk menghentikannya,” kata Ahmad dengan keyakinan.

Rani menatapnya dengan penuh keraguan. “Tidak ada cara untuk menghentikan ini, Ahmad. Aku tidak bisa menghindar dari takdir ini. Aku akan menjadi seperti nenekku.”

Ahmad menggenggam tangan Rani dengan lembut. “Kamu lebih kuat dari yang kamu kira. Kita akan mencari bantuan.”

Dengan tekad yang baru, Ahmad memutuskan untuk membawa Rani menemui seorang Belian Tua yang terkenal di Desa Long Tuyoq. Belian tersebut adalah seseorang yang dianggap memiliki pengetahuan dalam menangani masalah-masalah spiritual, terutama yang berkaitan dengan makhluk astral dan ilmu hitam. Belian itu tinggal di sebuah rumah kecil di pinggiran desa, jauh dari keramaian.

Perjalanan Menuju Pembebasan

Pagi ini Ahmad berencana membawa Rani ke tempat seorang Belian ternama bernama Pak Usman yang berada di Kampung Long Tuyoq. Pak Usman, menerima mereka dengan ramah meskipun wajahnya terlihat serius. Setelah mendengarkan cerita Rani dan Ahmad, Pak Usman mengangguk pelan.

“Ilmu kuyang memang sangat kuat. Tidak mudah untuk mengatasi atau menghancurkannya, tetapi itu bukan berarti tidak mungkin. Kamu harus siap menghadapi kegelapan dalam dirimu, Rani.”

Pak Usman mengajak mereka untuk melaksanakan serangkaian ritual yang dipercaya dapat membantu melepaskan kekuatan kuyang yang ada dalam diri Rani. Ritual itu tidak mudah dan membutuhkan keberanian yang luar biasa. Rani harus menghadapi ketakutannya, berhadapan langsung dengan sisi gelap dalam dirinya, dan melepaskan ikatan ilmu yang telah menguasainya.

Baca Juga :  Sajak: Perahu dari Tulang Rusukku

“Kuyang adalah ilmu yang sangat kuat, tetapi itu bukan kutukan yang tak bisa dihindari. Kamu harus melepasnya dengan hati yang bersih. Kamu harus berani menghadapinya, dan menghancurkannya dari dalam dirimu,” ucap Pak Usman.

Rani merasa cemas, tetapi juga ada secercah harapan dalam dirinya. Dengan bimbingan Belian itu, ia menjalani serangkaian ritual untuk melepaskan ilmu kuyang yang telah menguasainya. Proses itu sangat sulit, penuh dengan rasa sakit, tetapi Rani merasa semakin dekat dengan dirinya sendiri.

Di saat yang sama, Ahmad selalu ada di sisinya, memberikan dukungan tanpa henti. Selama proses itu, mereka semakin dekat satu sama lain. Ahmad tidak hanya menjadi teman yang baik, tetapi juga pelindung yang setia.

Rani merasa cemas, tetapi di sisi lain, ada perasaan yang mulai tumbuh—perasaan ingin bebas dari belenggu takdir yang telah lama mengikatnya. Dengan bimbingan Pak Usman, Rani mulai menjalani serangkaian meditasi, doa, dan latihan spiritual yang membantu membuka jalan menuju pembebasan. Selama beberapa malam berturut-turut, Rani merasakan tubuhnya semakin ringan, dan rasa ketakutannya mulai berkurang.

Namun, proses itu bukanlah perjalanan yang mudah. Pada suatu malam, saat Rani sedang menjalani salah satu ritual, tubuhnya tiba-tiba terasa berat, dan matanya mulai kabur. Ia merasa seperti ada kekuatan yang mencoba menariknya ke dalam kegelapan. Kuyang dalam dirinya mulai melawan, berusaha untuk bangkit kembali.

Saat itulah, Ahmad yang selalu berada di sisinya, memegang tangan Rani dengan erat. “Kamu bisa, Rani. Jangan menyerah. Aku di sini untukmu. Kita akan menghadapi ini bersama-sama.”

Dengan kata-kata itu, Rani merasa ada kekuatan baru yang mengalir dalam dirinya. Ia menarik napas dalam-dalam, dan dengan tekad yang bulat, ia berusaha melepaskan diri dari cengkeraman kuyang yang selama ini menguasainya.

Akhirnya, setelah malam-malam penuh perjuangan, Rani berhasil mengatasi ilmu kuyang yang ada dalam dirinya. Tubuhnya terasa ringan dan bebas, dan kegelapan yang selama ini membayangi pikirannya pun hilang. Rani akhirnya merasa bahwa ia kembali menjadi dirinya sendiri.

Rani menatap Ahmad dengan penuh rasa terima kasih. “Aku bisa kembali menjadi diriku sendiri. Terima kasih telah membantuku.”

Ahmad tersenyum lembut. “Kamu lebih kuat dari yang kamu kira, Rani.”

Kembali Menemukan Cahaya

Dengan kekuatan kuyang yang berhasil dilepaskan, Rani merasa seperti beban berat telah terangkat dari dirinya. Ia tahu bahwa ia tidak hanya berhasil mengalahkan kekuatan gelap dalam dirinya, tetapi juga mengatasi rasa takut yang selama ini menguasainya.

Rani dan Ahmad semakin dekat setelah melalui semua ujian itu bersama. Kepercayaan yang tumbuh di antara mereka membuat mereka semakin yakin bahwa mereka bisa menghadapi masa depan bersama. Ahmad selalu ada di sisinya, memberi dukungan dan cinta yang tak ternilai.

Beberapa bulan setelah itu, Rani dan Ahmad memutuskan untuk menikah. Pernikahan mereka bukan hanya sebagai simbol cinta, tetapi juga sebagai pembebasan dari bayang-bayang masa lalu yang pernah menghantui Rani. Kini, Rani bisa hidup normal kembali, tanpa harus khawatir tentang ilmu Kuyang yang selama ini mengekangnya.

Mereka menjalani hidup dengan penuh kebahagiaan, jauh dari kegelapan yang pernah mengancam. Rani tahu bahwa meskipun perjalanan hidupnya penuh dengan cobaan, ia telah menemukan jalan menuju kebahagiaan yang sejati. Dengan Ahmad di sisinya, ia merasa siap untuk menghadapi apa pun yang akan datang. Rani bisa melepaskan segala ketakutannya, dan menjalani kehidupan yang penuh dengan cinta dan harapan. Rani tahu bahwa perjalanan hidupnya tidak akan selalu mudah, tetapi bersama Ahmad, ia merasa siap menghadapi apa pun yang datang. Ia sudah mengalahkan kuyang dalam dirinya, dan kini, ia bisa hidup normal kembali, dengan penuh harapan dan kebahagiaan. Kuyang tekah menjadi takdir yang terlepas dalam diri Rani. (dwi/jpg)

*)Pernikahan Rani dan Ahmad menjadi kisah yang diceritakan turun-temurun di desa mereka. Sebuah kisah tentang keberanian, cinta, dan kebebasan. Rani yang dulunya terjebak dalam kegelapan kini telah kembali menemukan cahaya. Cahaya yang menerangi hidupnya, yang membimbingnya menuju kebahagiaan dan kedamaian sejati.

Terpopuler

Artikel Terbaru

/