26.7 C
Jakarta
Tuesday, December 3, 2024

Burung-Burung Adam

BURUNG-BURUNG ADAM

Burung-burung di surga

mendengar akan hadir Adam dari bisik-bisik malaikat, juga pertanyaan
mereka

bagaimana manusia wakil Tuhan

sampai di bumi

sementara waktu justru mengembara di surga bersama Hawa?

Burung-burung ikut memelihara pertanyaan ini.

Mereka mengikuti pengembaraan ini sampai ke pelosok surga yang jauh.

Menyaksikan persetubuhan ruang dan waktu di bawah pohon yang menggoda.

”Ini lambang keabadian, abadi jika kamu menikmati indahnya pohon,” bisik
penggoda

lewat mulut ular hitam.

Burung-burung menjadi saksi semua itu,

saat sejarah meluncur

melempar Adam ke bumi.

Burung-burung mengajak kupu mengisi udara,

pohon bunga mengisi bumi,

mengajak ikan mengisi sungai-sungai

dan minta izin kepada Tuhan agar dibolehkan menemani Adam.

”Bolehkah bumi nanti menjadi bayangan surga agar manusia punya mimpi
untuk kembali?” bujuk burung-burung.

Baca Juga :  Lelaki Sepi dan Secangkir Kopi

Tuhan tersenyum,

memerintah burung membawa biji-bijian surga, benih buah-buahan, sayur, dan
jahe ke bumi.

Dengan cerlang mata, mereka membagi tugas,

menemani Adam, mengawal Hawa membuat jejak di udara

memudahkan pertemuan.

Sejak itu burung selalu bernyanyi setiap pagi,

merayakan pertemuan Adam-Hawa di bumi.

(2020)

——————-

PERCAKAPAN POHON WARU DAN POHON
TALOK

”Jangan membawa kabar buruk

agar bisa panen berlipat laba.”

”Ya, hidup jangan dijadikan kabut

embun bisa jadi pilihan.”

”Orang-orang bingung

bersepeda sampai lupa

mengukur usia.”

”Ya, jalan kaki

kurang gengsi.”

”Sebentar lagi penjual cendol datang.”

”Bakso dan tempura goreng.”

”Anak-anak tidak pernah bersedih.”

”Pandemi membuat mereka iseng di rumah.”

”Sampai kapan waktu diuji dengan risau?”

”Mungkin tidak akan pernah ada kata sampai lagi.”

Baca Juga :  Tali Darah Nenek dan Komodo

”Jangan mengeluh.”

”Aku hanya merekam zaman.”

(2020)

——————-

PASAR-PASAR

Orang-orang lebih takut

pada rasa lapar

ketimbang rasa sakit

membuka jual beli

menghibur sepi petani

menyalakan nyali nelayan

membuat senyum mekar

warung makan yang dihajar sunyi.

Percakapan hidup kembali

harga tidak penting

”Mari bertemu

ini majelis paling ramah dan murni.”

Sesekali pasar disemprot zat kimia

memastikan semua baik-baik saja

dan hari ini bisa dilanjutkan sampai besok pagi

Kecemasan telah disembunyikan

dilumpuhkan

oleh senyuman.

(2020)

===================

MUSTOFA W. HASYIM

Penulis puisi yang tinggal di Jogjakarta. Ketua Studio Pertunjukan
Sastra Jogjakarta. Menulis puisi sejak 1973. Sepuluh kumpulan puisi telah
terbit menjadi buku. Kumpulan puisi terbarunya, Pidato yang Masuk Surga, Dompet
dan Boneka, Kitab Anomali, dan Burung itu Mengejarku.

BURUNG-BURUNG ADAM

Burung-burung di surga

mendengar akan hadir Adam dari bisik-bisik malaikat, juga pertanyaan
mereka

bagaimana manusia wakil Tuhan

sampai di bumi

sementara waktu justru mengembara di surga bersama Hawa?

Burung-burung ikut memelihara pertanyaan ini.

Mereka mengikuti pengembaraan ini sampai ke pelosok surga yang jauh.

Menyaksikan persetubuhan ruang dan waktu di bawah pohon yang menggoda.

”Ini lambang keabadian, abadi jika kamu menikmati indahnya pohon,” bisik
penggoda

lewat mulut ular hitam.

Burung-burung menjadi saksi semua itu,

saat sejarah meluncur

melempar Adam ke bumi.

Burung-burung mengajak kupu mengisi udara,

pohon bunga mengisi bumi,

mengajak ikan mengisi sungai-sungai

dan minta izin kepada Tuhan agar dibolehkan menemani Adam.

”Bolehkah bumi nanti menjadi bayangan surga agar manusia punya mimpi
untuk kembali?” bujuk burung-burung.

Baca Juga :  Lelaki Sepi dan Secangkir Kopi

Tuhan tersenyum,

memerintah burung membawa biji-bijian surga, benih buah-buahan, sayur, dan
jahe ke bumi.

Dengan cerlang mata, mereka membagi tugas,

menemani Adam, mengawal Hawa membuat jejak di udara

memudahkan pertemuan.

Sejak itu burung selalu bernyanyi setiap pagi,

merayakan pertemuan Adam-Hawa di bumi.

(2020)

——————-

PERCAKAPAN POHON WARU DAN POHON
TALOK

”Jangan membawa kabar buruk

agar bisa panen berlipat laba.”

”Ya, hidup jangan dijadikan kabut

embun bisa jadi pilihan.”

”Orang-orang bingung

bersepeda sampai lupa

mengukur usia.”

”Ya, jalan kaki

kurang gengsi.”

”Sebentar lagi penjual cendol datang.”

”Bakso dan tempura goreng.”

”Anak-anak tidak pernah bersedih.”

”Pandemi membuat mereka iseng di rumah.”

”Sampai kapan waktu diuji dengan risau?”

”Mungkin tidak akan pernah ada kata sampai lagi.”

Baca Juga :  Tali Darah Nenek dan Komodo

”Jangan mengeluh.”

”Aku hanya merekam zaman.”

(2020)

——————-

PASAR-PASAR

Orang-orang lebih takut

pada rasa lapar

ketimbang rasa sakit

membuka jual beli

menghibur sepi petani

menyalakan nyali nelayan

membuat senyum mekar

warung makan yang dihajar sunyi.

Percakapan hidup kembali

harga tidak penting

”Mari bertemu

ini majelis paling ramah dan murni.”

Sesekali pasar disemprot zat kimia

memastikan semua baik-baik saja

dan hari ini bisa dilanjutkan sampai besok pagi

Kecemasan telah disembunyikan

dilumpuhkan

oleh senyuman.

(2020)

===================

MUSTOFA W. HASYIM

Penulis puisi yang tinggal di Jogjakarta. Ketua Studio Pertunjukan
Sastra Jogjakarta. Menulis puisi sejak 1973. Sepuluh kumpulan puisi telah
terbit menjadi buku. Kumpulan puisi terbarunya, Pidato yang Masuk Surga, Dompet
dan Boneka, Kitab Anomali, dan Burung itu Mengejarku.

Terpopuler

Artikel Terbaru