29.1 C
Jakarta
Saturday, November 23, 2024

Penyesalan Doa

HUJAN gerimis menemani senjaku kali ini, selain secangkir teh
hangat dan koran usang yang aku baca untuk kesekian kalinya.

Koran itu terbit 10 tahun lalu,
dengan headline tentang kecelakaan mobil di area parkir sebuah pusat
perbelanjaan. Seorang pria tewas dalam kecelakaan itu, sedang wanita yang
bersamanya luka parah setelah mobil sedan yang mereka tumpangi tertabrak mobil
boks yang hilang kendali.

Pria itu suamiku. Beruntungnya,
perempuan yang bersamanya bukanlah aku. Yang membuatku miris adalah, mereka
berdua ditemukan dalam keadaan berlumur darah dan tanpa sehelai benang pun di
tubuhnya.

Apa aku kaget melihat itu? Tidak,
karena sebulan sebelum peristiwa itu, wanita muda nan ayu yang kecelakaan
bersama suamiku itu mendatangiku, mengatakan dengan sombongnya jika suamiku
mencintainya dan dia pun mencintai suamiku. Mereka ingin ikatan yang mereka
jalin di belakangku menjadi ikatan yang sah karena perempuan itu telah
mengandung anak suamiku.

Saat itu aku seperti dilempar
dari dunia dongeng yang indah ke dunia nyata yang nestapa. Suami yang aku
anggap setia, bahkan di umur pernikahan kami yang memasuki 19 tahun, nyatanya
bisa dengan mudah mendua.

“Mungkin di mata orang tuamu kau
adalah anak baik-baik, dan mungkin hari ini hanya aku yang tahu satu
kebodohanmu. Tapi ingatlah, Tuhan tidak diam, Dia akan bekerja dengan cara-Nya
agar semua orang tahu bahwa kau wanita murahan”. Aku ingat jelas kata-kata itu,
kata-kata yang aku lontarkan saat dia akan pergi meninggalkan rumah yang aku
tinggali bersama anak lelaki semata wayangku dan suami yang ternyata
mengkhianatiku.

Dan doaku seperti dikabulkan
Tuhan, kecelakaan itu tidak hanya merenggut suami dari sisiku, tapi juga
membuka aib mereka. Membuat semua orang tahu bagaimana liarnya gadis cantik
kebanggaan keluarganya itu. Gadis yang selalu manis di depan kedua orang
tuanya.

Berita itu, menjadi bahan
perbincangan hangat di seluruh kota. Bagaimana kecelakaan itu bisa terjadi,
bagaimana gadis muda nan ayu itu bisa terjebak dalam dunia fana lelaki tua yang
sialnya adalah suamiku. Sepanjang hari dan hampir setiap hari peristiwa yang
sempat membuatku tertawa bahagia itu menghiasi koran terbitan kotaku.

Baca Juga :  Senja di Pelabuhan Kecil

Sebulan setelah peristiwa itu,
aku memutuskan untuk pindah ke luar kota, karena anak lelakiku yang saat itu
berumur 17 tahun, tak tahan lagi dengan berita buruk tentang bapaknya. Semua
orang membicarakan peristiwa memalukan itu. Orang jauh hingga
sahabat-sahabatnya terus menerus menggali fakta tentang kecelakaan itu. Dia
mengurung diri di kamar berhari-hari dan lebih parahnya, lelaki kecilku yang
ceria menjadi pendiam karena sekolah pun bukan lagi tempat menyenangkan
untuknya.

***

Tahun telah berlalu, kehidupanku
dan anak lelakiku seperti kembali di kota ini. tidak ada yang mengenali
kehidupan kami di masa lalu. Hingga tidak ada perbincangan tentang kecelakaan
itu. Remaja lelakiku menemukan dunianya lagi. Menemukan keceriaannya lagi.

Hingga hati anakku itu terpaut
pada gadis manis teman kantornya. Gadis cantik yang ramah, dia tidak hanya
memikat hati anak lelakiku, tapi juga hatiku.

Gadis yang lahir dan besar di
kota ini, yang telah menjalin asmara dengan anakku sejak masa kuliah. Menjadi
alasan kebahagiaan terbesar anak lelakiku pindah ke kota ini.

Pagi tadi, dengan kebaya yang
sudah aku persiapkan jauh-jauh hari, aku mengantar anak lelakiku melamar gadis
pujaan hatinya. Dengan beberapa kerabat yang menemani.

Rumah gadis itu sudah dihias
rapi, siap menyambut kami yang akan meminang sang gadis penghuni rumah ini.
Semua berjalan baik pada mulanya, tapi tidak dengan akhirnya.

Semua menjadi berantakan saat
kami, aku dan anak lelakiku, melihat wanita itu duduk di kursi roda di ruang tamu
gadis itu. Yah, wanita itu. Wanita yang terlibat kecelakaan dengan suamiku.

“Saya sangat mencintai anak gadis
bapak, sungguh. Tapi maaf, saya tidak dapat melanjutkan pertunangan ini. Saya
tidak bisa menikahi gadis yang memiliki hubungan darah dengan wanita yang sudah
membuat keluarga saya malu dan menderita,” ucap anak lelakiku sebelum dia pergi
meninggalkan rumah gadisnya. Ah, mantan gadisnya.

Baca Juga :  Terpesona, Musik, dan Militer

Aku baru tahu jika wanita yang
kecelakaan bersama suamiku itu adalah adik dari ayah gadis itu. Sunggu dunia sesempit
itu.

Aku meninggalkan kotaku, merantau
berkilo-kilometer ke kota yang bahkan berbeda pulau dengan tempat kami dulu
tinggali. Nyatanya masa lalu tetap saja menghantui.

Anak lelakiku mengurung diri di
dalam kamarnya sejak batalnya pertunangannya tadi pagi. Dan gadis pujaan
hatinya harus pingsan saat tahu bahwa prianya membatalkan pertunangannya,
bahkan karena hal yang dia tak mengerti.

Ah, wanita itu. Dia terlihat
lebih tua dari umurnya, bahkan dia terlihat tua dari umurku yang mungkin
berbeda 20 tahunan dengan gadis itu. Aku sempat mendengar kabar dari salah satu
kerabat yang ikut mendampingi kami tadi, bahwa wanita itu harus kehilangan
kakinya karena kecelakaan itu. Dan rahimnya juga harus diangkat beserta janin
dalam kandungannya.

Sunggu malang nasib wanita yang
kecelakaan bersama suamiku itu. Di usianya yang baru menginjak 20-an tahun. dia
harus dipermalukan dan menderita begitu banyak.

Doa itu, sungguh aku menyesal
pernah berkata seperti itu. Seandainya aku merelakan suamiku dengannya, aku dan
anakku tak perlu menyembunyikan muka sejauh ini bertahun-tahun. Mungkin wanita
itu juga tak perlu kehilangan kaki dan rahimnya.

Yang lebih penting lagi, anak
lelakiku tak perlu menderita lagi karena harus mengubur perasaannya. Melepaskan
orang yang dicintainya. Dan gadis manis mantan kekasih anakku, tak akan sakit
karena acara pertunangannya batal begitu saja. Hatinya dicampakkan bukan karena
kesalahnya.

Aku melipat kembali koran usang
yang aku baca. Menyimpan kembali pada almari di dalam kamar. Perjalanan
ternyata masih berat untukku dan anakku. Bukan hanya karena luka yang diberikan
bapaknya harus terbuka lagi. Tapi, bagaimana menyembuhkan hati yang harus
terkubur karena kesalahan bapaknya. Atau mungkin doaku. (*)

Lumajang, Januari 2020

(WINDY ESTININGRUM. Alumni Sastra
Indonesia UNEJ, Pecinta Sastra)

HUJAN gerimis menemani senjaku kali ini, selain secangkir teh
hangat dan koran usang yang aku baca untuk kesekian kalinya.

Koran itu terbit 10 tahun lalu,
dengan headline tentang kecelakaan mobil di area parkir sebuah pusat
perbelanjaan. Seorang pria tewas dalam kecelakaan itu, sedang wanita yang
bersamanya luka parah setelah mobil sedan yang mereka tumpangi tertabrak mobil
boks yang hilang kendali.

Pria itu suamiku. Beruntungnya,
perempuan yang bersamanya bukanlah aku. Yang membuatku miris adalah, mereka
berdua ditemukan dalam keadaan berlumur darah dan tanpa sehelai benang pun di
tubuhnya.

Apa aku kaget melihat itu? Tidak,
karena sebulan sebelum peristiwa itu, wanita muda nan ayu yang kecelakaan
bersama suamiku itu mendatangiku, mengatakan dengan sombongnya jika suamiku
mencintainya dan dia pun mencintai suamiku. Mereka ingin ikatan yang mereka
jalin di belakangku menjadi ikatan yang sah karena perempuan itu telah
mengandung anak suamiku.

Saat itu aku seperti dilempar
dari dunia dongeng yang indah ke dunia nyata yang nestapa. Suami yang aku
anggap setia, bahkan di umur pernikahan kami yang memasuki 19 tahun, nyatanya
bisa dengan mudah mendua.

“Mungkin di mata orang tuamu kau
adalah anak baik-baik, dan mungkin hari ini hanya aku yang tahu satu
kebodohanmu. Tapi ingatlah, Tuhan tidak diam, Dia akan bekerja dengan cara-Nya
agar semua orang tahu bahwa kau wanita murahan”. Aku ingat jelas kata-kata itu,
kata-kata yang aku lontarkan saat dia akan pergi meninggalkan rumah yang aku
tinggali bersama anak lelaki semata wayangku dan suami yang ternyata
mengkhianatiku.

Dan doaku seperti dikabulkan
Tuhan, kecelakaan itu tidak hanya merenggut suami dari sisiku, tapi juga
membuka aib mereka. Membuat semua orang tahu bagaimana liarnya gadis cantik
kebanggaan keluarganya itu. Gadis yang selalu manis di depan kedua orang
tuanya.

Berita itu, menjadi bahan
perbincangan hangat di seluruh kota. Bagaimana kecelakaan itu bisa terjadi,
bagaimana gadis muda nan ayu itu bisa terjebak dalam dunia fana lelaki tua yang
sialnya adalah suamiku. Sepanjang hari dan hampir setiap hari peristiwa yang
sempat membuatku tertawa bahagia itu menghiasi koran terbitan kotaku.

Baca Juga :  Senja di Pelabuhan Kecil

Sebulan setelah peristiwa itu,
aku memutuskan untuk pindah ke luar kota, karena anak lelakiku yang saat itu
berumur 17 tahun, tak tahan lagi dengan berita buruk tentang bapaknya. Semua
orang membicarakan peristiwa memalukan itu. Orang jauh hingga
sahabat-sahabatnya terus menerus menggali fakta tentang kecelakaan itu. Dia
mengurung diri di kamar berhari-hari dan lebih parahnya, lelaki kecilku yang
ceria menjadi pendiam karena sekolah pun bukan lagi tempat menyenangkan
untuknya.

***

Tahun telah berlalu, kehidupanku
dan anak lelakiku seperti kembali di kota ini. tidak ada yang mengenali
kehidupan kami di masa lalu. Hingga tidak ada perbincangan tentang kecelakaan
itu. Remaja lelakiku menemukan dunianya lagi. Menemukan keceriaannya lagi.

Hingga hati anakku itu terpaut
pada gadis manis teman kantornya. Gadis cantik yang ramah, dia tidak hanya
memikat hati anak lelakiku, tapi juga hatiku.

Gadis yang lahir dan besar di
kota ini, yang telah menjalin asmara dengan anakku sejak masa kuliah. Menjadi
alasan kebahagiaan terbesar anak lelakiku pindah ke kota ini.

Pagi tadi, dengan kebaya yang
sudah aku persiapkan jauh-jauh hari, aku mengantar anak lelakiku melamar gadis
pujaan hatinya. Dengan beberapa kerabat yang menemani.

Rumah gadis itu sudah dihias
rapi, siap menyambut kami yang akan meminang sang gadis penghuni rumah ini.
Semua berjalan baik pada mulanya, tapi tidak dengan akhirnya.

Semua menjadi berantakan saat
kami, aku dan anak lelakiku, melihat wanita itu duduk di kursi roda di ruang tamu
gadis itu. Yah, wanita itu. Wanita yang terlibat kecelakaan dengan suamiku.

“Saya sangat mencintai anak gadis
bapak, sungguh. Tapi maaf, saya tidak dapat melanjutkan pertunangan ini. Saya
tidak bisa menikahi gadis yang memiliki hubungan darah dengan wanita yang sudah
membuat keluarga saya malu dan menderita,” ucap anak lelakiku sebelum dia pergi
meninggalkan rumah gadisnya. Ah, mantan gadisnya.

Baca Juga :  Terpesona, Musik, dan Militer

Aku baru tahu jika wanita yang
kecelakaan bersama suamiku itu adalah adik dari ayah gadis itu. Sunggu dunia sesempit
itu.

Aku meninggalkan kotaku, merantau
berkilo-kilometer ke kota yang bahkan berbeda pulau dengan tempat kami dulu
tinggali. Nyatanya masa lalu tetap saja menghantui.

Anak lelakiku mengurung diri di
dalam kamarnya sejak batalnya pertunangannya tadi pagi. Dan gadis pujaan
hatinya harus pingsan saat tahu bahwa prianya membatalkan pertunangannya,
bahkan karena hal yang dia tak mengerti.

Ah, wanita itu. Dia terlihat
lebih tua dari umurnya, bahkan dia terlihat tua dari umurku yang mungkin
berbeda 20 tahunan dengan gadis itu. Aku sempat mendengar kabar dari salah satu
kerabat yang ikut mendampingi kami tadi, bahwa wanita itu harus kehilangan
kakinya karena kecelakaan itu. Dan rahimnya juga harus diangkat beserta janin
dalam kandungannya.

Sunggu malang nasib wanita yang
kecelakaan bersama suamiku itu. Di usianya yang baru menginjak 20-an tahun. dia
harus dipermalukan dan menderita begitu banyak.

Doa itu, sungguh aku menyesal
pernah berkata seperti itu. Seandainya aku merelakan suamiku dengannya, aku dan
anakku tak perlu menyembunyikan muka sejauh ini bertahun-tahun. Mungkin wanita
itu juga tak perlu kehilangan kaki dan rahimnya.

Yang lebih penting lagi, anak
lelakiku tak perlu menderita lagi karena harus mengubur perasaannya. Melepaskan
orang yang dicintainya. Dan gadis manis mantan kekasih anakku, tak akan sakit
karena acara pertunangannya batal begitu saja. Hatinya dicampakkan bukan karena
kesalahnya.

Aku melipat kembali koran usang
yang aku baca. Menyimpan kembali pada almari di dalam kamar. Perjalanan
ternyata masih berat untukku dan anakku. Bukan hanya karena luka yang diberikan
bapaknya harus terbuka lagi. Tapi, bagaimana menyembuhkan hati yang harus
terkubur karena kesalahan bapaknya. Atau mungkin doaku. (*)

Lumajang, Januari 2020

(WINDY ESTININGRUM. Alumni Sastra
Indonesia UNEJ, Pecinta Sastra)

Terpopuler

Artikel Terbaru