26.2 C
Jakarta
Monday, December 9, 2024

Umat Merindukan Akhlak Rasulullah SAW

HIDUP ini memang sulit. Hanya orang berjiwa pemalaslah yang mengharapkan hidup mudah tanpa kerja dan usaha. Ketahuilah, penyebab kegagalan terbesar dalam hidup adalah ketidaktahuan terhadap diri sendiri dan terus fokus pada hal-hal di luar diri kita.

Abu Hurairah ra meriwayatkan bahwa Rasulullah Muhammad Saw bersabda, ”Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.” (HR Baihaqi)

Hadis ini menunjukkan dengan tegas bahwa misi utama Rasulullah Saw adalah memperbaiki akhlak manusia. Beliau melaksanakan misi tersebut dengan cara menghiasi dirinya dengan berbagai akhlak yang mulia dan menganjurkan agar umatnya senantiasa menerapkan akhlak tersebut dalam kehidupannya sehari-hari.

Bahkan, secara tegas beliau menyatakan bahwa kualitas iman seseorang itu dapat diukur dengan akhlak yang ditampilkannya. Itu berarti semakin bagus kualitas iman seseorang, akan semakin baik pula akhlaknya. Dengan kata lain, akhlak seseorang yang jelek merupakan pertanda bahwa imannya tidak bagus.

Jika misi utama Rasulullah saw adalah menyempurnakan kemuliaan akhlak, proses pendidikan seyogianya diarahkan menuju terbentuknya pribadi dan umat yang berakhlak mulia. Hal ini sesuai dengan penegasan Allah SWT bahwa Nabi Saw adalah teladan utama bagi umat manusia.

Sejalan dengan pesan Allah Swt pada surah Al-Ahzab ayat 21, ”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS Al-Ahzab: 21)

Allah Swt telah berfirman, ”Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.” (QS Ali Imran: 159)

Baca Juga :  Rem Blong

Allah memuji akhlak Rasulullah dan sifat-sifatnya yang selalu bersikap lemah lembut dan tidak bersikap keras terhadap para pengikutnya. Serta memaafkan dan meminta ampunan bagi mereka atas kesalahan-kesalahan mereka. Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad Saw agar bermusyawarah dalam segala urusan. Di dalam melaksanakan hasil-hasil musyawarah agar bertawakal kepada Allah.

Jika seseorang memperoleh pertolongan Allah, tidak ada seorang pun yang dapat menghalangi. Begitu juga sebaliknya, siapa yang mendapat kemurkaan Allah, tidak seorang pun yang dapat membelanya.

Ketahuilah! Sejarah telah mencatat dan fakta berbicara, barang siapa mengandalkan kepada selain Allah, niscaya Allah akan membinasakannya di tangan makhluk-Nya yang paling lemah. Sama seperti orang Habasyah yang mengandalkan kekuatan gajahnya untuk menghancurkan Kakbah, lalu Allah membinasakannya dengan sekawanan burung ababil.

Hal ini sejalan dengan firman Allah pada surah Al-Fil, ”Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Kakbah) itu sia-sia? Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar, lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).” (QS Al-Fil: 1–5)

Begitu juga Allah Swt berfirman, ”Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS Ath-Thalaq: 3)

Baca Juga :  Darurat KDRT, Masalah yang Terus Berulang

Penting meyakini karena keyakinan melebihi ilmu pengetahuan bahwa tawakal kepada Allah dan menyerahkan urusan kepada-Nya dapat menyelamatkan dari semua bahaya. Ketika dilemparkan ke panggangan api, Nabi Ibrahim as berkata, ”Aku cukup meminta kepada Allah Yang Maha Mengetahui keadaanku.”

Urgensi Kelembutan dan Kasih Sayang

Jangan siksa diri Anda dengan mencari-cari masalah untuk diperbincangkan dan dibesar-besarkan yang menyebabkan pusing dan mumet. Jika Anda menghadapi orang pelit dan suka menggunjing, tetaplah baik dengannya. Larilah dari keadaan itu dengan cara yang baik dan tidak melukai orang lain.

Dari Anas bin Malik ra bahwa Rasulullah Saw bersabda, ”Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (Muttafaq ’alaih)

Hadis ini mengandung pelajaran, keimanan tidak akan kokoh dan mengakar di hati seorang muslim kecuali jika ia menjadi manusia yang baik, menghindari egoisme, rasa dendam, kebencian, dan kedengkian. Ia menghendaki kebaikan dan kebahagiaan untuk orang lain, sebagaimana ia menginginkan kebaikan dan kebahagiaan itu untuk dirinya sendiri.

Kebaikan yang telah menjadi kebiasaan akan berubah menjadi karakter yang menyatu dengan darah dan akal. Barang siapa hidup untuk orang lain pasti melelahkan, tapi ia akan hidup menjadi orang besar dan mati menjadi orang besar. Semoga bermanfaat. (*)

*) KH AGOES ALI MASYHURI, Pengasuh Pesantren Progresif Bumi Shalawat Sidoarjo, Jawa Timur

HIDUP ini memang sulit. Hanya orang berjiwa pemalaslah yang mengharapkan hidup mudah tanpa kerja dan usaha. Ketahuilah, penyebab kegagalan terbesar dalam hidup adalah ketidaktahuan terhadap diri sendiri dan terus fokus pada hal-hal di luar diri kita.

Abu Hurairah ra meriwayatkan bahwa Rasulullah Muhammad Saw bersabda, ”Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.” (HR Baihaqi)

Hadis ini menunjukkan dengan tegas bahwa misi utama Rasulullah Saw adalah memperbaiki akhlak manusia. Beliau melaksanakan misi tersebut dengan cara menghiasi dirinya dengan berbagai akhlak yang mulia dan menganjurkan agar umatnya senantiasa menerapkan akhlak tersebut dalam kehidupannya sehari-hari.

Bahkan, secara tegas beliau menyatakan bahwa kualitas iman seseorang itu dapat diukur dengan akhlak yang ditampilkannya. Itu berarti semakin bagus kualitas iman seseorang, akan semakin baik pula akhlaknya. Dengan kata lain, akhlak seseorang yang jelek merupakan pertanda bahwa imannya tidak bagus.

Jika misi utama Rasulullah saw adalah menyempurnakan kemuliaan akhlak, proses pendidikan seyogianya diarahkan menuju terbentuknya pribadi dan umat yang berakhlak mulia. Hal ini sesuai dengan penegasan Allah SWT bahwa Nabi Saw adalah teladan utama bagi umat manusia.

Sejalan dengan pesan Allah Swt pada surah Al-Ahzab ayat 21, ”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS Al-Ahzab: 21)

Allah Swt telah berfirman, ”Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.” (QS Ali Imran: 159)

Baca Juga :  Rem Blong

Allah memuji akhlak Rasulullah dan sifat-sifatnya yang selalu bersikap lemah lembut dan tidak bersikap keras terhadap para pengikutnya. Serta memaafkan dan meminta ampunan bagi mereka atas kesalahan-kesalahan mereka. Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad Saw agar bermusyawarah dalam segala urusan. Di dalam melaksanakan hasil-hasil musyawarah agar bertawakal kepada Allah.

Jika seseorang memperoleh pertolongan Allah, tidak ada seorang pun yang dapat menghalangi. Begitu juga sebaliknya, siapa yang mendapat kemurkaan Allah, tidak seorang pun yang dapat membelanya.

Ketahuilah! Sejarah telah mencatat dan fakta berbicara, barang siapa mengandalkan kepada selain Allah, niscaya Allah akan membinasakannya di tangan makhluk-Nya yang paling lemah. Sama seperti orang Habasyah yang mengandalkan kekuatan gajahnya untuk menghancurkan Kakbah, lalu Allah membinasakannya dengan sekawanan burung ababil.

Hal ini sejalan dengan firman Allah pada surah Al-Fil, ”Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Kakbah) itu sia-sia? Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar, lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).” (QS Al-Fil: 1–5)

Begitu juga Allah Swt berfirman, ”Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS Ath-Thalaq: 3)

Baca Juga :  Darurat KDRT, Masalah yang Terus Berulang

Penting meyakini karena keyakinan melebihi ilmu pengetahuan bahwa tawakal kepada Allah dan menyerahkan urusan kepada-Nya dapat menyelamatkan dari semua bahaya. Ketika dilemparkan ke panggangan api, Nabi Ibrahim as berkata, ”Aku cukup meminta kepada Allah Yang Maha Mengetahui keadaanku.”

Urgensi Kelembutan dan Kasih Sayang

Jangan siksa diri Anda dengan mencari-cari masalah untuk diperbincangkan dan dibesar-besarkan yang menyebabkan pusing dan mumet. Jika Anda menghadapi orang pelit dan suka menggunjing, tetaplah baik dengannya. Larilah dari keadaan itu dengan cara yang baik dan tidak melukai orang lain.

Dari Anas bin Malik ra bahwa Rasulullah Saw bersabda, ”Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (Muttafaq ’alaih)

Hadis ini mengandung pelajaran, keimanan tidak akan kokoh dan mengakar di hati seorang muslim kecuali jika ia menjadi manusia yang baik, menghindari egoisme, rasa dendam, kebencian, dan kedengkian. Ia menghendaki kebaikan dan kebahagiaan untuk orang lain, sebagaimana ia menginginkan kebaikan dan kebahagiaan itu untuk dirinya sendiri.

Kebaikan yang telah menjadi kebiasaan akan berubah menjadi karakter yang menyatu dengan darah dan akal. Barang siapa hidup untuk orang lain pasti melelahkan, tapi ia akan hidup menjadi orang besar dan mati menjadi orang besar. Semoga bermanfaat. (*)

*) KH AGOES ALI MASYHURI, Pengasuh Pesantren Progresif Bumi Shalawat Sidoarjo, Jawa Timur

Terpopuler

Artikel Terbaru