28.9 C
Jakarta
Wednesday, April 16, 2025

Jabatan Sementara

BAPAK selalu mengingatkan.

“Jabatan itu sementara.”

Dulu, saya tak begitu memikirkan. Masih muda, masih penuh ambisi. Rasanya, jabatan adalah segalanya. Pangkat tinggi, dihormati orang, dipanggil dengan sebutan yang mentereng.

Tapi waktu berjalan. Dan perlahan, saya mulai mengerti maksud bapak.

Di dunia kerja, kita bisa jadi siapa saja. Hari ini mungkin kita bos. Besok, bisa saja kita bukan siapa-siapa.

Lihatlah mereka yang dulu punya jabatan tinggi. Setelah pensiun, banyak yang tiba-tiba merasa kesepian.

Tidak ada lagi staf yang menyambutnya di pagi hari. Tidak ada lagi ajudan yang membukakan pintu mobil. Tidak ada lagi orang-orang yang berlomba-lomba menyanjung.

Dan yang lebih menyakitkan, sebagian dari mereka baru sadar.

Baca Juga :  Media 'Flashcard' dalam Pembelajaran Bahasa Inggris untuk Anak Berkebutuhan Khusus

Sadar bahwa yang mereka kira “penghormatan” ternyata hanya formalitas.

Sadar bahwa yang mereka kira “kedekatan” ternyata hanya karena posisi.

Sadar bahwa saat tak lagi berkuasa, banyak yang tiba-tiba menjauh.

Tapi ada juga yang berbeda. Ada yang tetap dihormati meski sudah tak menjabat. Ada yang tetap dihargai meski tak punya gelar.

Siapa mereka?

Mereka yang dulu memperlakukan orang dengan baik. Mereka yang tidak membeda-bedakan antara bawahan dan atasan. Mereka yang tetap rendah hati meski punya kekuasaan.

Karena ternyata, orang tidak mengingat jabatan kita. Orang tidak mengingat seberapa besar gaji kita dulu. Orang tidak mengingat seberapa luas ruangan kerja kita.

Orang hanya mengingat satu hal: bagaimana kita memperlakukan mereka.

Baca Juga :  Halal

Apakah kita pernah meremehkan mereka? Apakah kita pernah menghardik mereka hanya karena kita lebih tinggi? Atau justru kita yang dulu selalu menghargai?

Semua itu akan menjadi kenangan.

Dan kenangan itu akan menentukan bagaimana orang memperlakukan kita nanti.

Ketika kita tidak lagi punya jabatan. Tidak lagi punya kuasa. Tidak lagi punya yang bisa dibanggakan.

Saat itulah, kita akan tahu.

Bahwa jabatan itu sementara. Tapi sikap? Sikap itu selamanya. (*)

 

*) Eko Supriadi, pewarta prokalteng.co

BAPAK selalu mengingatkan.

“Jabatan itu sementara.”

Dulu, saya tak begitu memikirkan. Masih muda, masih penuh ambisi. Rasanya, jabatan adalah segalanya. Pangkat tinggi, dihormati orang, dipanggil dengan sebutan yang mentereng.

Tapi waktu berjalan. Dan perlahan, saya mulai mengerti maksud bapak.

Di dunia kerja, kita bisa jadi siapa saja. Hari ini mungkin kita bos. Besok, bisa saja kita bukan siapa-siapa.

Lihatlah mereka yang dulu punya jabatan tinggi. Setelah pensiun, banyak yang tiba-tiba merasa kesepian.

Tidak ada lagi staf yang menyambutnya di pagi hari. Tidak ada lagi ajudan yang membukakan pintu mobil. Tidak ada lagi orang-orang yang berlomba-lomba menyanjung.

Dan yang lebih menyakitkan, sebagian dari mereka baru sadar.

Baca Juga :  Media 'Flashcard' dalam Pembelajaran Bahasa Inggris untuk Anak Berkebutuhan Khusus

Sadar bahwa yang mereka kira “penghormatan” ternyata hanya formalitas.

Sadar bahwa yang mereka kira “kedekatan” ternyata hanya karena posisi.

Sadar bahwa saat tak lagi berkuasa, banyak yang tiba-tiba menjauh.

Tapi ada juga yang berbeda. Ada yang tetap dihormati meski sudah tak menjabat. Ada yang tetap dihargai meski tak punya gelar.

Siapa mereka?

Mereka yang dulu memperlakukan orang dengan baik. Mereka yang tidak membeda-bedakan antara bawahan dan atasan. Mereka yang tetap rendah hati meski punya kekuasaan.

Karena ternyata, orang tidak mengingat jabatan kita. Orang tidak mengingat seberapa besar gaji kita dulu. Orang tidak mengingat seberapa luas ruangan kerja kita.

Orang hanya mengingat satu hal: bagaimana kita memperlakukan mereka.

Baca Juga :  Halal

Apakah kita pernah meremehkan mereka? Apakah kita pernah menghardik mereka hanya karena kita lebih tinggi? Atau justru kita yang dulu selalu menghargai?

Semua itu akan menjadi kenangan.

Dan kenangan itu akan menentukan bagaimana orang memperlakukan kita nanti.

Ketika kita tidak lagi punya jabatan. Tidak lagi punya kuasa. Tidak lagi punya yang bisa dibanggakan.

Saat itulah, kita akan tahu.

Bahwa jabatan itu sementara. Tapi sikap? Sikap itu selamanya. (*)

 

*) Eko Supriadi, pewarta prokalteng.co

Terpopuler

Artikel Terbaru